CALON SUAMI

6.1K 316 1
                                    

Rania merebahkan badannya di kasur. Melepas lelah setelah seharian berkutat di depan komputer dan mengurus berkas. Belum lagi beradu klakson di jalan dengan pengendara lain karena macet. Pengendara tidak ada yang mau mengalah. Karena mereka semua sama-sama ingin cepat sampai dirumah. Rania merasakan keringet memenuhi badannya. Tapi, keinginan mandinya kalah oleh rasa lelahnya. Tidak apa rasanya jika berbaringan sebentar, baru habis itu mandi dan cari makan di luar. Rania belum sempat belanja bahan masakan, jadi kulkasnya masih kosong.

Sudah enam bulan Rania ngekost sejak bekerja di Jakarta. Supaya efesien waktu dan tenaga. Walau harus mengeluarkan biaya lebih untuk biaya kost, makan, dan lainnya. Termasuk bayar cicilan motor. Meskipun libur dua kali seminggu, Sabtu-Minggu, Rania tetap di kostannya. Dia baru kembali ke Bandung bila dapat jatah libur banyak.

Setelah baringan sejam, Rania bergegas mandi ketika jam menunjukkan pukul tujuh malam. Biasanya Rania mandi pakai air hangat, tapi karena sedang malas, jd Rania langsung pakai air biasa.

Setelah dua jam, sibuk membersihkan diri dan mengenyangkan perut di warteg Mpo Imeh deket kostan, Rania duduk santai d kasur. Mengucap syukur atas apa yang di jalani dan di santapnya. Ia pun mengambil handphonenya yang berada di dalam tas dan membuka aplikasi Whats App. Video Call seseorang yang amat di rindukannya.

"Kak Raniiiaaaaaa..!!" pekik seseorang di sebrang sana dengan girang.

"Haalooo Bagaaassss," ucap Rania ikut senang saat telfon tersambung ketika melihat wajah Bagaskara di layar handphonenya.

"Iiii kak Bagaaass, aku juga mau ngomong sama Kak Rania," rengek Banyu kemudian merebut handphone di genggaman Bagaskara. "Kak Raniaaa, Banyu kangeeenn," ucap Banyu dengan wajah sedih.

"Kak Rania juga kangen kalian. Mama mana, dik? Kok hape Mama bisa di pegang kalian?" tanya Rania.

"Iya. Mama suruh jawab telfonnya pas hape bunyi. Mama masih di... eh ini Mama, kak," jelas Banyu terpotong ketika melihat Mama masuk ke dalam kamar. Handphone pun di serahkan ke Mama.

"Mamaaaaa, Rania kangeeennn," pekik Rania langsung.

"Ya. Mama juga, nak. Gimana hari pertama?"

"Ya gitu.. macet, Ma. Biasalah Jakarta. Hehehe,"

"Nyetir motornya ngga ngebutkan?"

"Ngebut, Ma. Hehehe. Rania kesiangan,"

"Ngga pasang alarm?"

"Pasang. Cuma Rania matiin pas nyala karena tidur lagi. Eh kebablasan tidurnya. Jadi pas di kantor, di marahin Pak Dodit,"

"Ya iyalah di omelin kalo telat,"

Rania nyengir.

"Kamu udah makan, Ran?"

"Udah, Ma. Baru aja selesai. Mama sama adik-adik gimana?"

"Kami sudah, kak," saut Bagaskara dan Banyu bersamaan yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.

"Mama juga sudah kok,"

"Syukurlah... Ohya, Ma.. Rania mau nanya.."

"Tentang apa, Ran?"

"Ardo, Ma,"

"Sebentar. Bagaskara.. Banyu, kalian tidur gih. Mama ke ruang tamu sebentar ya. Mau ngomong sama kak Rania,"

"Ya, Ma," saut Bagaskara dan Banyu berbarengan.

"Mau byebye dulu sama kak Rania, Ma," pinta Bagaskara.

Mama memberikan handphonenya.

"Dadah Kak Rania. Bagaskara tidur dulu ya, Kak. Kakak jangan begadang," ucap Bagaskara.

"Ya, sayang. Selamat istirahat,"

"Kak Rania, besok jangan kesiangan lagi ya. Banyu juga mau bobo duluan,"
kini Bayu yang berbicara.

