RINDUNYA LEONY
januari 2019Senja yang indah. Panorama pantai dengan cahayanya yang redup manja memaksa Leony dan Diah untuk betah duduk menyaksikan sang mentari yang perlahan kembali ke peraduannya.
"Diah". Suara Leony terdengar serak memanggil Diah.
"Hm, ada apa Leony".
"Dilan bilang, rindu itu berat. Makanya jangan pernah rindu."
"Ih lebaiy kamu Leony."
"Memangnya kamu rindu." Spontan Diah nyerocos seenaknya.
"Rindu sama siapa?!" Diah terus saja mengejar Leony dengan pertanyaan yang membuat hati Leony semakin tersayat.
Mendemgar ucapan Diah, wajah Leony kian nampak murung dan sedih.
Ia beranjak dari tempat ia duduk, lalu berdiri berjalan memdekati bibir pantai sambil kedua tangannya bersedekap di dada. Dengan kepala yang tertunduk seolah ingin menghitung langkah kakinya, Leoni kemudian memutuskan untuk berhenti dan duduk memghadap ke laut. Ia menggerak-gerakkan kakinya di air laut yg sore itu nampak tenang tak beriak.
"Noel, mengapa harus kamu yang terus-menerus mengisi aliran darahku Noel. Mengapa bukan orang lain saja. Atau mengapa aku harus bertemu lagi dengan kamu . Mengapa, dan mengapa Tuhan tidak mengynci mati saja hati kita agar kita tidak perlu lagi saling mengingat apalagi merindukan seoerti ini."
Leony nampak menarik nafas dalam-dalam seolah ingin melepas beban batin yang telah sekian lama menghimpit dadanya.Dari jauh Diah memperhatikan sahabat yang sudah dianggap sauadaranya itu. Ia sesungguhnya tidak kuat menyaksikan wajah Leony yang setiap hari seolah dipenuhi kabut dan mendung. Ia pun lalu beranjak mendekati Leony dan duduk persis di sampingnya. Seperti halnya Leony Diah pun menjulurkan kaki ke air laut yang nampak jernih saat itu.
"Leony." Suara Diah terdengar lembut diantara desiran ombak dan angin laut yang bertiup sepoi-sepoi.
Leony nampak bergeming.
"Iya." Leoni menjawab singkat.
"Sampai kapan kamu harus bertahan dalam keadaan yang tanpa kepastian seperti ini."
"Aku menyayangi ia Diah."
"Walau tersakiti seperti ini Leony?! " Diah mulai nampak tidak tahan dengan sikap sahabanya.
"Diah, Noel bagiku bukan sekedar istimewa. Tapi jiwaku sesungguhnya telah terbawa jauh ke dalam jiwa Noel.""Leony." Diah bersuara dengan nada yang sedikit meninggi.
"Berhenti Leony. Aku semakin tidak paham dengan jalan pikiran kamu."
"Noel, Noel, dan hanya Noel. Memangnya hanya Noel saja laki-laki yang ada di muka bumi ini."Dengan sedikit kesal, Diah lalu meraih pundak Leony dan membalikkan badannya menghadap ke dirinya.
"Tatap mataku baik-baik Leony dan
dengarkan perkataanku. Kamu terlalu baik untuk disakiti oleh hanya seorang Noel. Apa coba keistimewaan Noel yang bisa ia berikan padamu selain rasa sakit."
Diah semakin tidak bisa menahan emosinya memyaksikan Leony yang terus nampak terpuruk. Sebab hati kecilnya tidak rela sahabatnya terluka."Kamu ngga akan pernah mengerti jiwaku Diah."
"Lalu untuk apa aku bagimu jika tidak bisa mahami kamu."
"Untuk apa kamu mengajak aku ke sini jika pada akhirnya kamu tudak bisa keluar dari dunia kamu, dunia Noel yang brengsek itu."
Diah mulai kehilangan kesabaran."Stop, berhent Diah." Air mata Leony tak dapat lagi ia bendung. Ia menangis sejadi-jadinya.
"Noel, bukanlah seperti apa yang ada dalam pikiran kamu." Isak tangis Leony semakin terdengar keras.
"Noel, bukan hanya istimewa bagiku. Tapi ia adalah laki-laki yang berbeda dari semua laki-laki yang pernah aku kenal. Dan dengan identitasnya yg berbeda itulah yang telah banyak memberi kebahagiaan dalam batinku.""Bahagia katamu?"
"Ah Leony. Nalar kamu semakin tidak jelas." Sergah Diah.
"Kamu dan siapapun boleh saja menganggapnya bejad, tapi bagiku ia tetaplah Noel yang setiap saat menghadirkan kerinduan dalam jiwaku." Ada asa yang tak termaknai oleh Diah dalam kalimat Leony.Diah nampak diam mendengar kalimat yang meluncur halus dari bibir Leony. Sejenak Diah termenung.
"Tuhan, mengapa aku gagal memahami sahabatku sendiri. Dan mengapa Leony begitu kekeh mempertahankan keyakinannya tentang Noel."Diah, sebuah hubungan tidak harus berjalan manis seperti yang kita inginkan."
Tiba-tiba suara lembut Leony kembali memecah kesunyian. Sementara senja pun semakin menyembunyikan cahayanya seolah mengikuti redupnya jiwa Leony." Aku tidak ingin memgatakan kepadamu bahwa aku masih mencintai Nole." Suara Leony kembali terdengar lirih dan sendu.
"Tapi aku cuma ingin mengatakan kepadamu Diah bahwa Noel pergi dengan membawa serta seluruh jiwaku."
Sambil berkata begitu, Leony menyandarkan kepalanya di pundak sabatnya dengan air mata yang terus mengalir membentuk anak sungai dinkedua pipinya.
Diah terenyuh. Ia semakin tidak kuat menyaksikan Leony yang seolah telah kehingan ruh kehidupan.
"Saat ini Noel pasti juga merunsukan aku Diah. Ia pasti sangat rindu. Aku merasakan itu." Leony kian terisak.
Menyaksikan itu, Diah lalu memeluk Leony kuat-kuat.
"Diah. Noel membutuhkan aku. Jiwaku merasakan itu. Tapi skenario kehidupan tak memberinkami ruang. Aku tau Noel. Setiap detik Noel hadir dalam jiwaku dengan segala yang ia rasa."
Diah hanya bisa diam. Ia membiarkan Leony terus meng3luarkan isi jiwanya.
"Aku berharap, angin dan ombak senja ini akan menngantarkan rasa rinduku padanya. Meski jarak antara kami amat jauh."
Diah tetap memeluk erat Leony. Namun tiba-tiba Diah merasakan jika tubuh Leony kian terkulai tak berdaya. Leony tak sadarkan diri.
"Leony....!!!" Diah tiba-tiba berteriak histeris.
"Buka mata kamu Leony. Ayolah Leony.""Leony....!!!"
"Bangun Leony." Diah terus berteriak sambil menepuk halus pipi Leony."Yul." Diah menelpon Yuli.
"Cepat ke sini. Leony pingsan lagi."
"Aku dan Leony lagi di pantai sekarang"
Spontan Yuli kaget dan memacu kendaraanya menuju pantai.Tidak memakan waktu yang lama Yuli pun akhirnya tiba di pantai. Mereka akhirnya
membawa Leony ke Awal Bross."Yul, benar bahwa cinta tidak dapat dilogikakan. Dan benar jika rindu itu berat."
Coba liat itu, Loeny terbaring tak berdaya. Karena apa?! Karena sebuah kata RINDU"
Mereka bertiga akhirnya dapat tersenyum setelah Leony siuman.