-8-

903 150 3
                                    

Jarum jam berdentang sebanyak dua belas kali, namun mataku masih bertahan menatap nyalang cahaya di langit-langit kamar. Aku belum terpejam, meski rasanya mata ini sangat berat. Ada perasaan sesak yang menahanku untuk terlelap. Sepulang dari rumah sakit tadi, aku tak mengatakan apapun tentang gaun itu.

Dan suamiku, ia sepertinya masih larut dalam euphoria karena berita kehamilanku sehingga ia sama sekali tak menyadari perubahan sikapku ini. Ah, atau mungkin ia menyadari namun memilih untuk tak peduli. Bukankah dulu ia juga tak mempedulikanku ketika bersama perempuan itu? Lalu untuk apa aku merajuk dan berharap ia mengkhawatirkan perubahan sikapku sekarang?

'Jangan berharap yang tidak-tidak Do Kyungsoo!' batinku berteriak,

Bunyi gemerisik di sampingku menyadarkanku bahwa orang yang memenuhi pikiranku tengah berbaring tepat di sebelahku. Oh Sehun, ia bahkan tertidur dengan sangat nyenyak malam ini hingga air liurnya menetes keluar dari mulutnya yang terbuka lebar.

Lagi-lagi rasa sesak itu datang meski berulang kali aku mencoba olah pernafasan yang selalu kulakukan setiap kali tekanan pekerjaan menghimpitku, cara itu tetap tak berhasil mengusir sesak yang Sehun berikan untukku. Mataku mulai memanas, dan kini aku benar-benar sadar ketika tetesan air mataku telah mengalir membasahi tempat tidur kami, bercampur bersama air liur Sehun.

[∆]

Keesokan paginya, aku terbangun karena bunyi-bunyian berisik yang terdengar dari luar kamar. Mataku menatap nyalang jam analog di atas meja, ini terlalu pagi bagi siapapun untuk mulai beraktivitas, bahkan matahari pun belum naik sama sekali. Pencuri! Kata itu melintas begitu saja di dalam kepalaku ketika mendengar bunyi benda jatuh lainnya.

"Se-" desisku mencoba membangunkan Sehun, namun tanganku hanya menyentuh udara kosong.

Hatiku mencelos dan jantungku berdegup kencang. Hidup bertahun-tahun di dunia hukum membuatku mudah waspada. Ada pencuri masuk, dan kini suamiku sudah tak ada lagi. Apa pencuri-pencuri itu sedang menyekap Sehun? Atau bagian terburuknya Sehun telah…

'Tidak, itu tak mungkin terjadi' batinku

Aku berjalan mengendap-endap di luar kamar mencoba menghampiri sumber keributan. Sepertinya dari ruang makan. Tanganku telah meraih tongkat baseball milik Sehun, semoga mereka tak menggunakan senjata api sehingga aku tak akan kalah cepat. Setidaknya aku harus menemukan dimana suamiku dulu.

Kakiku terasa lemas begitu melihat siapa yang membuat keributan di pagi buta seperti ini. Pria yang beberapa detik lalu aku khawatirkan setengah mati sedang memunguti adonan entah apa di lantai ruang makan. Piyama biru tua yang dikenakannya kotor berlumur tepung serasi dengan goresan putih di wajahnya. Ketika Sehun akan mengambil panci yang tergeletak di dekat kakiku, ia mengangkat wajah dan membuatku melihat tampang konyolnya saat ini.

“Apa yang kau lakukan?” Tanyaku, tapi Sehun tak menjawab pertanyaanku dan memilih merapikan semua kekacauan yang ia timbulkan.

"Kau sudah bangun ya? Maaf membuatmu bangun sepagi ini" ucap Sehun sambil menaruh penggorengan kotor di atas tumpukan alat-alat masak lainnya. Seingatku semalam semua peralatan itu masih bersih—karena tak pernah kupakai, dan yang pertama kali menggunakannya adalah suamiku.

"Tidurlah lagi, ini masih pagi" Ia memutar bahuku dan mendorongku kembali ke kamar, tapi aku menepis pegangannya,

"Yang membutuhkan tidur itu harusnya kau. Lihat, lingkaran hitam ini setiap hari semakin jelas. Sebenarnya apa yang kau lakukan, eoh?"

Pria ini nampak salah tingkah karena ia menggaruk kepalanya, dan memberengut,
"Aku mencoba untuk membuat pancake tapi selalu gagal. Padahal di internet dikatakan ini adalah resep sederhana"

Blinded [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang