Bab 2🍃

554 32 0
                                    

Kelas yang tadinya ramai tiba-tiba saja berubah sunyi saat sesosok laki-laki jangkung berkulit putih memasuki kelas XI IPS E. Di belakangnya terlihat wali kelas mereka mengikuti dengan setumpuk buku di tangannya.

Laki-laki itu memakai seragam yang berbeda dari mereka-siswa di kelas itu. Wajahnya yang lumayan membuat beberapa siswi tersenyum genit, kecuali gadis yang duduk di pojok belakang.

"Selamat pagi"

Ucapan siswa baru itu disambut meriah, terutama para siswi. Mereka terang-terangan tersenyum kagum ke arah siswa itu. Meski siswa itu tak melakukan hal yang sama.

"Saya Mario Ananta Vijaya, panggil saja Mario."

"Hai Mario..." Teriakan serentak itu lagi-lagi di dominasi oleh kaum perempuan. Sedangkan Gisell malah sibuk mengecek ponselnya. Dari raut wajahnya, ia seakan terlihat tidak tenang.

Perkenalan singkat itu langsung diakhiri Pak Dharma-Wali kelas mereka dengan meminta Mario untuk duduk di satu-satunya kursi kosong  di pojok belakang kelas. Selanjutnya, Pak Dharma meninggalkan kelas itu, karena memang bukan jamnya untuk mengajar disana.

Saat Mario berjalan menuju kursi di sebelah Gisell, semua mata memandangnya tanpa ampun. Seakan tak rela pangeran baru di kelas mereka harus duduk sebangku dengan gadis penuh aib seperti Gisell.

Gisell tak ambil pusing dengan tatapan tajam teman-temannya, ia menggeser posisi duduknya sehingga ia duduk tepat di sebelah jendela.

"Hai" Mario mengulurkan tangan ke arah gadis itu diiringi senyum samar, Gisell baru akan menerima uluran tangan itu namun sebuah suara menghentikan niatnya.

"Jangan salaman sama dia Mario, nanti kamu kena virus."

Mario menautkan kedua alisnya.  "Virus?"

"HIV" Ucap salah seorang siswa yang langsung disambut gelak tawa siswa lainnya.

"Lo kalau ngomong suka nggak disaring Sin." Ucap Sharena kepada teman sebangkunya Sintya, padahal dia sendiri ikut tertawa.

"Lo beneran sakit?" Mario yang tak tahu apa-apa langsung menjauhkan tubuhnya begitu saja. Ia tahu betul kalau penyakit itu mematikan dan yang lebih berbahaya lagi, itu penyakit menular.

Gisell sempat kaget menerima respon seperti itu dari laki-laki di hadapannya. Namun sedetik kemudian ia berusaha memasang wajah datarnya kembali. Ia tak menggubris pertanyaan Mario. Ia malah kembali berkutat dengan ponselnya-benda mati yang tak akan membuatnya tersakiti.


Love UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang