WAKTU YANG TAK DIKEHENDAKI
Pebruari 2019Leony tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia.menyalakan lampu kamar dan menengok ke jam didinding yang terpajang di hadapannya.
"Sudah jam 03.00." Gumam Leony.
"Noel." Leoni sedikit bergumam. Batinnya tiba-tiba merasakan seolah Noel ada di sampingnya."Ada apa dengan kamu Noel. Mengapa saat dinihari seperti ini kamu kebali hadir menghentak jiwa dan sukmaku."
Kembali Leony hanya bisa bicara dalam hati."Semoga kamu baik-baik saja di sana Noel."
Ada kerinduan yang datang tiba-tiba menghimpit jiwa Leony. Dan tanpa sadar ia lalu membelai bantal yang selalu ada di samping sisi kiri kepalanya. Tangisnya tak dapat lagi ia bendung. Jiwanya kembali menyusuri jejak-jejak kisahnya bersama Noel. Sejenak jiwanya merasakan kehangatan yang dulu selalu diberikan oleh Noel. Namun tangisnya kembali pecah, sebab ada waktu yang tidak dikehendaki yang tiba-tiba datang menghempaskan semuanya.
Jiwa Leony meradang, seolah ada luka yang tidak akan pernah di sembuhkan."Noel, andai saja kamu ada di sini saat ini."
Leony tidak melanjutkan kalimatnya. Jiwanya kian terbawa dalam kepedihan. Seperti ada sebuah sayatan pisau tajam yang mengiris-iris kalbunya."Noel, mengapa saat dinihari seperti ini kamu datang dan lagi-lagi tanpa wujud."
"Mengapa Noel." Batin Leony kian nelangsa."Mengapa tak kau biarkan aku sejenak saja untuk merasakan kebebasan. Yah, terbebas dari jeratan kerinduan terhadap kisah yang pernah kita perankan bersama."
"Ada apa dengan dirimu kini Noel."
Batin Leony terus saja menuai tanya.Tak kuat menahan goncangam batinnya, Leony lalu beranjak dari tempat tidurnya dan melangkahkan kaki ke kamar mandi.
Ia mengambil air wudhu. Dan sesaat kemudian, Leony telah berada dalam sebuah kontemplasi yang demikian khusyuk. Seluruh DNA di setiap sel dalam tubuhnya terpacu dalam situasi konsentrasi yang tak lagi berjarak, hingga seluruh isi bumipun tak sanggup mencegahnya.Leony terus duduk bersimpuh. Doa-doanya membawa jiwa dan sukmanya melintasi jarak hingga ribuan mil. Sementara di kedua pipinya yang kian tirus, terus menglir air mata dan membentuk anak sungai yang alirannya nampak deras.
Kini Leony larut dalam sebuah dialog panjang. Mata lahiriahnya memang terus terpejam. Namun mata batinnya telah melintasi jarak yang sudah pasti tak dapat ternalar oleh akal biasa.
"Noel, sesuatu pasti telah terjadi padamu. Tapi aku berharap kamu akan tetap baik-baik saja. Sebab aku sangat paham dengan karakter kamu. Kamu akan kuat apa pun kondisi yang alami saat ini."
Ada kelegaan yang terpancar di wajah Leony sesaat setelah ia melaksanakan tahajjud. Ia kembali merebahkan tubuhnya dan berusaha memejamkan mata. Tapi ia tak sanggup memaksa matanya untuk sejenak terlelap. Sebab bayangan Noel tetap saja hadir bermain di pelupuk matanya.
"Sudah jam lima subuh." Kata Leony pelan pada dirinya sendiri.
Seperti biasa, Leony segera berkemas mempersiapkan segalanya sebelum ke kantor. Akan tetapi hari ini Leony benar-benar tak bersemangat. Ia seperti tak bertenaga untuk mengerjakan sesuatu.
Tepat jam tujuh pagi, Leony sudah berada di kantor.
"Hai, Leony, selamat pagi."
Diah sahabatnya segera datang menyapanya.
"Iya, pagi." Jawab Leony tak bersemnagat."Duh, Leony. Dari tadi aku tunggu kamu." Yuli tak ketinggalan datang menyapa.
"Kamu menunggu aku, memang ada apa Yul?!" Tanya Leony sekenanya.
"Gak ada apa-apa sih, cuma sekedar menunggu aja."
"Ih dasar konyol kamu." Jawab Leony sambil berlalu meninggalkan Yuli.Sudah merupakan kebiasaan Leony saat tiba di kantor. Ia segera membuka leptopnya. Dan dalam hitungan menit, jari-jari tangannya yang nampak kecil kurus telah bermain membuat ritme di atas tombol-tombol leptop.
"Serius amat, Leony." Diah kembali menegur Leony.
"Ia Di, pekerjaan yang kemarin belum sempat kelar."
"Memang kenapa, kamu kurang sehat?!" Diah balik bertanya. Sebab hari ini, Leony tidak seperti biasanya. Diah memperhatikan sahabatnya ini seperti tak bersemangat."Jangan terlalu memaksakan diri, Leony."
"Laporan itu masih bisa kamu selesaikan nanti." Lanjut Diah.
"Gak, laporannya harus selesai hari ini Diah.""Leony, wajah kamu pucat. Kamu pasti kurang sehat. Istirahatlah dulu."
Diah masih terus memberi saran pada Leony.
"Terima kasih, tapi ini harus kuselesaukan dulu." Jawab Leony tak bersemangat."Ini pasti ada hubungannya dengan Noel." Kata Diah dalam hati sambil berlalu meninggalkan Leony.
"Noel, jika saja kamu mau memberi aku kabar tentang diri kamu saat ini. Maka aku pasti tidak sekhawatir ini." Keluh Leony dalam hati.
"Noel, ada apa dengan kamu Noel."
Pertanyaan ini terus saja menghantui pikiran Leony.Sejenak jari tangannya berhenti menari di atas tombol-tombol laptopnya. Ia meraih smartphonnya dan mencoba membuka WA yang sejak semalam belum sempat ia baca.
Namun tiba-tiba smartphon di tangannya berdering."Noel." Alangkah kagetnya Leony sebab yang VC adalah Noel. Ia seperti tidak percaya. Tubuhnya seketika bergetar menahan luapan perasaannya.
Dengan tangan yang masih gemetar, Leony lalu menjawab VC dari Noel. Namun belum sempat ia bicara, air mata Leony sudah mengalir deras. Suka cita jiwanya membuat tanggul air matanya jebol seketika.
"Leony."
Terdengar suara berat Noel dari sana.
"Iya Noel."Leony menjawab dengan lirih dan tetsenhar halus.
"Lho, kok mata kamu semban begitu." "Kamu menangis Leony?!"
"Leony hanya menjawab pertanyaan Noel dengan senyum."
Ia kini sedikit lega sebab Noel sudah nampak di matanya dan mendengar suara beratnya, suara yang Leony selalu rindukan."Leony."
"Iya Noel." Lagi-lagi Leony menyahut singkat."
"Kangen kamu." Ekspresi wajah Noel benar-benar jelas menunjukkan kerinduan yang amat dalam.Tapi ada kekhawatiran yang tiba-tiba menyusup masuk di dada Leony. Ia tahu betul karakter Noel.
"Ia Noel. Sama aku juga kangen." Tapi Leony menciba tenan menunggu kata-kata Noel berikutnya.
"Pengen dekat kamu Leony."
Rasa Leony seketika bagai dicabik-cabik mendengar perkataan Noel."Jika saja saat itu benar-benar tiba Noel." Leony menjerit dalam hati.
"Leony." Suara berat Noel kembali menghentak jiwa dan sukma Leony.
Dan suara kian mengacak-acak rasanya sebab Noel memanggil nama Leony berkali-kali dengan ritme dan nada kerinduan yang amat mendalam.Titik-titik mutiara bening mulai bergulir perlahan di kedua belah pipi Leony yang nampak kian tirus.
Sementara Noel hanya bisa menatap wajah yang begitu dirindukkannya, namum waktu yang tidak tepat telah membuat mereka terpisah oleh jarak yang amat jauh.
"Leony. Kamu paham aku kan?! "
Mendengar pertanyaan Noel, Leony hanya mengangguk pelan."Aku tidak pernah menyalahkan kamu Noel." Suara Leony pelan namun membawa kesejukan di hati Noel.
"Aku sayang kamu Leony." Suar Noel yang berat kini berubah memjadi serak solah mewakili isi jiwanya.
Tangis Leony pun pecah tak terbendung.
Ia tak bisa menguasai jiwanya. Tak satupun kata yang keluar dari lisannya. Ia tahu, Neol sangat menyayangi dirinya. Hanya saja kegidupan telah membuat skenario kehidupan mereka menjadi tak ternalatr oleh akal keduanya."Leony kamu akan selalu di sini. Tetap di sini, meski waktu yang tidak tepat telah memisahkan raga kita." Terasa ada tangis dalam suara Noel.
"Pundak ini hanya buat kamu." Noel kembali melanjutkan kalimatnya sambil menepuk pundajnya.
"Dan dada ini, dada ini Leony, hanya kamu yang bileh bersandar di sini, dan hanya kamu yang boleh menumpahkan tangis di sini."
Suara Noel kian serak menahan tangisnya."Noel."
Tiba-tiba Leony memanggul nama Nole.
"Aku akan selalu percaya kamu sampai kapanpun. Mungkin kehidupan tidak akan pernah bisa mendekatkan raga kita. Tapi keyakinanku akan terus mengalir dalam setiap aliran nadiku.""Terima kasih Leony." Jawab Noel penuh haru
"Jiwa kita telah tertukar Leony, namun raga kita masih terpisah jauh."
"Biarlah takdir yang mengukir semua kisah ini Noel."
Mereka berdua akhirnya tersenyum.