GO HOME

4.5K 224 7
                                        

Setelah beberapa hari bekerja, hari Sabtu pun tiba. Kali ini Rania memutuskan untuk pulang karena suatu hal. Ia pun sudah membereskan keperluannya ke dalam tas. Embel-embel apapun termasuk skin care karena Rania bukan tipikal cewek suka dandan, kecuali ketika kerja atau ada acara.

Rania menggunakan jasa travel menuju Bandung. Seperti rencananya, ia akan ke rumah dulu, baru kemudian ke tujuan selanjutnya. Di pastikannya semua barangnya sudak masuk ke dalam tas. Tak lama kemudian, bus travel datang dan Rania bergegas masuk ke dalamnya.

Beberapa jam kemudian, ia tiba di Bandung. Lebih ngaret dua jam dari biasanya karena macet. Di hari libur seperti ini, apalagi Sabtu sudah pasti macet dan ramai karena orang liburan. Kaos putih Rania yang tertutup jaket levis pun nampak sudah agak basah dengan keringat karena panasnya terik matahari. Travel tidak mengantar sampai rumah, hanya sampai perapatan saja. Setelah itu Rania harus menggunakan jasa ojek selama 20menit untuk bisa ke rumahnya. Berbeda dengan celana jeans andalannya yang masih nampak enak dilihat. Sedangkan sepatu conversenya nampak sesuai dengan pakaian yang di kenakannya.

Kedua kakinya pun menginjak teras rumah. Bagaskara dan Banyu yang nampaknya sudah menunggu sejak lama pun berhamburan keluar rumah. Bersamaan memeluk Rania yang di balas Rania dengan pelukan juga. Mama kemudian menghampirinya dari dalam rumah sambil tersenyum. Rania segera salim dengan Mama dan memeluknya. Rasa rindu begitu meluap. Ah rasanya baru beberapa hari ia tinggalkan Bandung karena harus bekerja, tapi sudah rindu lagi. Mereka pun segera masuk ke dalam rumah.

Bagaskara dan Banyu nampak sibuk bermain dengan mainan baru mereka. Rania membelikannya sebagai oleh-oleh. Sementara Mama sibuk memasak makanan favoritnya, ikan asin samge. Di pedes tentunya lebih enak. Rania duduk di bangku sembari menemani Mama memasak di dapur.

"Kamu kenapa siang banget sampenya, Ran?" tanya Mama fokus memasak.

"Macet, Ma. Kan hari libur ini. Padahal Rania sengaja ambil travel yang jam 6 pagi, malah tetep aja siang nyampenya. Jam setengah 1 baru sampe rumah. Biasanya jam 11 udah dirumah kan,"

"Dua jam dong ngaretnya?"

"Iya, Ma. Tumbenan dah panas banget Bandung,"

"Ya. Tapi baru hari ini aja kok," ucap Mama sambil mengangkat ikan asin goreng ke serokan penyaring. Lalu menyiapkan sambal untuk di campur dengan ikan asin.

"Sini Rania bantu, Ma,"

"Ngga usah, Ran. Kamu urus urusanmu dulu. Kamu pasti pulang karena ada urusankan?" tebak Mama langsung.

"Ngga. Rania pulang emang kangen Mama sama si kembar kok," ucap Rania kikuk berusaha berbohong.

"Yakin?"

Rania makin salah tingkah.

"Emang ngga bisa deh bohong sama Mama. Yaudah Rania pergi dulu ya, Ma. Sebentar aja,"

"Mau kemana sama Ardo?"

"Nongkrong aja kok di cafe, Ma. Ada cafe baru dekat rumahnya,"

"Ohyaudah. Hati-hati ya,"

"Iya, Ma," Rania salim kemudian bergegas pergi. Tak lupa dia berdadah ria dengan si kembar.

Tak butuh waktu lama, Rania sudah tiba di rumah seseorang yang sudah tidak asing baginya.

"Eh Raniaaa.. tumben dateng, nak?" sambut seorang wanita paruh baya dengan wajah senang di sambut saliman Rania. Papanya Ardo tidak tinggal disini. Beliau tinggal di Banyuwangi, mengurus sawahnya disana.

"Hay, Tante. Apa kabar?" Rania basa-basi tak kalah senang.

"Baik kok baik. Kamu gimana?"

"Baik, Tante,"

"Syukurlah. Sini duduk dulu. Udah makan belum?"

"Udah kok, Tante. Makasih,"

Tiba-tiba Ardo masuk ke ruang tamu. Membuat pandangan Rania teralihkan dan Mama Ardo menoleh ke belakang.

"Kok kamu ngga bilang mau kesini? Kan bisa aku jemput," ucap Ardo bingung langsung duduk di samping Rania.

"Ngga papa. Mau kasih kejutan aja," ucap Rania nyengir.

Ardo mengacak-acak rambut Rania, "Dasar," ucapnya.

Rania memekik kemudian menepis tangan Ardo. Wajahnya protes karena ulah Ardo. Rania pun segera membereskan rambutnya.

Style Ardo masih sama. Gondrong tapi rapih. Enak di lihat. Dia mengikat rambutnya ala Adipati Dalken, pastinya masih tampan Adipati. Inilah alasan kenapa Rania menyukai Ardo. Stylenya yang cuek ala badboy tapi asik. Ngga norak dan alay.

"Ma, Ardo pergi dulu ya sama Rania. Mau ke cafe baru yang disana," pamit Ardo.

"Iya. Hati-hati ya," ucap Mama disaut jawaban ya dari Rania dan Ardo. Kemudian mereka keluar rumah. Ardo menaikkan standart motor matic Varionya dan Rania naik di jok belakang. Ardo menyalakan motornya, beberapa detik kemudian Ardo menggas motornya setelah Rania mengangguk ke Mama Ardo.

"Kamu yakin yank cabang bank BCA ada yang buka?" tanya Rania ketika di jalan.

"Ya. Kan aku udah cari di google. Tapi agak jauh. Ngga papa ya?"

"Ngga papa. Tapi kok kamu izinnya ke cafe?"

"Kamu bilang Mamaku jangan tau kalau mau kesana?"

"Ohya lupa," Rania menepuk jidatnya pelan.

"Oon,"

Rania nyengir.

Rambut hitam panjang sepinggangnya bersibak terkena hembusan angin cukup kencang. Begitupun dengan poni ratanya yang juga tersibak angin. Karena Ardo membawa motornya agak ngebut demi mengejar waktu. Beberapa jam kemudian mereka tiba di tempat dan segera mengurus semuanya. Segala perlengkapan berkas sudah di bawa Ardo.

"Akhirnya jadi juga..." ucap Rania lega keluar dari gedung bank setelah beberap jam berada di dalam gedung bank.

Ardo segera memasukkan kartu ATM miliknya yang baru di buat.

"Makasih ya, sayang. Udah bela-belain kesini buat urus beginian," ucap Ardo menggenggam tangan pacarnya.

"Ya, sayang. Santai aja. Aku juga ngga enak sama Mama kalau transfer ke tempat Mamamu terus. Lagian lumayan biaya potongan adminnya," jelas Rania terkekeh.

"Sekali lagi makasih ya, sayang," Ardo langsung memeluk Rania.

"Do, ih apaan sih. Malu ini umum tau," ucap Rania langsung mendorong halus Ardo menjauh dari badannya.

"Reflek," ucap Ardo di akhiri cengiran.

"Oon," balas Rania. Ardo pun membalasnya dengan jitakan. Mereka pun ke parkiran motor. Bergegas pergi dari situ menuju Cafe baru dekat rumah Ardo.

YANG TERBUANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang