"Paula!"
Wanita itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Wanita itu Paula, sambil menggandeng anak perempuannya yang berumur 6 tahun. Wajahnya masih secantik diingatan Jovan. Meskipun memang tidak secantik dulu, itu dikarenakan terdapat beberapa keriput di area dahi, mata panda, bahkan beberapa bekas luka yang bisa Jovan lihat dengan jelas.
"Jovan! Apa kabar? Maaf merepotkan mu," sapa Paula dan langsung memberikan pelukan hangat pada Jovan.
"Aku baik, Paula. Ayo, aku antar.. Sebaiknya kita tidak mengobrol di sini," ajak Jovan sambil mengambil satu koper besar milik Paula.
Jovan mengantar mereka untuk masuk ke dalam mobilnya dan membawa mereka untuk ke rumahnya. Jovan mendengar sedikit cerita Paula melalui telepon. Tapi, kini ia mau mendengarnya langsung.
"Ini rumah ku. Kau bisa memakai kamar tamu ini," ini adalah kamar yang biasa Kattie pakai kalau ia sedang menginap. Semoga dalam waktu dekat ini keluarganya apalagi Lorna tidak akan berkunjung ke rumahnya. Setidaknya sampai Paula pergi.
Paula langsung meletakkan anaknya di kasur yang telah tertidur sejak perjalanan mereka tadi. "Kita perlu bicara di luar," kata Jovan yang langsung keluar dari kamar tersebut.
Jovan menunggu Paula di ruang tamunya. Tak lama Paula ikut duduk di samping Jovan. "Maaf merepotkan mu," ucap Paula lagi.
"Apa yang terjadi, Paula?" Tanya Jovan prihatin.
Paula mengambil napasnya panjang. "Kau tahu, ternyata karakter tidak akan bisa berubah. Setelah menghamili ku dan menikah, aku kira suami ku akan berubah. Ternyata tidak," cerita Paula.
"Enam tahun aku menikah dengannya tidak ada yang berubah. Dia tetap mabuk-mabukkan, bermain wanita, bahkan seringkali dia memukul ku, Van.. Kini aku sedang mengajukan surat cerai dan bersembunyi darinya. Aku hanya mau bertemu dengannya saat di pengadilan," lanjut Paula yang justru malah kembali menangis.
Jovan memberikan Paula tisu untuk menghapus air matanya. "Bagaimana dengan keluarga mu?"
"Kelurga ku membenci ku, Van! Aku ini aib bagi mereka. Apalagi suami ku bukan kalangan orang kaya. Keluarga ku semakin membenci ku," kata Paula yang kembali menangis. "Seandainya aku menerima perasaan mu dulu. Aku tidak akan menjadi seperti ini," tambahnya yang malah membuat Jovan kebingungan.
Jovan menundukkan wajahnya. "Butuh waktu yang lama bagi ku untuk melepaskan mu," kata Jovan jujur.
Perlahan Paula menggenggam tangan Jovan. Kini mereka berdua saling menatap. "Maafkan Aku van.. Maaf karena telah membalas perasaan mu begitu lama," ucap Paula yang kemudian malah memberikan Jovan pelukan yang erat. "Aku menyesal karena kini aku sadar. Tidak akan pernah ada yang mencintai ku seperti diri mu," tambah Paula.
Jovan sempat kebingungan beberapa detik. Tapi setelahnya, ada perasaan senang berdesir dalam dirinya. Jovan langsung membalas pelukan Paula dan berkata, "aku akan menjagamu dan anak mu. Aku berjanji," kata Jovan dengan mantap.
==========
Lorna saat ini masih di dalam kantornya, baru saja ia selesai rapat bersama dengan Pandhit mengenai regulasi acara TV on air-nya. Untungnya Pandhit tidak banyak tingkah dan membangkang seperti sebelumnya.
"Ada jadwal apa lagi untuk ku?" Tanya Lorna pada Edwan.
"Tumben kau sangat bersemangat untuk kerja. Kenapa? Kejar target biar pas nikah bisa ambil cuti?" Tanya Edwan penasaran sambil menyindir bosnya.
"Betul!" Jawab Lorna semangat. Tak lama ia mendapatkan panggilan dari ponselnya. "Halo?"
"Lorna! Aku sedang di Indonesia hari ini. Bisakah jika kita bertemu malam ini?" Tanya Raka dari seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Degree / 1°
RomansJovan Achazia Avran Seorang politikus muda yang masuk ke dalam daftar calon Presiden. Berumur 27 tahun, tidak pernah sekalipun menggandeng wanita yang sama. Selalu ada rumor tak sehat di sekelilingnya, mulai dari ia penyuka sesama jenis dan wanita d...