10.

5.9K 374 1
                                    

Sepanjang perjalanan Ditya berusaha mengajakku ngobrol yang kutanggapi dengan ogah-ogahan.

Hingga mobil telah sampai gang menuju rumahku, aku menyuruh Ditya berhenti. Tidak mungkin aku diantar sampai depan rumah, yang ada bakal kena ultimatum lagi dari Ibuk.

Ditya yang bingung menepikan mobilnya, dan menatapku yang sedang bersiap turun. "Kenapa turun di sini? Kan rumah kamu masih jauh?" tanyanya.

Kali ini aku nggak perlu bertanya-tanya dari mana Ditya tahu rumahku, sudah pasti Nita and the genk pelakunya.

Aku menghentikan aktivitasku dan berbalik menatap Ditya sebelum menjawab. "Dit, aku nggak yakin kamu bisa lolos gitu aja dari ibu aku, kalau kamu nganter sampai depan rumah."

"Udah, nggak usah banyak protes, udah untung aku mau dianterin," lanjutku cepat saat kulihat Ditya hendak mengatakan sesuatu.

Tanganku sudah bergerak hendak membuka pintu mobil, tapi tidak bisa karena masih dikunci. Kutolehkan kepala saat mendengar Ditya bersuara, "Nggak mau bilang makasih, nih?" sindirnya.

Aku memutar bola mataku, dan menjawab dengan malas. "Iya, makasih udah dianter. Sekarang buka pintunya!"

Di luar dugaan, Ditya malah keluar mobil dan berjalan menuju pintuku. Ditya membukakan pintu untukku dan menungguku.

"Ngapain sih, bukain pintu segala?" protesku sebelum turun.

"Tadi kamu yang minta dibukain pintu, kan?" jawabnya dengan muka polos yang dibuat-buat.

Argh, pengen nyakar mukanya.

"Hhh, terserah!" ketusku sembari berjalan pergi melewatinya begitu saja. Masih sempat kudengar tawa Ditya sebelum terdengar suara khas pintu mobil ditutup.

Aku butuh berbaring dan menjernihkan pikiranku.

***

Jelang tengah malam, aku merebahkan tubuhku di kasur, hari ini terasa sangat panjang.

Setelah sampai rumah tadi, aku memilih melanjutkan pekerjaan rumahku, seperti menyetrika dan meyiapkan makan malam. Usai makan, sementara Rina mencuci piring, aku menidurkan Bella dilanjutkan dengan aku meneruskan jahitanku dan terlarut dalam aktivitas ini hingga larut malam.

Sejujurnya, aku masih kepikiran dengan tawaran Ditya dan keluarganya, masih nggak habis pikir, kenapa mereka memilihku untuk dijadikan "istri"nya Ditya?

ART sih lebih tepatnya, tapi kan tetap saja, yang tahu sandiwara ini hanya segelintir orang, sementara yang lain tahunya kita suami-istri.

Tak kunjung mendapat pencerahan, aku memutuskan untuk bersiap tidur dan tak mau lagi memikirkan Ditya dan segala keanehannya.

Tanganku terulur mengambil foto Mas Rafi di nakas, mendekapnya dan membawanya ke dalam tidurku.

***

Senin pagi aku sudah sibuk wara-wiri di dapur. Ya, karena aku sedang membuat snack yang kemarin dipesan Dani.

Aku tidak sendirian, seperti biasa, kala aku mendapat pesanan berlebih, Ibuk dan Mbak Nisa dengan suka rela membantuku, meski aku menolak, mereka akan tetap turun tangan juga.

Karena snacknya akan diambil pukul delapan pagi, jadilah sedari jam 3 dini hari aku telah bangun dan mulai membuat kue dan yang lainnya, selepas subuh baru Ibuk dan Mbak Nisa datang membantu, sementara Rina membantu dengan cara menyiapkan sarapan dan bekal untuk Bella dan Miko.

Second LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang