[07] SC | Perminta-maafan yang Gagal

20.8K 1.8K 121
                                    

Gray merasa perasaannya tak tenang, ia tidak tahu apa yang membuat perasaannya resah seperti sekarang. Yang pasti, ia merasa sudah melupakan sesuatu. Ia membaringkan tubuhnya ke atas ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang tampak temaram lantaran lampunya yang tidak dinyalakan. Otaknya berusaha mengingat-ingat apa yang hari itu telah ia lupakan.

"Astaga, aku inget sekarang. Tadi aku udah ngomong kasar sama Alana. Dia pasti sakit hati. Haduh Gray, kenapa mulutmu nggak pernah kamu jaga baik-baik, sih?" Monolognya merutuki dirinya sendiri.

"Kalau udah gini kan jadi malu mau minta maafnya." Ia mendesah kesal.

"Mana nanti itu anak kegeeran lagi. Gimana ya?" Gray mengacak kesal rambutnya yang kali ini tampak berantakan, tidak sama seperti biasanya yang klimis dan rapi.

"Tapi kalau nggak minta maaf, malah bahaya. Apa aku minta maaf aja ya? Itu anak di mana? Jangan-jangan di kamarnya?" Gray kemudian beranjak dari pembaringannya. Lantas melangkahkan kaki keluar dari kamar itu.

Gray langsung menuju kamar Ollin, mengetuk pintu kamar itu beberapa kali namun tak mendapat sahutan. Gray lantas mencoba membuka pintunya, dan ketika ia melongokkan kepalanya ke dalam, ia sama sekali tidak mendapati Ollin di dalamnya.

"Kok nggak ada ya?" Tanya dosen tampan itu pada dirinya sendiri.

"Jangan-jangan karena tersinggung, dia pergi? Ya bagus aja kalau dia pergi, aku malah nggak kerepotan. Tapi, kenapa rasanya masih nggak tenang?" Gumamnya bingung.

Mendengar suara panci jatuh dari arah dapur, Gray seketika melangkahkan kakinya ke sana. Matanya mengernyit menatap Ollin.

"Ngapain kamu?" Tanyanya. Ollin terkejut, mengambil pancinya lalu berbalik arah menghadap Gray.

"Eh Bapak? Ini loh, saya mau masak." Gray menaikkan satu alisnya.

"Seriously? Kamu masak? Saya takut kamu buat apartemen saya kebakaran, saya nggak percaya kamu bisa masak," kata Gray mencemooh. Ollin mencebikkan bibirnya.

S

eraya menggelung rambut sepanjang punggungnya, Ollin menatap Gray dengan pandangan tak bersahabatnya, "Ya sudah kalau bapak nggak percaya. Saya nggak butuh kepercayaan dari Bapak, emang Bapak siapa saya? Nggak usah ngerasa sok penting deh," ketus Ollin dengan mimik mencibirnya.

Gray tertawa mendengar ucapan Ollin itu, "Rupanya kamu bisa marah juga, ya Al? Saya belum pernah ngelihat kamu marah sih. Paling mentok, ya kamu ngambek. Kamu kalau marah lucu, ya? Hidung kamu kembang kempis, mana warnanya merah lagi. Mata kamu melotot, udah mau keluar aja dari tempatnya. Pipi kamu juga, langsung menggelembung gede kayak bakpao gini. Ya Tuhan, saya gemes tahu nggak?" Di sela-sela tawanya, Gray berjalan mendekat, menyempatkan tangannya untuk mampir di pipi Ollin dan mencubit dengan gemas bagian wajah Ollin itu.

Mata Ollin yang semula sudah melotot makin melotot, ia tidak menyangka dengan perlakuan dosennya itu. Wajah Gray tampak bahagia karena berhasil meledek Ollin. Wajar saja, selama ini selalu Ollin lah yang berhasil meledeknya, dan sekarang giliran ia yang berhasil. Gray baru tahu bagaimana rasanya berhasil meledek seseorang, ternyata ada kepuasan tersendiri.

Pantas saja banyak orang yang suka meledek orang lain. Ternyata meledek bisa memunculkan rasa sebahagia ini. Batin Gray masih dengan euphoria keberhasilannya.

"Ish, Pak! Jangan cubit-cubit dong, nih saya juga bisa cubit-cubit bapak." Ollin langsung melayangkan cubitannya pada perut Gray. Namun bukannya merasa sakit, laki-laki itu malah tertawa, "Kamu mau nyubit apa gelitikin saya, sih? Yang ada geli, bukan sakit Alana," ucap Gray beserta tawanya yang makin kencang. Perut Gray memang keras, maklum saja laki-laki itu sering melatih otot perutnya agar terbentuk. Dan hasilnya, tadaaa! Perut Gray terlihat seperti roti sobek yang menggoda untuk digigit, untung area itu masih tertutup dengan kaos polo Gray. Kalau tidak? Entahlah apa yang akan terjadi.

Skripsurd  | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang