08 - My Man

69 20 16
                                    

Tisha mencari keberadaan dua anaknya sedari tadi. Wanita itu sudah mencoba menghubungi Aslan dan Audrey, tapi hasilnya nihil. Tisha agak sedikit kesal karena mereka pergi tanpa pamit. Bukan hanya kesal, khawatir juga dirasakannya. Tisha takut terjadi sesuatu dengan mereka.

Pikirannya melambung tinggi, membayangkan kejadian negatif. Hati ibu manapun, pasti akan merasakan hal yang sama bila anaknya pergi tanpa pamit. Apalagi hari sudah sore, Tisha makin was-was.

Ia mencoba sekali lagi, menghubungi Aslan dan Audrey. Kali ini, ia sedang mencari kontak Aslan di ponselnya. Ia pun menekannya setelah menemukannya di daftar panggilan.

Namun, tetap saja nomornya tidak aktif.

"Ini pada kemana sih?" ucap Tisha, panik. Ia benar-benar tidak tenang.

Tisha pun ke dapur, hendak mengambil segelas air untuk menenangkan hatinya. Ia meneguk air dalam gelas kaca tersebut, hingga tidak bersisa. Kemudian, ia melesat ke ruang keluarga dan duduk di sofa yang berbentuk L.

Ia memijit kedua pelipis matanya yang terasa berat.

Setelah cukup lama menunggu, terdengar suara pintu dan kaki dari arah depan, yang membuat Tisha kaget. Ia lantas menuju kesana, untuk memastikan apakah itu Aslan dan Audrey atau tidak.

Mata Tisha menangkap Aslan yang sedang menenteng tiga paperbag, dibarengi Audrey yang sedang menjilati eskrim cone. Akhirnya, Tisha lega di detik itu juga.

Tisha berteriak sembari menempelkan telapak tangannya dijidatnya, "Kalian habis darimana? Kok gak pamit sama mama, sih?"

Audrey dan Aslan pun berhenti. Mereka pun kompak memandang Tisha dengan cukup kaget.

Mereka juga baru menyadari, kalau tadi siang mereka belum berpamitan dengan Tisha. Mereka kini bingung harus memulai dengan kalimat apa untuk menjelaskan semuanya.

Aslan menelan kasar salivanya lalu bersuara, "Itu, Ma. Habis dari mall. Belanja."

"Kenapa gak bilang ke mama? Trus, kenapa HP kalian berdua kompak gak aktif? Kalian tau gak sih, mama khawatir." tutur Tisha.

Audrey menunjuk Aslan. "Ini, Ma. Bang Aslan nih dalangnya!"

"Hah? Kok nyalahin gue? Kita sama-sama sa--" Ucapan Aslan terpotong.

"Ih, kan abang yang ngajakin tadi. Salah siapa coba?!" tanya Audrey yang tidak mau kalah debat.

Aslan hampir naik pitam beradu mulut dengan Audrey. "Dasar cewek, gak pernah mau salah,"

"Udah, jangan berantem. Pusing mama dengernya," sahut Tisha. "kalian berdua salah, dan harus mama hukum." lanjutnya seraya melipat kedua tangan di dada.

"Hah? Dihukum?" Mereka dua kompak berbicara.

"Iya, kalian masakin mama makanan. Mama gak makan karena nungguin kalian. SE-KA-RANG!" titah Tisha dengan menatap anaknya secara bergantian. "sebenarnya, mama gak mandi juga karena kalian gak pulang-pulang. Tapi, kalian gak perlu mandiin mama. Emang mama udah kolot banget, sampe dimandiin? Ya udah gercep sana!" tambahnya.

"Tapi, Audrey gak pande masak!" Audrey gelagapan.

Aslan berbicara dengan Audrey. "Lo cewek gak sih? Masak aja gak bisa,"

"Cewek lah! Emangnya lo bisa masak?" tanya Audrey yang menyelepekan Aslan.

"Bisa lah, gue kan cowok multi-talented. Makanya banyak cewek yang suka," Aslan tersenyum miring.

"Udah, jangan debat lagi. Kerjain sekarang! Mama udah laper. Jangan kelamaan, keburu mama mati." pekik Tisha seraya menutup kedua telinganya.

Mereka pun mau tidak mau, harus mengindahkan kata-kata Tisha.

UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang