EPILOG

10.3K 351 26
                                    

Rania menimang-nimang anak perempuannya yang baru lahir dua minggu yang lalu. Di stasiun daerah Jakarta, Rania, Mama, Bagaskara, dan Banyu serta orang tua angkat anak Rania menunggu kereta menuju Semarang. Tidak. Bukan Rania yang akan sana. Hanya si jabang bayi dan orang tua angkatnya.

Om Fadlin, adik Mama, dan Tante Mila, adik ipar Mama.

Merekalah orang tua angkat anak Rania. Mau tak mau Rania harus menyerahkan anaknya kepada Om dan Tantenya itu demi kebaikan anaknya. Sejak tidak bekerja, Rania tidak punya penghasilan lagi. Ia pun bingung harus bagaimana menghidupi anaknya nanti. Pun belum mengurus akte yang tanpa Ayah. Jadila dengan berat hati Rania memberikan anaknya. Itupun atas saran Mama.

Berat sebenernya untuk melepas. Tapi Rania tidak ada pilihan lain. Ini benar-benar demi kebaikan anaknya. Agar anaknya mendapat kehidupan yang layak dan pendidikan yang baik. Karena dari segi finansial dan agama, Om Fadlin dan Tante Mila sangat baik dari keduanya. Terlebih mereka sangat menginginkan anak lagi setelah 17 tahun yang lalu melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki.

Rania terus menciumi wajah anaknya. "Maafin Bunda ya, Nak. Bunda harus ngelepasin kamu... Bunda ngga bermaksud jahat. Tapi keadaan yang mengharuskan ini... Maaf, nak.. maaf..." Rania menangis dan menciumi putrinya lagi.

Kereta menuju Semarang pun tiba. Bagaskara dan Banyu yang tadi sibuk main di sekitar koper pun berhenti dan menatap kereta yang mulai melambat dan akhirnya berhenti.

"Terima kasih udah mau datang, Fad, Mil," ucap Mama dengan wajah sedih.

"Sama-sama, Mbak. Terima kasih sudah mengundang kami. Mempercayai kami merawat anaknya Rania," ucap Om Fadlin.

Mama meneteskan air mata, namun buru-buru di sekanya. Mereka pun berjabat tangan. Tante Mila mengambil si mungil dari gendongan Rania.

Rania mengelus kepala anaknya dan mengecup dahinya, "Maafin Bunda, nak. Jangan lupain Bunda ya. Jadi anak yang pintar. Bunda sayang kamu," pesan Rania dan air matanya meluncur lagi.

"Kami pasti jaga anak kamu dengan baik-baik. Kalian tetap akan bisa berkomunikasi," ucap Tante Mila.

"Main-mainlah nanti ke Semarang ya," ucap Om Fadlin. Rania mengangguk. Rania, dan si kembar pun salim dengan keduanya dan tak lupa si kembar mengecup pipi si mungil.

"Dadah, Adik," ucap si kembar. Om Fadlin dan Tante Mila pun masuk ke dalam. Membawa koper dan beberapa tas mereka. Beberapa menit kemudian kereta melaju dan tak terlihat meninggalkan stasiun.

Rania menghembuskan nafas. Berat. Sedih. Terluka.

Mama mengelus punggung Rania. "Kamu nanti bisa kesana kan. Udah jangan sedih lagi. Nanti anak kamu gelisah. Kan kalian ada ikatan batin," ucap Mama.

Rania berusaha tegar. Bagaskara dan Banyu memeluknya.

Ya. Dia harus kuat. Demi keluarganya dan anaknya. Rania akan bangkit dan kerja lagi biar bisa melihat anaknya disana.

Tunggu Bunda, sayang...

Shanum Lituhayu Almahyra.

YANG TERBUANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang