Part-4

85 5 0
                                    

KANVAS MISTERIUS
9-8-2018

Telah berdentang jam di dinding kamarnya yang menunjukkan waktu 12.00. Tapi mata Leony tetap terjaga. Tak ada tanda-tanda kantuk datang menghampirinya. Nalarnya masih menuntun jiwanya berjalan jauh melintasi jarak dan waktu. Tapi tidak untuk berhibernasi, melainkan tentang sebuah kanvas yang telah memberinya banyak kesempatan untuk melukiskan warna-warni kehidupan dan pasang surutnya gelombang jiwa para pejuang kesejatian hidup.

Mata Leony tetap tak terpejam meski tubuhnya telah amat letih dan butuh menjauh dari hingar-bingar sebuah kehidupan.

Noel, yach, adalah Noel, sosok yang telah menyebabkan seluruh jiwanya berada dalam sebuah penghayatan yang hampir tiada berujung.
Noel, dialah Noel, sosok bersahaja meski nampak sedikit misterius. Dialah yang menyebabkan kedua matanya selalu terjaga dan memancarkan asa dengan ribuan energi yang begitu berwarna dan penuh dengan dinamika.

Kembali jam di dinding berdentang sebanyak satu kali, pertanda malam semakin larut dan hari telah berganti. Dentingan jam itu seolah ingin berkata kepada Leony, agar ia segera beranjak dan naik ke pembaringannya. Akan tetapi, mata Leony tetap bermain manja dalam sebuah lukisan.

"Lukisan kebebasan. Jari tengah dan jari telunjuk mengapit mesra sebatang rokok. Kepulan asap meliuk membuat panorama abstarak namun menggambarkan kesejatian dirinya. Jiwa yang bebas. Tak ingin di belenggu oleh rasa. Jiwa-jiwa yang bebas. Tak sudi terjebak dalam ritme rutinitas. Tatapan mata datar namun menggelorakan hasrat kemerdekaan. Tak ingin terikat oleh jebakan sukma yang penuh rasa. Oh, tidak. Akan tetap merdeka. Dan aku telah melukis potret diri yang merdeka itu Noel." Bibir Leony bergetar saat mencoba menyapa dalam diam.

"Hm. Kampas. Unik dan menampakkan sebuah lukisan keabadian yang tanpa ikatan. Dipermanis dengan sebuah liontin perak yang menjuntai bebas di leher. Mungkinkah ini sebuah simbol status?!Ataukah ini adalah misteri yang masih membelenggu langkah kaki sang jawara?! Ah. Kanvas. Lalu lukisan. Dan kanvas lagi" Sukma Leony kembali menggetarkan asa.

Lukisan kehidupan seorang jawara kebebasan telah menyerap banyak energi seorang Leony. Yah, Leony. Sosok bersahaja dan sederhana namun kaya penghayatan. Leony yang tanpa banyak berucap namun sesungguhnya ritme jiwanya tak pernah berhenti bergerak.

"Lagi dan lagi. Noel, kanvas, lalu Noel lagi. Dan aku yang melukis. Aku melukis sebuah miniatur kehidupan yang penuh dengan ruh kebebasan. Eksptessif." Senyum Leony pun mengembang. Penuh makna.

"Hm. Sedikit narsis." Leony bergumam.
"Tapi senja mulai mengguratkan warnanya. Pada rambut dan pada wajah seorang Noel. Telah banyak waktu yang terlewatkan. Dan telah banyak kesempatan yang terabaikan." Leony terus melukis, namun hanya nampak dalam mata batin seorang Leony.

"Aku tahu Noel. Aku sesungguhnya amat tahu. Bahwa ada kegundahan yang mengalir menggelitik memenuhi setiap nadimu. Bahwa ada tanya yang belum terjawab, itu pasti. Amarah yang merah membara, takkan pernah dapat kau sembunyikan dari tatapan mata batin seorang Leony. Sebab sebuah kisah panjang telah membuat jiwanya tertukar." Monolog batin Leony kian tak bertepi.

"Kanvas misterius." Leony kian larut dalam kesenyapan waktu. Dentingan jam diding kembali mencoba mengusik hayalnya.
Namun Leony tetap tak bereaksi. Ada banyak lukisan yang belum sempurna yang masih menguasai nalarnya. Nalarnya terus bergerilya, menelisik lalu menyusup jauh ke ruang-ruang yang tak terjangkau oleh sebuah kontemplasi yang sederhana.

Asa yang bergelora memaksa dan menuntun jiwanya untuk terus membuat lukisan di kampas misterius yang selalu ada di dekatnya. Dalam batinnya. Sebuah kampas yang di manapun adanya raga seorang Leony, maka dapat dipastikan bahwa kampas itu akan selalu bersamanya. Bersama jiwa dan sukmanya tanpa ada yang bisa menisahkannya.

"Aku telah melukis beragam bentuk di kanpas ini. Telah kubuat bermacam-macam corak , dan telah ku gambar ribuan illustrasi, namun kanpas ini tetap saja memancing asa dan nalarku. Kanpas ini terus saja memaksa jari-jari tanganku untuk terus membuat ribuan lukisan. Tentang kehidupannya, tentang kisahnya, dan tentang semua kesejatian dirinya." Leony menarik nafas lalu memejamkan mata. Lama dalam diam dan kebisuan.

"Kanvas misterius. Aku akan terus menjaganya dalam kesejatian diriku. Aku akan merawatnya dalam setiap gerakan nalarku. Dan aku akan terus melukis dengannya dengan caraku sendiri, meski mungkin itu tak lazim bagi sebuah simbiosis."

JIWA YANG TERTUKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang