-10-

971 161 52
                                    

#Happy Reading#

Lahir dan dibesarkan seorang hakim serta psikolog membuatku tumbuh sebagai perempuan yang tahan banting. Aku selalu mempersiapkan diri untuk menerima kemungkinan terburuk dalam hidupku, dan melatih diri untuk bertahan serta cepat bangkit kembali.

Pola pikir seperti itulah yang akhirnya membentukku menjadi perempuan mandiri, hingga akhirnya hari ini semua itu hancur. Hilang tak bersisa ketika pria di hadapanku mengatakan suamiku berselingkuh dengan istrinya. Tidak, aku tak ingin mempercayainya sedikit pun.

“Kenapa? Kau tak percaya padaku?” Tanya pria itu menyuarakan pikiranku.

Aku mengangkat daguku, berusaha untuk mempertahankan rasa percaya diriku yang masih tersisa. Anggap saja aku sedang berada di ruang sidang, berhadapan dengan jaksa gila dan hakim berpikiran sempit sekarang dan bukannya berdiri di atap sebuah hostel murahan mendengarkan ocehan pria mabuk tentang suamiku yang bersama perempuan lain di dalam sebuah ruangan beberapa lantai di bawah kami.

“Wu Yifan-ssi, sebaiknya kau memiliki bukti untuk pernyataan mu barusan.” Dia melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum miris,

“Berhentilah menyangkal semua ini, kau mengetahui bukti-bukti itu sama baiknya denganku. Kau juga mencurigai suamimu, karena itu kau mengikutinya. Kau sama sekali tak membutuhkan bukti lain.“

Ia mundur selangkah dan merentangkan tangannya menunjuk pintu darurat yang tadi kami gunakan untuk mencapai atap hostel ini.

“Apa perlu kau mendengarnya langsung? Tertangkap basah. Bukankah itu istilah yang kalian gunakan?”

Belum sempat aku memikirkan jawaban yang tepat, Yifan telah menarik pergelangan tanganku dan membawaku dengan cepat menuju lantai dua. Langkah kami bergaung di lorong sempit dan temaram, aku sedikit kesulitan mengimbangi langkah pria di depanku. Tinggi badan kami yang jauh berbeda jelas membuat langkahku lebih pendek di bandingkan dengan langkah kaki nya.

Di depan kami ada sebuah pintu dengan nomor 207, kami berhenti dan Yifan melepaskan cengkramannya pada lenganku. Aku melihat memar kemerahan membekas di pergelangan tanganku yang menandakan pria ini cukup kuat mencengkeram tanganku tapi anehnya aku tak merasakan apapun. Semua terasa kebas.

“LUHAN! AKU TAHU KAU DI DALAM! BUKA PINTUNYA!” Teriak Yifan sambil menggedor pintu keras-keras,

“PRIA ITU ADA BERSAMA MU, BUKAN?! CEPAT BUKA PINTUNYA!”
Menit demi menit berlalu semenjak Yifan menggedor pintu seperti sedang memukul genderang, pintu masih tertutup rapat, aku melihat was-was ke sekeliling.

Anehnya aku berdoa petugas keamanan gedung akan mendatangi kami atau salah seorang penghuni kamar lain di lantai ini balas berteriak menegur aksi brutalnya dan mengusir kami pergi. Dan sepertinya doaku tak terkabul. Di menit berikutnya, pintu terbuka dan refleks aku bergerak mundur untuk bersembunyi di balik tubuh Yifan saat ini. Aku terlalu takut untuk melihat siapa yang membukakan pintu untuk kami.

“Luhan sedang sakit. Ia menolak bertemu denganmu. Jika ada yang ingin kau sampaikan, katakan saja padaku.”

Jika ada saat aku menyesal untuk dilahirkan, hari inilah aku merasakannya. Karena rasanya nyawaku pergi begitu saja begitu suara dingin itu menyambut kami. Tak ada perbedaan jika aku sempat lahir di dunia ini atau tidak. Tiba-tiba saja aku kehilangan arah.

“Aku datang bukan untuk menemui perempuan itu. Aku datang karena aku tahu kau ada di sini. Ada sesuatu yang harus kuperlihatkan padamu.”

Yifan terkekeh, ia meraih tanganku sementara aku mencengkeram erat jemariku. Yifan lalu menarik tubuhku ke depan dan membuatku tersentak dengan gerakan yang sama sekali tak indah.

Blinded [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang