KASIH YANG TAK BERUJUNG AMARAH
Januari 2019Senja menyembul malu-malu memamerkan rona wajahnya yang kemerah-merahan. Leony duduk santai menghadap ke laut. Leony sengaja datang hampir setiap sore di pantai ini. Di sini, Leony bebas bercengkrama dengan ombak dan angin pantai. Sesekali kakinya dibiarkan berendam di air laut yang kadang datang menghempas tiba-tiba. Di sini pula Leony bisa melepas penat dan membuang gundah gulana hatinya. Di sinilah, di pantai yang begitu indah di kotanya ini, Loeny selalu menemukan kesejukan dan kedamaian.
"Pantai adalah sahabatku yang selalu setia menantiku setiap saat." Itu kata yang sering diucapkan Leony kepada Diah sahabatnya.Angin pantai terus mengibaskan kerudung warna merah yang dikenakan Leony. Namun Leony tetap bergeming. Ia terus menatap ke laut seolah mencari sebuah jejak yang tak kunjung datang.
" Hm, Laut yang tak bertepi. Seperti skenario kehidupan yang tersaji di hadapanku. Aku tidak pernah bisa tahu bagaiana akhirnya." Leony bicara pada dirinya sendiri.
Dengan gemulai , sang surya perlahan menarik diri dan beranjak menuju peraduannya. Senja kini hampir berganti malam. Dan angin laut pun datang mebawa selimut dingin dan membalut tubuh ringkih Leony.
"Duh dingin." Leony terdengar bergumam.
"Sebaiknya aku pakai jaket saja biar hangat."
Leony pun berjalan menuju mobil putih kesayangannya dan mengambil jaket yang memang selalu siap di mobilnya.Leony lalu mengenakan jaketnya sambil kembali berjalan ke tempatnya semula.
"Noel." Nama ini kembali memberi stimulus ke seluruh aliran darah Leony.
Ingatan Leony terpaksa harus mundur ke belakang, ke sebuah kisah yang telah diperankannya bersama Noel sekian tahun lamanya."Leony, sebongkah chemistry telah menggelitik dua buah kutub sehingga mendorong kita melangkah bersama, meski dengan waktu yang tidak kita kehendaki." Leony masih menyimpan dengan baik kalimat yang dilontarkan Noel saat ia menjemptnya di bandara saat itu.
"Dan Leony, kita tidak bisa menghindari adanya dorongan ini." Lanjut Noel.
"Tapi Noel, di antara kita ada sebuah sekat yang sangat sulit untuk kita terobos. Walau sesungguhnya jiwa kita kini telah tertukar." Timpal leony.
Udara dingin kian menusuk tubuh ringkih Leony meski ia telah mengenakan jaket.
Kerudung yang dipakainya pun yang dililit di lehernya sebagai syal juga tidak cukup kuat untuk menahan dinginnya udara pantai menjelang malam hari."Leony, seharian aku memcari kamu. Sampai-sampai pintu apartemen kamu aku gedor. Eh ternyata kamu ada di sini. "
Suara Diah tiba-tiba membuyarkan lamunan Leony."Gak bosan kamu. Tiap hari mampir di sini." Diah terus mencecar Leony dengan pertanyaan.
"Apa menariknya pantai. Gak ada apa-apanya. Palingan juga ada ombak yang bunyinya bising dan angin pantai yang menusuk hinggan ke tulang." Lanjut Diah.
"Ngapain juga kamu cari aku." Leony balik bertanya.
"Dengar nona manis, aku itu mencari kamu karena aku khatir tentang kamu."
"Bih. Sok perhatian kamu." Leony sedikit ketus menanggapi sahabatnya."Benar Leony, aku selalu khawatir tentang kamu." Diah nampak serius.
"Akhir-akhir ini, aku peehatukan kamu lebih banyak berdiam di sini dari pada di apartemen kamu. Dan aku tahu sebabnya. Itu karena Noel.""Terima kasih Diah. Kamu satu-satunya sahabatku yang paham tentang diriku." Leony memeluk sahabatnya itu dengan pelukan tang amat erat. Tangisnya pecah seolah ingin membelah laut yang ada di hadapannya.
"Diah, Noel adalah nafasku dan kehidupanku." Leony melepaskan pelukannya dan membelakangi Diah sahabatnya.
"Raganya memang tidak ada di sini tapi ia pergi dengan membawa serta jiwa dan sukmaku." Suara Leony terdengar pelan dan halus.