5.1

38 9 1
                                    

Benar-benar acara yang membosankan seperti biasanya.

Ponsel Lorna kembali bergetar. Melihat nama yang tertera di sana dapat membuat Lorna tersenyum kembali.

Jovan A. Avran

Hon, Aku masih kangen😭😭😭

Lorna segera menoleh ke arah Jovan yang jauh berada di belakang. Mereka saling melihat. Lorna langsung melemparkan senyuman untuk Jovan.

Jovan juga tersenyum melihat Lorna bahkan sambil melambaikan tangan. Tetapi, lelaki yang di depannya ini terlalu percaya diri. Jovan hanya bisa mendengar percakapan mereka.

"Bro! Kau melihatnya, tidak? Tadi Lorna sedang tersenyum pada ku!" Kata lelaki di depan Jovan.

"Mana mungkin! Dia mengenal mu saja tidak!" Balas temannya.

"But the oldest Ambrose's daughter visual is no joke. Seriously! She's so damn beautiful!" Kata temannya yang lain.

Mendengar obrolan mereka tentu saja membuat Jovan geram. Seandainya saja mereka semua tahu kalau Lorna hanya milik Jovan. Sebaliknya, ketika Lorna melihat ke arah Jovan. Terlihat sekali kalau wanita di sekeliling Jovan berusaha untuk mencari perhatian kekasihnya itu. Walaupun Jovan tak menyadarinya, tapi justru itu yang membuat Lorna khawatir. Ia sadar bahwa begitu banyak wanita yang menginginkan sosok Jovan.

Panggilan dari sang pembawa acara menyadarkan Lorna dari lamunannya. "Kepada Ibu Lorna Dummont Ambrose dipersilahkan ke depan podium".

Lorna berjalan dengan anggun. Ia hanya bungkam, bahkan tak berniat untuk memberikan sambutan. "Kepada Ibu Lorna, dipersilahkan untuk menandatangani surat penyerahan," kata pembawa acara

Dengan cepat Lorna langsung menandatanganinya. Walaupun sebenarnya ia masih sangat ragu untuk menyutujuinya, tapi bagaimana pun Lorna tidak boleh menunjukkan keraguan tersebut.

"Ibu Lorna boleh langsung memberikan sambutannya," pembawa acara mempersilahkan.

"Tolong langsung pada acara selanjutnya. Saya tidak akan memberikan sambutan," tolak Lorna yang langsung berbicara pada pembaca acara.

Begitu Lorna turun dari podium, ada seorang pria yang menghampirinya. "Saya Edwan, sekarang saya yang akan menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadi Anda. Kalau ada yang dibutuhkan silahkan hubungi saya," katanya sambil memberikan kartu namanya.

"Edwan, tolong jangan terima wartawan dari media mana pun kecuali dari Suara Rakyat kalau untuk mewawancarai saya, mengerti?" Pinta Lorna. Saat berada di podium tadi Lorna melihat Adnan dengan timnya. Bahkan Adnan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya.

"Maaf bu, tapi media kita juga butuh untuk mewawancarai Anda," balas Edwan.

Lorna membuang napas kasar. Ia menyingkirkan anak rambutnya yang menghalangi wajahnya. "Kalau begitu jadwalkan mereka sebelum Suara Rakyat. Saya mau lihat kemampuan mereka," dan Lorna kembali ke tempat duduknya.

Setelah selesai, Lorna langsung melihat ruang kerjanya. Ia akan melakukan wawancara di sana. "Edwan, tolong jadwalkan rapat untuk besok dengan produser dan semua kepala departemen yang bertanggung jawab. Saya mau mereka presentasi untuk saya mengenai acara mereka selama 5 tahun belakangan ini," Lorna benar-benar tahu seperti apa wartawan tv. Semoga kondisi perusahaannya tidak seburuk itu. "Satu lagi, tolong kumpulkan semua surat peneguran dari KPI selama tahun ini. Saya mau sore ini ada di meja saya".

Edwan masih sedang mencatat. "Baik, bu.. Media kita juga akan sampai 10 menit lagi. Sedangkan Suara Rakyat sudah menunggu di ruang rapat," jelas Edwan.

Lorna menyandarkan dirinya di punggung kursi. Lorna tertawa tak menyangka, "bagaimana bisa seorang jurnalis membiarkan narasumbernya menunggu?! Saya mau, tak kurang dari 3 menit semuanya sudah ada di depan saya!" Perintah Lorna.

One Degree / 1°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang