Bab 4.

12.5K 484 1
                                    

Akhir-akhir ini Dara merasa perutnya sangat mual-mual, sampai-sampai ia memuntahkan semua isi perutnya hingga membuat tubuhnya menjadi lemas, tak mampu menopang tubuhnya. Dara takut hal-hal yang tidak ia inginkan terjadi padanya. Dara takut jika ada janin di dalam perutnya ini. Dara belum siap menjadi seorang ibu di usianya yang masih belia, apalagi ia belum memiliki suami ataupun seorang kekasih. Pasti orang-orang akan berpikiran buruk padanya. Dara harus segera beli tespack di apotik untuk memastikan jika ia hamil atau tidak. Dara menyambar jaketnya lalu bergegas pergi.

Melihat Dara pergi tidak bilang-bilang padanya membuat Dalea merasa khawatir atas kepergian Dara. Tak biasanya Dara pergi tanpa berpamitan dulu padanya dan ia juga melihat Dara membawa motornya dengan kecepatan yang tidak biasa.

Kini Dara sudah berada di dalam kamarnya, ia mengunci pintunya dan ia mengeluarkan tespack yang baru saja ia beli tadi. Dengan tangan yang bergetaran Dara mulai membuka bungkus tespacknya. Dara menghela berat napasnya, ia memutar knop pintu kamar mandi lalu melangkah masuk.

Dara jatuh terperusut ke bawah lantai saat melihat hasil tespack itu menujukkan garis dua, berarti ia saat ini positif hamil anak dari Nattan yang sudah memperkosa dirinya. Dara melemparkan benda pipih itu lalu mencambak rambutnya frustasi.

"Kenapa semua ini terjadi pada ku!" Dara berteriak lalu memeluk kedua lututnya. Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Kenapa harus dia yang kehilangan masa depanya kenapa tidak orang lain saja.

Dalea merasa ada yang aneh pada sikap adiknya. Tak biasanya Dara jadi tertutup seperti ini bahkan tadi siang saja Dara menolak untuk makan siang bersamanya. Dalea takut Dara terjadi sesuatu padanya karena Dalea tak bisa melihat Dara jadi pendiam seperti ini.

Dalea menaruh gelasnya saat melihat Dara keluar dari kamarnya. Dalea langsung menarik tangan Dara untuk mengajaknya bicara perihal sikap pendiamnya ini.

"Ada apa kak?" tanya Dara seraya menatap pergelangan tanganya yang pegang oleh Dalea.

"Kakak mau bicara," Dalea mendudukan Dara di sofa dan ia juga duduk di sampingnya.

"Aku liat kok akhir-akhir ini kamu jadi pendiam? Ada apa?" tanya Dalea langsung pada ke intinya saja.

Tak ada pilihan lain selain ini. Dara sebisa mungkin untuk menutupi semua masalahnya dari kakaknya. Dara tak ingin Dalea tahu akan kehamilan dirinya.

"Aku ada masalah dengan bos ku, kak." alibinya.

"Huft! Kan aku sudah bilang mending kamu tuh kuliah aja atau enggak kerja di perusahan ayah,"

"Dara mau hidup mandiri kak,"

"Tapi gak gitu juga caranya, Ra. Yang ada kamu jadi stress sendiri sama kerjaan kamu," nasehat Dalea pada Dara. Sebelum ayah angkatnya meninggalkan. Ayahnya sudah berwasiat untuk mengembangkan usaha ayahnya yang memproduksi roti yang memiliki tiga cabang di luar pulau Jawa. Maka dari itu Dalea selalu menolak untuk di ajak nikah oleh Nattan di tahun ini.

"Yah udah kalo gitu kamu makan dulu gih habis itu kamu tidur,"

"Oh iya, Ra. Kayanya aku hari ini gak pulang. kamu gak apa-apakan di rumah sendirian?"

"Soalnya aku lembur jadi malas buat pulang ke rumah,"

"Dara sudah besar kali, kak. Ngapain harus cemas seperti itu,"

"Sip! Kamu makan gih sana!"

"Iya," Dara jalan ke dapur. Ini kesempatan yang besar untuk bisa pergi dari sini. Tak ada pilihan yang lain untuk mengasingkan diri dan menyembunyikan kehamilanya pada semua orang.

"Aku harus bisa melakukannya," guman Dara.

Setelah menghabiskan makananya Dara langsung naik ke kamarnya dan mengemasi baju-bajunya serta barang yang merasa ia butuhkan. Setelah selesai mengemasi barang-barangnya. Dara turun ke bawah melihat apakah kakaknya sudah pergi kerja atau belum. Melihat mobil Dalea yang tak ada diparkiran, Dara langsung membawa turun barang-barangnya.

Merasa kondisi rumahnya sudah aman, Dara langsung menghidupkan mobilnya lalu menancap gas. Untuk malam ini Dara menginap di hotel dengan tarif yang murah. Ia tak mau menginap di hotel berbintang lima karena ia takut uang tabunganya habis.

Kini Dara sudah berada di kamar hotel. Ia mulai mencari kos-kosan yang murah di sekitar area hotel karena dekat dengan tempat kerjanya. Setelah lama ia mencari kos-kosan di ponselnya tidak ada satu kos-kosan pun yang murah di daerah ini. Dara berdecak frustasi. Kos-kosan yang ia cari tak kunjung dapat dan ia juga tak mungkin kembali ke rumahnya.

Hingga Dara teringat dengan satu nama teman Dara yang orang tuanya memiliki Kos-kosan murah. Dara membuka tasnya lalu mengambil ponselnya dan menelpon temanya.

"Hallo,"

"Iya, Ra. Ada apa?"

"Gih nih, Zam. Gua mau nanya itu kos-kosan punya lu masih ada yang kosong?"

"Ada sih tinggal satu, Kenapa? Lu mau ngekos?"

"Iya gau mau ngekos,"

"Lah? Kenapa? Bukanya lu itu orang kaya?"

"Ck! Yang kaya itu mah kakak gue,"

"Sama aja bego"

"Udah deh lu gak usah banyak tanya. Besok gua mau ke situ"

"Oke gua tunggu,"

Dara memutuskan telponya sepihak. Kini Dara bisa bernapas dengan legah, Nazam teman kecilnya selalu bisa ia andalkan. Gak salah ia mau berteman denganya.

Dara melihat tubuhnya dipantulan cermin. Ia tak mau mengandung darah daging pria brengsek itu. Ia masih belum bisa memaafknya begitu saja setelah apa yang ia lakukan padanya begitu menghina dirinya.

Dara ingin menyingkirkan anak pria itu. Ia tak mau darah Nattan hinggap di perutnya. Ia tidak sudih dan enggan untuk menerima kehadiranya.

Second Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang