SEBUAH PREMIS
30-7-2018"Duh Noel, kapan tidurnya sih kamu." Leony terhenyak setiap kali mendapati Noel on line pada saat di mana setiap jiwa seharusnya memberikan hak kepada raganya untuk merecovery energinya.
Akan tetapi Noel bukan sosok yang berada dalam kategori itu. Ia bisa melek kapan saja dan bisa pulas di waktu yang tidak lazim.
"Jangan-jangan kamu punya tuyul peliharaan yang kamu keloni hingga dini hari Noel." Leony bercanda tapi sepertinya lebih mirip ironi.
"Atau jika bukan, manusia dari planet mana sih Noel, yang begitu setia mendampingi kamu catingan hingga dini hari?!" Leony kian jadi penasaran
"Noel... Noel. Sepertinya aku harus mengambil mata kuliah ekstra lagi untuk bisa masuk dan memahami ritme kesejatian diri kamu." Leony sedikit berhayal tentang sisi-sisi yang berbeda pada diri Noel.
"Hm." Leony menarik nafas panjang.
"Aku masih ingat Noel, saat pertama kali kamu mengajak aku swafoto. Padahal saat itu, menanyakan nama aku saja kamu belum pernah. Tau-tau kamu sudah begitu berani mengajak aku berfose."
Sebuah preseden yang kemudian menjadi titik tolak bagi Leony untuk melanjutkan sebuah interaksi."Berbeda". Kata ini lagi yang setiap saat lalu lalang di memory otak Leony. Tentu saja ini sangat tidak lazim bagi Leony. Sebab dua galaksi di jagad raya yang Leoni tahu (bimasakti dan andrimeda) , semuanya memiliki keteraturan. Tapi Noel, tidak dalam skala orbit kedua galaksi ini.
"Berada pada galaksi mana sih Kamu Noel. Sehingga begitu mudahnya kamu keluar dari orbit keteraturan itu?!" Leony setengah berbisik pada dirinya.
Noel di mata Leony tidak sekedar berbeda. Ia adalah prodak zaman dengan segala integritas dan keistimewaan yang langka.
Langka, sebab adanya hanya sedikit di antara sekian banyak generasi di zamannya."Tapi berbedanya kamu tak bisa terbaca dengan intuisi dan empati yang dangkal Noel." Ada sidikit keluhan dalam batin Leony.
"Leony, kamu butuh daya kontemplasi yang maksimal untuk bisa menjangkau semua sisi yang tak terefleksikan pada diri Noel." Suara hati Leony mencoba mengingatkan.
Bongkahan-bongkahan magnet yang menggunung dalam diri Noel semakin memicu adrenalin Leony untuk melakukan eksplorasi.
"Noel, jika saja kamu mau menjawab satu saja pertanyaan dari aku, maka mungkin sebuah konklusi sudah cukup bagiku." Desah Leony.
"Oh tidak, jika aku lebai begini maka bagaimana mungkin aku bertahan dalam ritme yang tak konstan dan tak berbatas ini." Leony kembali merefres nalar dan logikanya.
Sekilas, senyum lepas Noel berkelebat memicu simpul-simpul saraf di otaknya.
"Hm, butuh empati yang cukup dalam untuk dapat menterjemahkan sebuah senyum seorang Noel." Leony bergumam."Interaksi ini telah berlangsung alamiah Noel. Dan interaksi ini telah membangun sebuah komunikasi lintas sektoral." Demikian Leony pernah berucap pada Noel.
Ada sebuah premis di mana Noel dan Leony memiliki persepsi yang berbeda.
"Komunikasi yang kita bangun bagiku, tidak sekadar sebagai sebuah simbiosis murahan Noel. Aku, adalah pribadi dengan konsistensi dan empati yang berbeda banyak dari kaumku." Ungkap Leony"Kamu mungkin membawa interaksi ini sebagai sebuah simbiosis yang temporal, yang kapan saja kamu mau, maka dengan mudah kamu membuangnya tak ubahnya seperti sampah. Tapi bagiku tidak Noel." Lanjut Leony.
"Sebuah interaksi adalah sesuatu yang memberi warna indah dalam kesejatian. Yang dalam kacama para kaum bijak mungkin bisa di analogikan sebagai persahabatan yang hakiki." Leony mencoba bijak dengan pandangan Noel.
Leony sesungguhnya tahu alur berfikir Noel. Tapi Leony, adalah tipikal pribadi dengan dengan segala kelapangan hati. Lapang dalam berfikir dan lapang dalam bertindak.
Perbedaan persepsi terhadap sebuah premis tidak lantas mebuat ia menjadi prototipe yang mengedepankan ego. Justru ia menjadi sebaliknya. Kearifan dirinya dalam memandang dan menyikapi sebuah perbedaan menjadi semakin matang.
"Noel... Noel...satu lagi sisi dalam kisah seribu satu malam kamu yang dapat ditelisik oleh kaca mata aku. Kacamata seorang Leony yang selalu apa adanya." Leony mengakhiri percakapan bisunya dengan sebuah candaan buat Noel.