Part-3

114 5 0
                                    

HIBERNASI?!
18-8-2018

Leony sedang duduk santai menghadap ke laut saat Diah datang menghampiri dan menepuk pundaknya.

"Leony, aku dari tadi telpon kamu, tapi nggak diangkat-angkat. Jadinya aku ke sini.
"Diah, kamu nggak usah cari aku kali. Lagian juga kamu hanya bisa mengganggu konsentrasi aku." Leony sedikit protes ke sahabatnya.

"Ih, konsentrasi apaan, paling juga kamu menghayal lagi." Diah sedikit menyindir.
Diah khatam betul gaya Leony.

"Diah, andai saja aku sanggup mengatakan kepada kamu apa yang aku pikirkan saat ini, mungkin aku tidak perlu ada di sini. Leony hanya bisa mengeluh dalam hati.

"Tapi itu tidak mungkin Diah. Aku nggak akan pernah bisa menjelaskan ke kamu mengapa aku ada di sini." Ada kepahitan dalam suara hati Leony.

"Noel, yah Noel. Karena dialah aku akan berhibernasi dalam jangka waktu yang lama. Agar saat terbangun, aku sudah tidak ingat lagi tentang Noel dan agar ia benar-benar tidak perlu lagi ada dalam kehidupanku." Ada sesak dalam tiap tarikan nafas Leony.

Diah hanya bisa duduk termangu menyaksikan Leony yang terus berkutet dengan pikirannya. Ia nyaris kehabisan bahan pembicaraan di depan Leony, sebab tidak sedikitpun Leony menimpali setiap kaliamat yang terlontar dari lisannya.

Sementara Leoni tetap berdiri sambil menghadap ke laut. Kedua tangannya bersedekap di dada. Ia berdiri mematung dengan mata yang sesekali di pejamkan. Hempasan gelombang yang kadang datang menyapa dengan sapuan pasir putihnya di biarkan berlalu tanpa jawaban. Asa Leony seolah mengembara jauh ke seberang melintasi jarak ribuan mil.

"Noel, aku telah memberimu gelar baru. Meski mungkin kamu tidak akan pernah tahu itu, hingga waktu datang dan menyembunyikan segala keindahan siang. Yah, kamu bagiku adalah ***a man who shines in the darkness***. Yah... cahaya dalam kegelapan."
Asa Leony kembali merentang layar melintasi samudra dan menentang hempasan angin dan badai.

"Aku tidaklah sepiawai Khalil Gibran dalam merangkai kata saat mengungkap rasa dalam jiwanya. Akupun tidak bisa bersuara lantang seperti sang penyair Rendra saat menyampaikan suara hati dan gelora jiwanya. Meski aku punya hasrat untuk hidup seribu tahun lagi seperti adanya penyair Khairil Anwar dan berjalan menjejeri langkah kamu. Aku bukan mereka Noel, tapi aku ingin berhibernasi demi kamu dan untuk kamu" Hayal Leony kian melesat jauh.

"Leony, kita pulang sekarang." Suara Diah sahabatnya tiba-tiba membuyarkan lamunan Leony.
"Hm, pulanglah Diah." Jawab Leony datar.
"Tapi kamu juga harus ikut pulang Leony."
Diah setengah memaksa Leony
"Tidak, aku masih ingin di sini." Suara Leony terdengar halus namun tetap datar.
"Dasar aneh, apa enaknya berdiri disini menatap laut. " Diah sedikit kesal.

Leony tetap tak peduli dengan ajakan Diah sahabatnya. Kakinya tetap berdiri dan menopang tubuhnya tanpa sedikit pun keluh. Wajah Noel dengan rahang yang kokoh telah memaksa raganya untuk tetap bertahan dalam terpaan angin laut yang bertiup kencang.

Asa Leony telah terenggut dan terbelenggu oleh keberadaan Noel, meski raga tetap dalam kenyataan yang berbeda.
"Noel." Bibir Leony bergetar menyebut nama Neol dengan suara yang amat halus. Sejumput asa kembali mengalir mengikuti tiap lekukan saraf-saraf Leony. Terus dan terus. Asa itu dibiarkan bebas liar mencari jejak.

"Noel." Lagi. Bibir Leoni kembali menyebut nama Noel. Seberkas senyum tersungging manis di bibirnya. Sebuah senyum yang sedikit bisa menutupi kelam yang menyelimuti sukmanya.

"Tidak mengapa di hadapan aku kamu tanpa improvisasi Noel. Kamu mengalir apa adanya dan tanpa basa-basi adalah sebuah sikap yang amat luar biasa bagiku. Dengan begitu aku bisa memahami betapa simpelnya kamu menjalani kehidupanmu."
Leony berbisik pada dirinya sendiri.

Leony tidak peduli bagaimana Diah terpaksa harus pulang sendiri tanpa dirinya.
"Tidak. Tidak. Aku tidak pantas mikirkan semua ini." Jiwa Leony kembali berontak. Kembali gamang. Sebab dirinya dan Noel adalah dua dunia yang dibatasi oleh tidak hanya jarak, akan tetapi juga oleh kenyataan yang hampir tak ternalar oleh dirinya.

"Tidak Noel. Aku tidak pantas berhayal tentang semua ini. Aku hanya pantas berhibernasi, agar aku bisa melupakan semua. Dan agar aku bisa melepaskan belenggu dan pusaran energi kamu."
Dan sekali lagi, aku harus berhibernasi. Agar setelah aku terbangun nanti, tak ada lagi kamu di jiwaku, dan tak ada lagi pantulan energi dirimu." Ada perih di jiwa Leoni saat lisannya mengurai kalimat ini.

"Yach, biarlah aku berhibernasi saja, agar kakiku tidak lagi dapat menghantat ragaku datang ke tempat ini"



























JIWA YANG TERTUKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang