Kehamilan Rania kini menginjak enam bulan. Ia pun memutuskan resign dari perusahaan sejak dua hari yang lalu, dengan alasan mau menemani Mama berobat ke luar kota. Ia tidak jujur tentang kehamilannya. Ia, Siska, dan Bintang berusaha menutupinya. Ukuran perut Rania masih belum terlalu kelihatan. Walau badannya kian membesar. Barang-barang di kostan ia tinggal. Hanya baju dan perlengkapan kecil yang ia bawa saja. Pertemuan terakhir, Bintang dan Siska mengantar Rania ke Bandung. Siska menyetir mobil Bintang, sementara Bintang menyetir motor Rania.
Setelah Rania menangis di cafe waktu itu, ia segera kembali ke Jakarta bersama dua sahabatnya. Di dalam mobil, ia mengirimkan pesan kepada Ardo lewat Facebook.
aku hamil sudah enam bulan. tanpa ada pertanggung jawaban darimu. terima kasih karena telah mengkhianatiku. bermain curang di belakangku termasuk meniduri wanita selain aku. kamu adalah pemenang dalam hal menyakiti. kamu hebat. tenang saja. ini pesan terkahirku. setelah ini aku akan pergi menjauhimu dan dari kehidupanmu. nanti kalau anak ini bertanya dimana Ayahnya, aku tinggal menjawab "Ayahmu sudah meninggal". atau mungkin lebih baik aku menganggap ini bukan anakmu walau kenyataannya tidak begitu. selamat bersenang2 dengan kehidupanmu. selamat meniduri wanita manapun sesukamu. semoga karma datang padamu segera. aamiin.
Rania keluar dari aplikasi Facebook. Menutup matanya dan menenangkan diri. Namun tidak bisa. Justru air matanya kembali mengalir.
Berbeda alasan, Rania mengatakan pada Mama bahwa ia resign karena terlalu cape sering lembur. Mama pun percaya. Sejak di rumah, Rania memutuskan memakai baju longgar untuk menutupinya. Tanpa Rania sadari, Mamanya memperhatikan tubuhnya. Mengamati perubahan pada bentuk tubuh Rania. Namun, di tepisnya anggapan bahwa Rania mengandung. Ia percaya, anaknya tidak mungkin melakukan hal itu.
"Ran, kita belanja bulanan yuk. Stock dapur udah mau abis," ajak Mama. "Kita naik taxi aja. Kamu masih lemes gitu," ucap Mama.
"Ngga papa. Rania udah sehat, Ma. Rania panasin motor dulu ya," Rania segera menuju motornya dan menyalakannya.
Klakson terdengar bersautan di perepatan jalan yang belum jauh dari rumah Rania. Para pengendara sepertinya berlomba-lomba untuk pergi ke tujuan masing-masing. Termasuk makan siang di rumah makan terkenal yang ada di pinggir jalan. Semua orang tau, bahwa itulah sumber kemacetan Bandung siang ini.
Rania menyalakan sen motor ke kiri. Ketika di rasa aman, Rania berbelok.
BRAK!
Kedua motor beradu. Dari arah kiri, pengendara lain membawa motor dengan cepat. Membuat motornya menyeruduk motor Rania yang saat itu ingin berbelok. Akibatnya, Rania, Mama, dan si kembar jatuh terpental. Bersamaan dengan motor yang entah kemana dan sudah dipastikan rusak.
Suara bising-bising mengusik kedua telinganya. Ia mulai sadar dan perlahan membuka matanya. Cahay lampu menyapa kornea matanya. Bau rumah sakit. Dia mencoba gerakkan kedua tangannya. Sakit. Berusaha mengembalikan penuh kesadarannya sejenak, ia pun menoleh ke sisi kanan. Ada Mama yang sedang menangis. Keadaannya cukup memprihatinkan dengan beberapa luka, tapi entah mengapa Mama masih sanggup duduk di sisinya. Tanpa Rania bertanya, ia tau jawaban mengapa Mama menangis.
Mama menengadahkan kepalanya menatap Rania yang tersadar.
"Kamu kenapa menyembunyikan ini.. Kenapa kamu tega sama Mama... Ya, Tuhan.." ucap Mama memelas di sela tangisnya.
Rania sedih. "Ma.." air mata Rania mulai mengalir.
"Mama ngga ngira kalau kamu bisa berbuat begini.. Mama ngga nyangka, Ran..."
"Ma, maafin Rania..." deras air mata Rania mengalir.
"Sudah. Mama sekarang cuma minta satu. Tolong jangan kamu gugurkan anak ini. Dia berhak hidup," pinta Mama kemudian menyeka hidung lalu air matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
YANG TERBUANG
RomanceRania, wanita karir yang menjalin hubungan LDR dengan Ardo. Membuat mereka jarang bertemu dan jarang jalan bersama layaknya orang pacaran pada umumnya. Hingga akhirnya Rania melakukan apapun untuk Ardo, agar kekasih hatinya tetap bersamanya. Namun...