Bab 2

16.7K 559 1
                                    

Semenjak kejadiaan itu Nattan tak bisa tidur dengan tenang, pikiranya terus saja melayang memikirkan nasib Dara yang sudah hancur karenanya. Nattan belum tahu bagaimana keadaan Dara sejak kemarin. Ia ingin melihat keadaan Dara tapi ia belum berani menunjukkan wajahnya.

Nattan merasa ia gagal menjadi pria yang sejati. Dulu ia pernah merusak Dalea dan sekarang adiknya? Astaga! Pria macam apa dia ini?! Nattan memukul-mukul kepalanya atas kebodohnya, ia takut Dalea akan marah besar padanya karena telah memperkosa adik kesayanganya.

"Dan bagaimana jika Dara nanti hamil anaknya? Pasti Lea akan membencinya dan akan meninggalkanya. Gak-gak ini tidak boleh terjadi"

"Argh!" Nattan berteriak frustasi. Rencana menikah dengan Dalea pada tahun depan akan terancam batal jika Dara mengandung anaknya dan apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus menyingkirkan bayi itu? Tidak! Ia tidak sekejam itu pada bayi yang tidak berdosa itu, apa lagi jika itu adalah darah dagingnya sendiri. Nattan tak bisa melakukannya.

Semua ini karena ia terlalu emosi pada Dalea yang tak kunjung menerima lamarnya padahal usianya sudah menginjak dua lima tahun tapi ia belum juga mengakhiri masa lajangnya, bahkan mamahnya mengancam akan menjodohkanya dengan anak teman arisanya jika di tahun ini ia belum menikah juga.

Nattan menatap nanar kotak merah yang berisikan cincin emas di dalamnya. Ia berencana akan memberinya pada Dalea tapi jika suatu hari nanti ia mendengar kabar kehamilan Dara, maka dengan sangat terpaksa cincin ini akan diberikan untuk Dara. Nattan menutup kotak cincin itu, lalu ia memasukanya lagi ke dalam laci meja kerjanya dan ia berharap Dalea-lah yang akan memakai cincin ini.

Flash back

Pagi ini Nattan sedang bersantai dengan papah yang kini asik menonton berita.

"Nat?" panggil Yuni, mamahnya.

"Ada apa, mah?"

"Kamu sama Lea itu serius gak sih?"

"Ya, seriuslah, mah."

"Kalo serius ya, cepat di lamar. Mamah tuh bosan liat kamu yang masih pacaran terus. Usia kamu sudah dua puluh lima tahun, Nat. Seharusnya kamu itu sudah punya anak,"

"Tapi kamu masih aja pacaran kaya anak ABG, kalau kamu gak mau menikah juga mending kamu mamah jodohkan sama anak teman mamah,"

"Iya, aku akan segera melamar Lea, dah aku mau ke kamar," Nattan beranjak dari duduknya lalu masuk naik ke kamarnya.

Di dalam kamarnya, Natatan membuka ponselnya dan ada satu pesan dari kekasihnya. Hingga pesan singkatnya berakhir dengan ketemuan makan siang nanti.

Seperti janjinya mereka akan makan siang di restoran jepang. Dan Nattan sudah duduk manis menunggu kedatangan sang pujaan hatinya. Nattan berdiri menyambut kedatangan Dalea dengan penuh suka cita lalu  ia juga mencium pipinya dan menarik kursi untuknya.

"Terimakasih, sayang."

"Iya sama-sama," Nattan duduk dihadapanya sembari menumpuk tangan Dalea. 

"Ada apa?  Kamu kok tumben ajak aku makan siang,"

"Kenapa kamu sibuk?"

"Yah enggak, cuma nanti aku pergi ke Bandung."

"Kamu mau ke Bandung kok gak kasih tau aku?"

"Aku sudah mau bilang tapi kamu bilang kamu lagi sibuk yah, udah aku diam aja."

"Maaf," cicitnya.

Nattan memajukan kursinya dan mencium tangan Dalea.

"Aku ingin tahun ini kita menikah, Lea."

Dalea terdiam cukup lama. Ia tak mungkin menikah di tahun ini di mana usahanya lagi naik-naiknya dan ia juga ingin menyekolahkan Dara ke kampus yang elit.

Second Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang