Ollin membulatkan matanya, lantas mengerjap beberapa kali. Kerutan di dahinya terlihat begitu jelas, pipinya bersemu merah---bukan, bukan karenadia tengah malu, bukan juga kerena jatuh cinta atau bertatap muka dengan sang pujaan hati, hidungnya pun sudah kembang-kempis, bahkan giginya sampai bergemelatuk.
"What!! Bapak nggak serius kak nyoret-nyoret karya tulis super menakjubkan saya ini?!" Tanyanya dengan kesal, membuat suasana hening ruang dosen Gray seketika terasa ramai.
Si Bapak atau laki-laki bernama Gray Asean Yanuardi itu hanya menatapnya sekilas lantas kembali asyik dengan kegiatannya. Jari-jemarinya begitu lincah mencoret dan melingkari beberapa tempat dalam teks pengantar dari skripsi Ollin. Ini baru kata pengantarnya, dan Gray sudah menemukan lebih dari sepuluh lingkaran serta coretan yang tak terhitung lagi oleh pandangannya.
"Bapak ih!"
Gray melarikan atensinya pada dara cantik tua itu, kemudian salah satu alis tebalnya terangkat tinggi, hingga menimbulkan kerutan dalam pada dahi mulusnya. Tatapan laki-laki itu, entah mengapa terlihat menyebalkan bagi Ollin, hingga membuat Ollin ingin melemparkan sepatu sneakers kesayangannya tepat pada mata dosen tersebut. Ya, jika Ollin tidak ingat kalau laki-laki di depannya ini dosennya sendiri.
"Menakjubkan apanya Alana? Typonya yang menakjubkan? Tanda bacanya yang luar biasa salah? Atau ejaan dan bahasa kamu yang bikin saya sakit mata?" Suaranya terdengar meremehkan, membuat Ollin mencebikkan bibirnya kesal.
"Ya elah Pak, typo aja dipermasalahin." Ollin tidak terima dirinya disalahkan. Gray berdecak, pantas banyak dosen yang mengeluh, mahasiswi satu ini memang luar biasa menyebalkan. Kenapa Ollin tidak di-DO alias drop out saja sih? Daripada buat onar seperti sekarang ini. Menyusahkan semua saja.
"Ya kalau typo kamu nggak buat orang lain salah sangka Al. Pertama, ada kalimat seperti ini--terima kasih untuk Pak Gray yang telah membimbing dan meneneni saya selama pengerjaan skripsi ini--nah, kamu pikir ini bukan masalah besar gitu? Typo kamu itu luar biasa banyaknya Al, baru setengah saya baca saya udah nemu lebih dari sepuluh typo. Lagipula, saya tadi kan udah bilang, lebih baik kamu fokus dulu sama bab satunya, kata pengantar dibuat setelah semua selesai." Gray berkata dengan datar, nyaris tanpa intonasi. Ollin meringis, mengangguk---berpura-pura mengerti, meski nyatanya tidak sama sekali.
"Tapi kan Pak Gray cuma mengajari saya, Bapak nggak berhak dong kasih coret-coretan gitu? Yang berhak tetap dosen pembimbing saya yang asli. Bapak itu cuma pengganti," Ollin menekankan kata pengganti hingga membuat ego Gray tersenggol. Laki-laki itu menghujani Ollin dengan tatapan sinisnya.
"Saya cuma kasihan sama Pak Bukhari, beliau nggak seharusnya baca tulisan amburadul kamu ini. Kamu harusnya bersyukur Al, masih ada dosen yang mau membimbing kamu, ngasih kamu masukan, coba aja kalau nggak ada, alamat nggak bisa sarjana kamu. Lagian saya heran, bukannya dulu kamu ini mahasiswi berprestasi? Harusnya dua tahun lalu kamu sudah lulus, tapi kenapa sampai sekarang masih jalan di tempat kayak gini? Teman kamu banyak yang sudah S2 loh." Ollin menghela napasnya, telinganya mendadak panas mendengar ceramah dosen itu. Tampangnya saja yang terlihat datar, aslinya laki-laki itu sangat cerewet. Melebihi kecerewetan Mamanya saat ia lupa memberi kabar. Dan ya, lagi-lagi, kenapa masa lalunya harus diungkit-ungkit, sih?
"Bukan urusan Bapak. Yang lalu biar berlalu. Jangan ngadep belakang, nanti pusing," balas Ollin terdengar seperti candaan. Namun, dosen tampan tersebut tidak menangkapnya demikian, Gray dapat merasakan binar sendu yang terpancar dari mata gadis itu. Gray paham. Sepertinya topik 'masa lalu' bukanlah topik yang tepat untuk dibicarakan sekarang. Entah masalah apa yang menimpa mahasiswi itu, Gray tidak mau ikut campur. Dan sepertinya pula, niatnya untuk membuat Ollin kesal harus pupus sekarang.
"Ya minum obat kalau pusing, gimana sih kamu?" Dahi Ollin berkerut.
"Iyalah Pak, minum obat. Kalau minum racun tikus, malah sembuh total dong. Eh ngomong-ngomong, siapa Pak yang pusing? Bapak pusing? Kok tiba-tiba jadi pusing? Saya bawa obat kok Pak, sebentar saya ambilkan." Ollin buru-buru meraih tas yang berada di kursi sebelahnya, menarik resleting, tangannya kemudian merogoh kantung paling depan. Beberapa tablet obat langsung gadis itu sodorkan pada Gray. Bibir Gray berkedut, ia nyaris tersenyum.
Gadis ini, ternyata Alana Ollin Nadheranjani ini benar-benar memiliki otak mulus minim lipatan. Yang benar saja! Yang bilang pusing siapa, yang heboh siapa.
"Otak kamu mulus ya," kata Gray bermaksud mencibir Ollin. Ollin tersenyum lebar, "Eh masa sih Pak? Makasih pujiannya. Padahal saya nggak pernah ngasih otak saya brain care loh, pakai skin care aja jarang. Tapi Bapak tahu dari mana kalau otak saya mulus? Bapak bisa ngeramal ya? Atau Bapak bisa lihat organ dalam saya. Mata Bapak ajaib ih." Gray berdecak. Mahasiswinya itu tololnya memang minta ampun.
Ke mana perginya sifat rusuh mahasiswi ini tadi? Kenapa yang ada jadi Ollin versi polos yang terlihat menggemaskan? Tapi entah kenapa Gray malah senang melihat tatapan heran Ollin dibanding tatapan sendunya? Wah, ada yang tidak beres dengan dirinya.
"Iya, mata saya emang ajaib. Bahkan saya bisa lihat masa depan kamu. Kamu bakal makan nasi," kata Gray asal.
Ollin mangguk-mangguk, "Bapak bisa ngeramah toh. Ok deh, lihat nanti, saya bakal makan nasi apa enggak." Entah, untuk yang ke berapa kalinya, Gray geleng-geleng kepala. Ketololan Ollin sepertinya sudah memiliki hak paten di otak gadis itu. Luar biasa, seumur hidup belum pernah Gray bertemu dengan manusia yang sudah mematenkan ketololan pada fungsi otaknya.
Luar biasa!
"Ya sudah, kamu lupakan soal kata pengantar dan pusing tadi. Sekarang kamu buat latar belakang untuk bab pertama. Kurangi kesalahan. Paham?!" Ollin hanya mengangguk tanda paham.
TBC
Huaa garing guys, belum lucu.
Maaf ya baru update. Maaf juga untuk typonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skripsurd | ✔
RomanceGray, Ollin, dan skripsi absurd yang mendekatkan hati mereka. Sayangnya, gengsi menjadi benteng tinggi yang menghalangi dua hati itu untuk bersatu. Warning : lil bit mature content and harsh word. Be wise!