"Siap, komandan," Rania membentuk tangannya hormat.

"Kami sayang kak Rania," ucap Bagaskara dan Banyu berbarengan membuat Rania terharu. Jarang-jarang adiknya ngomong begitu.

"Kakak juga sayang banget sama kalian," ucap Rania.

Handphone pun di berikan ke Mama. Mama langsung ke ruang tamu setelah menutup pintu kamar.

"Mereka lucu banget, Ma," kata Rania gemas.

"Ya masih TK, lucu. Kamu mau nanya apa?"

"Mama kenapa ke ruang tamu?"

"Kayaknya serius yang mau kamu tanyain. Jadi Mama kesini biar dua kucil itu ngga nguping dan laporan sama Ardo. Kamu kan tau sendiri mereka gimana ke Ardo," jelas Mama khas Ibu-Ibu.

Rania tertawa kecil. "Ya. Suka gosip," jawab Rania.

"Jadi kamu mau nanya apa, Ran?"

"Ng.. ini.. Mama setuju ngga sebenernya kalo Rania sama Ardo?"

Agak lama Mama terdiam. Seperti berfikir.

"Ma?" panggil Rania.

Mama menghembuskan nafas. Berat.

"Kalo diminta jujur sih, ngga setuju..."

"Mama kenapa ngga bilang?"

"Ya selama kamu seneng, Mama ikut seneng,"

"Kenapa gitu, Ma? Harusnya Mama bilang aja,"

"Kalau Mama bilang sekarang pun apa kamu langsung mutusin Ardo?" tanya Mama langsung membuat Rania tercekat.

Lama Rania terdiam dan agak menunduk.

"Mama tau kamu ngga akan bisa, makanya Mama ngga bilang. Kecuali keinginan kamu sendiri buat udahan sama Ardo," ucap Mama membuat Rania menatapnya.

"Mama ngga setuju karena Ardo ngga kerja ya?" tembak Rania langsung.

"Salah satunya itu. Ya walaupun orang tuanya punya warteg, tapi bukan berarti dia ngga kerja kan? Belum tentu juga itu warteg di kasih ke dia. Di liat dari tabiatnya yang kata kamu suka keluyuran malem buat balapan, pasti orang tuanya lebih milih Januar, adiknya Ardo, buat urus warteg. Belum tentu juga Ardo mau di suruh urus warteg," jelas Mama panjang lebar.

"Kenapa Mama bisa bilang belum tentu mau?" tanya Rania penasaran dengan pendapat Mamanya.

"Ya kan kamu pernah cerita, waktu Mamanya Ardo minta Ardo jaga warteg tapi malah kelayapan kemana tau, tapi bilangnya main sama kamu. Dari situkan udah ke tebak, Ran,"

Rania terdiam.

Apa yang di bilang Mama memang ada benarnya... tapi kenapa.. Rania masih belum bisa melepaskan Ardo? Begitu sulit melepaskannya. Entah.. seperti ada sesuatu...

"Ran, Mama cuma bisa bilang.. cari calon suami yang ingat ibadah. Ngga usah cari yang rajin ibadah, karena kita juga harus memantaskan diri. Seengganya yang bener-bener bisa bimbing kamu. Dia juga baik ke keluarga terutama Ibunya. Kalo sama Ibunya baik, otomatis sama kamu dana keluargamu juga baik,"

JLEB!

Ingat ibadah. Dua kata dalam satu kalimat, yang cukup menohok. Karena Rania merasa itu tidak ada dalam diri Ardo. Rania jarang menerima laporan kalau Ardo habis ibadah atau mengingatkannya ibadah. Paling standart, makan dan hati-hati kalau pulang. Selebihnya ya obrolan biasa.

Rania menangis. Mama terdiam, matanya sendu menatap anaknya.

"Mama cuma bisa berdoa, semoga Tuhan kasih petunjuk kalau Ardo ngga baik buat kamu. Maaf kalau Mama ada salah ngomong. Karena semua orang tua pengen yang terbaik buat anaknya, sayang,"

Rania masih menangis. Entah butuh beberapa menit untuk Rania menangis dan Mama terus menenangkannya.


YANG TERBUANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang