Double up?
Iya atau tidak?
***
Ollin mengulas seutas senyum pada wajahnya, tatapan mata perempuan itu sepenuhnya tertuju pada Gray, yang tampaknya masih shock dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Aldi sudah pergi, Gray sendiri yang menyuruh Aldi pulang terlebih dahulu tanpa ia antar. Untung saja Aldi tidak keberatan, laki-laki itu tampaknya tidak sekhawatir Gray. Lagipula untuk apa dirinya khawatir? Tidak ada yang salah dengan dirinya. Setidaknya begitulah yang terpikirkan oleh laki-laki yang berteman dekat dengan dosen mata kuliah ilmu telekomunikasi tersebut.
Mata Ollin semakin berbinar melihat beberapa hidangan makanan yang baru diantar oleh pelayan cafe. Banyak jenis makanan yang perempuan itu pesan, mulai menu pembuka, kemudian menu utama, dan terakhir menu penutup yang berjumlah dua jenis. Yaitu ; cupcake coklat dengan toping strowberry di atasnya, juga puding pelangi yang warna-warnanya dibuat dari bahan-bahan alami. Seperti warna jingga yang dihasilkan dari sari wortel, hijau dari daun bayam. Memang tidak semua warna dalam pelangi ada di puding itu, namun karena memang warnanya yang beraneka ragam, puding itu dinamakan puding pelangi.
Sebenarnya Ollin tidak terlalu menyukai makanan manis, karena baginya ia sendiri sudah terlalu manis. Pamali kalau manisnya berlebihan, bisa-bisa diabetes, kasihan dengan keturunannya nanti yang bakal menuruni gen si orang tua. Maksudnya, anak yang terlahir dari orang tua yang memiliki riwayat terkena diabetes, memiliki kemungkinan besar terkena diabetes juga. Makanya, jika tidak ingin terkena diabetes, tapi suka yang manis-manis, kini sudah ada solusinya, cukup menatap Ollin selama sepuluh menit perharinya, dijamin kalian tidak akan sembuh. Ollin tidak sekuat itu mempengaruhi keinginan kalian untuk tidak memakan makanan bercita rasa manis. Ollin bukan pahlawan super. Hei! Itu bukan solusi!
"Kamu yakin bisa menghabiskan seluruh makanan ini, Al?" Tanya Gray dengan nada takjub, saat melihat Ollin bersiap menyantap hidangan pertamanya. Ollin menaikkan kedua alisnya, sebenarnya kalau ia bisa menaikkan satu alisnya, barangkali yang bakal tertulis di narasi adalah ; Ollin menaikkan satu alisnya. Namun kenyataan menyatakan Ollin tidak bisa melakukan gerakan itu. "Kalau saya nggak bisa, saya nggak bakal mesen sebanyak ini, Pak! Gimana sih? Bapak keberatan gitu, kalau saya ngehabisin uang bapak?" Sentak Ollin dengan tatapannya yang berubah tajam pada Gray.
Keberanian Ollin terhadap Gray semakin besar ketika ia mengetahui rahasia dosennya itu. Gray tidak bisa berbuat apa-apa, ia sudah kepalang basah, percuma membuat dalih macam apapun untuk membela dirinya. Meski apa yang dituduhkan Ollin padanya juga tidak tentu benar. Hampir tiga tahun menjadi dosen dan kerap bertatap muka dengan Ollin, Gray cukup tahu bagaimama peringai mahasiswinya itu. Keras kepala, terkadang sombong, seenaknya sendiri, tidak punya etika dan masih banyak lagi keburukan Ollin yang tersimpan di memori ingatannya. Pendirian Ollin juga termasuk sangat kuat, sehingga tidak mungkin ia bisa mempengaruhi mahasiswinya itu dalam waktu yang relatif cepat. Ia masih baru menjadi dosen―cukup baru karena masih tiga tahun ia berprofesi sebagai dosen―tapi kenapa ia harus dihadapkan dengan mahasiswi macam Ollin ini? Awal mulanya Gray tidak percaya kalau ada jenis mahasiswi seperti Ollin, yang cukup berani yang malah bisa dikatakan tidak sopan, saat berhadapan dengan dosennya sendiri. Untung saja kebanyakan dosen di fakultas yang Ollin geluti bidangnya itu, memiliki sikap humoris dengan pemikiran terbuka sehingga tidak gampang tersinggung dengan kata-kata nyablak perempuan tersebut―Ollin. Ingin rasanya Gray menyerah, dan kembali menjadi guru SMA saja. Tapi, menjadi dosen bukankah sudah menjadi impiannya? Sia-sia dong, kerja kerasnya selama ini untuk menjadi dosen, hanya karena ia ingin menyerah gara-gara sikap mahasiswinya itu?
"Tentu saja saya keberatan Alana, kamu ini bukan siapa-siapa saya, pacar bukan, istri bukan, selingkuhan? Apalagi! Jelaslah, saya keberatan uang saya habis untuk kamu. Gini-gini saya juga cinta loh sama uang saya." Dengan nada kesal Gray membalas ucapan Ollin tadi, mendengar gerutuan sang dosen Ollin hanya mengandalkan cengirannya. Memang gara-gara Ollin memergoki Gray tengah berpelukan dengan Aldi, perempuan itu segera memanfaatkan keadaan. Ollin mulai melancarkan aksinya memeras sang dosen. Lagipula cukup menguntungkan, ia tidak perlu bersusah payah mengeluarkan uangnya. Sehingga jumlah uangnya tetap utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skripsurd | ✔
RomansaGray, Ollin, dan skripsi absurd yang mendekatkan hati mereka. Sayangnya, gengsi menjadi benteng tinggi yang menghalangi dua hati itu untuk bersatu. Warning : lil bit mature content and harsh word. Be wise!