Lorna tidak bisa tidur semalaman. Ia begitu gelisah mengenai hari ini, dengan siarannya, rencananya, bahkan Lorna telah menduga dan menyiapkan diri jika ia akan dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan.
"Hoaaaaam!" Jovan menguap dan merenggangkan tubuhnya. "Sudah bangun, hon?" Tanya Jovan yang terheran melihat Lorna yang sudah dalam posisi duduknya sambil bermain ponsel.
Lorna mengangguk sambil tersenyum. "Good morning!"
Jovan bangun dari posisi tidurnya dan berdiri di samping Lorna. "Morning," balasnya kemudian mencium pipi Lorna.
"Boleh tolong nyalakan TV?" Kata Lorna meminta tolong.
"Tentu," kata Jovan dan kemudian menyalakan televisinya. "Kamu mau makan sekarang?" Tanya Jovan karena ia melihat sarapan Lorna yang masih tergeletak di meja.
Lorna menolak, "nanti saja".
"Ngomong-ngomong, siarannya akan tayang jam berapa?" Tanya Jovan sambil mengecek cairan infus Lorna yang tinggal sedikit lagi. Hmm.. setelah ini ia perlu meminta suster untuk menggantinya.
"Jam 8. Satu jam lagi," jawab Lorna. "Aku deg-degan," kata Lorna pada Jovan.
"It's okay, hon.."
"Please tell me that I'm doing the right thing," ucap Lorna khawatir.
"Kalau kamu mau aku bicara jujur, tentu aku tidak menyetujuinya," balas Jovan. "Aku lebih berharap bahwa yang melakukan ini adalah orang lain. Bukan kamu," lanjutnya.
"Maaf.." ucap Lorna pelan yang kemudian menundukkan kepalanya.
"But you amazed me. Again," tambah Jovan yang membuat Lorna kembali menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Kamu mengorbankan semua yang kamu punya untuk memperjuangkan hak mereka. Yang bahkan sesungguhnya ini bukan tanggung jawab kamu," katanya.
"Ini sudah menjadi tanggung jawab ku setelah ku lihat semua buktinya. Aku harus menyiarkannya," jawab Lorna.
Jovan menghela napasnya dengan berat, "terkadang aku berharap agar kamu tidak seprofesional ini".
"Maybe because i feel bad for them. Aku memikirkan 1000 orang lebih yang meninggal karena aksi teroris itu. Setidaknya dengan begini kematian mereka akan menjadi jelas dan beralasan, Van.. Keluarga mereka membutuhkan jawabannya," ujar Lorna.
"Aku tidak tahu mencintai mu akan semenyakitkan ini," ungkapnya. "But in a good way.. Kau memilih memperjuangkan mereka ketimbang mengabaikan mereka dan hidup akan berjalan seperti biasa," koreksinya.
"Van.. kamu harus berjanji satu hal pada ku," pintanya.
"Apa?"
"Jika nanti aku masuk penjara-"
"-Don't say that".
"Promise me. Promise that you'll leave me," kata Lorna.
Jovan menggabungkan kedua alisnya. Kemudian, ia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau dengar," katanya.
"Kemungkinan paling lama aku di penjara selama tujuh tahun. Selama itu juga kamu tidak mungkin untuk menunggu ku," kata Lorna sambil menahan air matanya.
"Maka akan ku buat agar kau tidak masuk penjara," jawab Jovan.
"Tidak semudah itu, Jovan!" Bentak Lorna dengan suara bergetar.
Jovan menghela napasnya panjang. Ia mengacak rambutnya kasar. Ia menaruh kedua tangannya di pinggangnya. "Kemudian apa yang kau harapkan dari ku setelah tujuh tahun tanpa mu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Degree / 1°
RomanceJovan Achazia Avran Seorang politikus muda yang masuk ke dalam daftar calon Presiden. Berumur 27 tahun, tidak pernah sekalipun menggandeng wanita yang sama. Selalu ada rumor tak sehat di sekelilingnya, mulai dari ia penyuka sesama jenis dan wanita d...