Salahkah aku meragukanmu? Ketika kau tak pernah mengatakan apapun.
Cinta itu apa? Bagaimana? Apa cinta itu akan hadir ketika dua orang selalu bersama? Atau kah, dua orang yang selalu mengumbar kemesraan? Tidak, tidak dua duanya. Bagi ku, cinta bukan sekedar tentang seberapa lama mereka bersama, atau seberapa sering mereka mengutarakan cinta.
Cinta itu tak mengenal waktu, cintapun tak mengenal tempat. Dia datang dengan sendirinya, dia datang dengan atau tanpa di minta. Cinta itu tentang hati dan ketulusan. Kita tidak dapat menebak, kapan? Dengan siapa dan dimana cinta kita dilabuhkan?
Dia yang selalu mengumbar kata kata manis, belum tentu ia mencintai, bisa saja dia hanya seorang pembuai. Atau, dia yang selalu ada di sampingmu, belum tentu dia mencintaimu, mungkin saja dia pengangguran, sehingga dengan gampangnya dia bisa menemanimu.
Aku tersenyum ketika menemui Chandra di depan pintu rumahku. Chandra mengerutkan keningnya ketika melihat wajah pucatku, sangat jelas terlihat dari ekspresinya. Ia menempelkan punggung tangannya di dahi dan pipi ku, mungkin memastikan kalau aku tidak baik baik saja.
"Gak usah berangkat ya dek. Kamu istirahat aja." ucap Chandra setelahnya.
Aku tersenyum berusaha memecah kekhawatiran dari Chandra yang sangat terlihat jelas di wajahnya. "Arindi gak papa, Arindi baik-baik aja. Jadi-" ku tarik hidung mancung Chandra pelan, "Ayo." Ucapku dan menaiki motor Chandra.
Disepanjang jalan, tak banyak percakapan yang terjadi. Chandra hanya fokus untuk cepat sampai di tujuan kami, mengingat keadaanku yang kurang baik hari ini. Ia mengambil tanganku yang ada di sampingnya, menggenggamnya erat dan menoleh sebentar saat lampu menunjukkan warna merah.
"Baik - baik aja kan?" tanya Chandra
Rasanya aku ingin menarik lagi hidung mancungnya itu, sedari tadi kalimat yang keluar dari bibirnya hanya 'baik - baik aja kan?'. Aku hanya tersenyum dan mengangguk membiarkan dia fokus kembali di jalanan yang lumayan padat ini. Chandra mengangguk dan melepaskan tanganku untuk kembali memegangi setir motornya. Aku bisa melihatnya memperhatikanku dibalik kaca spion itu, senyumnya astaga.
Chandra memarkirkan motornya setelah kami sampai di tempat tujuan, sebuah cafe dengan design classic. Kami memasuki cafe dengan berjalan beriringan. Banyak pasang mata yang menatap kami berdua. Ahh aku lupa, Chandra masih mengenakan seragam PDlnya. Aku selalu tidak suka kalau Chandra mengenakan seragam kebanggaannya, bukan apa apa, aku hanya tidak menyukai menjadi bahan tontonan mereka.
"Abang sih kenapa tadi gak ganti dulu."
"Eh?"
"Jadi bahan tontonan noh. Males aja jadi perhatian mereka."
Chandra hanya tertawa mendengar ocehanku itu. Bukan hanya sekali aku mengomeli Chandra seperti itu, berkali-kali. Mungkin orang lain menganggapku aneh, tapi ya inilah aku. Aku tidak suka menjadi bahan tontonan, just it. Bukannya aku tak bangga, bangga itu pasti namun kalau sudah diperhatikan gini yang ada malah risih.
Kami duduk di sebelah jendela, lumayan sedikit jauh dari yang lainnya. Agar kami dapat ngobrol leluasa berdua. Awkward moment, ketika Chandra menatapku serasa ingin mencari jawaban atau menemukan jawaban dari ku.
"Maafin abang ya Rin." ucap Chandra memecah keheningan.
Aku menggeleng pelan. "Bukan abang, harusnya aku yang minta maaf bang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Far ?
Teen Fiction[END] "Aku tidak dapat menjanjikan untuk terus bersamamu. Tetapi aku akan selalu berusaha pulang. Dan kamulah alasannya" Mencintai Abdi negara bukan perkara yang mudah. Butuh extra kesabaran dan kepercayaan. Mencintai Abdi Negara adalah suatu kebang...