31.

5.4K 370 7
                                    

Sesampainya di Bandung, kami kompak langsung tidur tanpa makan dahulu. Karena kami sampai sekitar pukul sebelas malam.

Keesokannya aku langsung menyibukkan diri dengan beberes rumah. Selain memang rumah yang perlu dibereskan, aku sengaja melakukan ini untuk mengalihkan pikiranku. Menyapu, ngepel dan ngelap. Juga membereskan barang-barangku dan Bella, luyaman membuatku sibuk.

Karena Bella dan Diandra minta tidur di kamar yang sama, jadilah barangnya Bella aku tata di kamar Diandra. Tak hanya itu, Ditya pun mendadak beli ranjang ukuran single untuk Bella agar muat ditaruh di kamar Diandra.

Acara beres-beres ternyata cukup memakan waktu. Sepanjang pagi hingga menjelang sore aku disibukkan dengan kegiatan itu. Pukul empat sore, aku keluar dari kamar mandi dengan tampilan lebih segar setelah membersihkan diri dan keramas.

Karena di sini cukup jauh dari masjid, maka dari subuh kami berjamaah di rumah. Dan kali ini aku harus mencium tangan Ditya sehabis shalat. Untuk memberi contoh pada anak-anak.

Seperti saat ini, kami baru selesai berjamaah shalat ashar. Ditya seperti sebelumnya, menyodorkan tangannya ke arahku dahulu. Aku menyambut dan menciumnya dengan kaku. Selama menikah, baru hari ini aku mencium tangan Ditya lagi. Terakhir aku mencium tangannya seusai acara ijab qabul tempo hari.

Selepas shalat, anak-anak bergegas ke ruang tengah untuk melanjutkan menonton film kesukaan mereka.

Tinggal aku yang kebagian tugas melipat mukena dan sarung ditemani Ditya.

"Kita makan malemnya di luar aja, ya, Yang?" tawar Ditya.

"Terserah, sih, coba deh tanya anak-anak," jawabku acuh.

"Kamu pingin makan apa, Yang?"

"Aku ngikut kamu aja, belum tahu juga daerah sini yang enak apa dan di mana," sahutku sekenanya.

"Ya udah aku nyuruh anak-anak buat siap-siap dulu, kamu juga, ya? Kita berangkat sekarang aja sambil jalan-jalan bentar," Ditya memajukan tubuh dan mencium pipiku sebelum berdiri dan pergi.

Sudah biasa, aku dicium pipi oleh Ditya, bahkan bibir juga pernah, sudah pasti Ditya yang curi-curi kesempatan. Itu sebabnya, responku sekarang juga biasa saja saat dicium oleh Ditya, nggak lagi berjengit kaget seperti sebelumnya.

***

Kami memutari kota sebentar sebelum makan di sebuah restoran seafood tak terlalu jauh dari rumah. Aku mencicipi sedikit dari beberapa menu yang terhidang.

Moodku masih belum membaik, jadi selera makanku juga belum kembali.

"Dityaa!" seru seseorang dari arah depan kami.

Seorang wanita cantik, dengan tubuh langsing dan style modis berjalan menghampiri meja kami. Begitu sampai di meja kami, perempuan itu tiba-tiba nyelonong cipika-cipiki pada Ditya. Ditya diam saja tak merespon.

Darahku berdesir melihat apa yang dilakukan perempuan itu di depanku dan anak-anak.

"Syl, lagi di sini juga lo?" tanya Ditya agak kikuk, "Oh ya, kenalin ini istri gue," Ditya melanjutkan, tangannya merangkulku.

Dapat kulihat perempuan itu terbelalak kaget, tapi dengan segera bisa mengatasinya. Dan sekarang matanya yang dipoles eyeshadow dan mascara tebal itu mulai menatapku dengan pandangan menilai.

Alisnya terangkat sebelah setelah beberapa saat menatapku. "Oh, jadi elo istri barunya Ditya, elo asal mana?"

Aku tersenyum sopan dan mengulurkan tangan, masih sambil duduk. "Aku Arin, dari Wonosobo."

Second LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang