PROLOG

12.6K 505 4
                                    

        Kedua tangannya berusaha merapihkan rambut panjang sepinggangnya dan poni ratanya yang berantakan saat naik motor. Kedua kakinya segera memasuki ruangan kerjanya yang ber-AC. Berharap cemas semoga si bos datengnya siangan kayak biasanya.

"Rania Davidya" panggil seseorang yang membuatnya terdiam kaget sesaat setelah cewek ini mendaratkan bokongnya di bangkunya . Ia sangat mengenal suara ini.

Aduh! Mati gua!

Perlahan ia menolehkan kepalanya ke belakang di ikuti badannya juga. Ia nyengir kuda. Memperlihatkan giginya yang rapih

"Pagi, Pak. Hehehe" ucapnya sambil berdiri.

Bos langsung melihat jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Jam berapa ini?" tanyanya.

Cewek ini menduduk. Malu atas kesalahannya. "Delapan lewat lima belas menit, Pak" jawabnya.

"Telat 15 menit. Ngapain aja kamu?" tanya si bos.

"Ma.."

"Saya ngga terima alasan macet, Rania. Alasan klasik!" bantah Bos langsung. Seperti tau apa yang hendak di ucapkan cewek itu.

Lha emang macet. Masa gua boong? Mau bilang ngurus anak, lebih boong lagi. Gua kan belum punya anak! ucap Rania dalam hati.

"Kenapa diam?" tanya Bos lagi.

"Ya maaf, Pak. Saya salah" ucap Rania.

"Hari pertama kerja setelah liburan kok malah terlambat? Saya telatin gajinya baru tau rasa kamu!" ancam si Bos kesal.

Rania tertegun. Membayangkan gajinya terlambat turun, gimana dia bayar kostan dan ngirim buat Mama?

"Besok jangan telat lagi ya," Bos mulai melunak.

"Baik, Pak. Sekali lagi maaf," ucap Rania menyesal. Bos mendengus kemudian pergi.

FIUH!

Rania terduduk lemas di bangkunya. Tidak perlu ia menoleh ke sekeliling, sudah pasti ia menjadi tontonan rekan-rekan kerjanya yang lain. Ia pun memandang foto figura di meja kerjanya. Terpampang jelas wajah Mama yang tersenyum sambil memeluk kedua adiknya yang kembar yang juga tersenyum. Mama Intan, Bagaskara, dan Banyu. Sejenak Rania mulai merasa membaik lagi dan ikut tersenyum.

"Semangaaat! Demi mereka," Rania menyemangati dirinya. Ia melepaskan tas selempangnya yang berwarna cokelat. Ia pun mulai berkutat dengan komputer di hadapannya dan beberapa file yang ada di mejanya.

Sejak Papa meninggal tahun 2012 silam, Rania menjadi tulang punggung keluarganya. Ia harus meninggalkan Mama dan kedua adiknya yang berada di Bandung, karena Rania bekerja di Jakarta. Bukan hanya itu, Rania pun harus menjalani hubungan LDR dengan Ardo yang juga tingga di Bandung.
Kekasih yang di pacarinya baru setahun ini.

TRING.

Handphone di dalam tas Rania berdering tanda notifikasi chat di Whats App. Rania segera meraih handphonenya di tas dan membaca pesan singkat itu.

Pagi, syg. semangat y.  jgn tlt mkn siangnya. kalo udh istrihat kabarin aku ya. love you

Rania tersenyum membaca chat dari Ardo. Seketika moodnya bertambah lebih baik lagi dan ia menjadi lebih semangat lagi. Rania pun melanjutkan kerjanya setelah meletakkan handphonenya di meja.

YANG TERBUANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang