PART-11

24 1 0
                                    

JEJAK KAMU
Januari 2019

Leony sedang duduk santai saat Diah tiba-tiba muncul di hadapannya. Ia sedang mbuka galeri foto yang ada di smatphonnya. Dibukanya slide demi slide foto-foto kenangan yang masih ia simpan rapi.

Diah datang langsung menghemoaskan badan di sofa bed tempat Leony swdang duduk santai sambil bersandar.

"Jalan yuk." Ajak Diah pada Leony.
"Idih, kamu ini. Orang mau istirahat santai, malah diajak jalan." Jawab leony santai sambil tetap memperhatikan satu demi satu foto di smartphonnya.

"Kamu duduk manislah di sini temani aku." Kata Leony ke Diah

"Diah, sini deh. Coba tatap baik-baik foto ini, dan lihat siapa yang duduk di sampingnya."
"Hm, foto ini lagi. Apa sih istimewanya." Kata Diah sambil melangkah ke meja meraih toples cemilan.

"Diah. Bukan foto ini yang istimewa. Tapi yang duduk di samping aku, itu pribadi yang berbeda dengan segala keistimewaannya."
Jawab Leony yang nampak terharu memandang wajah Noel yang ada di foto itu mendampinginya.

"Oranganya biasa aja kok, gak ada yang nampak istimewa bagiku." Diah berucap sinis sambil mengunyah cemilan khusus diet yang selalu disediakan Leony.

"Hm." Leony hanya menanggapi kata-kata Diah dengan senyum manis.

" Dan ini, perhatikan vidio singkat ini. Euporia anak-anak ini tidak bisa dibeli dengan uang. Dan kamu tahu, siapa kreatornya?! Noel. Yah, Noel." Jelas Leony dengan rasa bangga.

"Baiklah, baiklah. Teruskan saja kamu memuji dan menyanjung Noel kamu itu. Laki-laki slengek-an begitu, disanjung." Protes Diah.

"Diah sayang, jangan karena kita tidak menyukai fisik seseorang maka kita menutup mata dengan hasil karyanya. Itu nggak adil namanya."

"Karya apaan. Aku juga bisa melakukan kalau hanya seperti itu." Diah tetap saja nggak setuju dengan penjelasan Leony.

Leony menarik nafas panjang. Ia sadar, sahabatnya ini tidak akan pernah setuju jika Leony tetap bersama Noel.

" Hhh, aku tahu nggak akan ada yang bisa memahami Noel selain aku." Leony berkata pada dirinya sendiri.

" Tentu saja hanya kamu yang bisa paham dengan Noel. Toh iya cinta mati kamu, bukan?!"
Diah terus saja ngedumel sambil mulutnya tak henti mengunyah.

Leony hanya menaggapi kata-kata sinis sahabatnya dengan senyuman. Ia melangkah ke jendala dan menatap keluar. Sejenak ia terdiam .

"Hhh. Kamu selalu saja seperti ini Noel. Meninggalkan seribu kenangan dan jejak."
Tiba-tiba rasa haru datang menyergap, menguasai jiwa dan sukma Leony.
Ia sadar, hanya dirinyalah yang sanggup memahami dan memyelemai dengan baik, jiwa dan sukma Noel. Hanya Leony. Yah, hanya Leony, seorang perempuan yang sederhana, yang sanggup bertahan menghadapi ketidakswderhanaan seorang Noel.

"Jejak Noel akan selalu dikenang. Aku yakin itu. Karya-karyanya akan selalu hidup di hati orang-orang yang punya rasa dan empati yang tajam." Leony berkata setengah berbisik.

"Waw, puitis amat tu kalimat. Belajar darimana." Ledek Diah.

"Terserah apa kata kamu, Diah. Tapi bagiku, Noel adalah seorang laki-laki tangguh dengan setumpuk karya yang patut di kenang." Lanjut Leony.

"Noel telah menyulam karyanya dengan benang emas di setiap sisi dalam diri banyak orang. Pada aku, pada anak-anak itu, pada orang-orang di sekitarnya dan pada dinamika sosial kehidupan."

Leony terus saja bertutur. Ia tak peduli dengan ocehan Diah yang sesekali nyeletuk meledeknya.

"Noel. Aku tahu, kamu tidak butuh sebuah pengakuan dari siapapun untuk setiap karya yang kamu buat. Tapi aku, yah aku, yang akan membuka mata orang-orang itu untuk tahu dan menyadari, bahwa sesungguhnya karya kamu, upaya kamu dan semua yang kamu lakukan selama ini adalah hal yang luar biasa."

Kembali rasa Leony terbawa jauh menyelami kehidupan seorang Noel. Laki-laki dengan seribu keunikan, yang hanya bisa nampak di mata orang-orang dengan empati yang tidak biasa-biasa saja. Dan Leony. Ia lah perempuan sederhana itu, yang memiliki ketajaman empati, kepekaan jiwa dan nurani, yang mampu menyelam di kedalaman jiwa seorang Noel.

Leony terus berdiri menghadap ke jendela. Pandangannya jauh keluar, meniti jejak demi jejak sorang Noel. Raganya memang terpisah jauh dari Noel, tapi batinnya, yah, batinnya tidaklah berjarak. Ia terus melangkah di sisi Noel, dan dengan kesederhanaan dirinya sebagai seorang perempuan, ia sanggup bertahan menghadapi seorang Noel dengan gaya yang bukan biasa-biasa saja.

Perlahan, Leoni kebali ke sofa bed dan duduk dengan wajah yang menyimpan swribu kerinduan. Lagi-lagi ia membuka galeri foto di smartphonnya.
Sebuah foto Noel yang mengenakan kemeja warna putih menarik perhatiannya. Gaya Noel dengan sebatang rokok yang selalu bertengger gagah di bibirnya yang kehitaman, dan dengan tatapan nanar, membuat hati Leony tersentuh.

Dengan lembut, jari-jari tangan Leony yang ramping dan kurus, membelai foto itu dengan halus. Matanya berbinar menahan titik-titik air yang siap bergulir di kedua pipinya.

"Leony. Maafkan aku jika aku selalu memintamu untuk melupakan Noel. Aku mungkin salah. Tapi Noel dan kamu kan...."

"Stop Diah. Tidak usah kamu teruskan kata-katamu. Aku lebih paham tentang Noel."

"Maksud aku, Noel kan..." Diah tidak melanjutkan ucapannya.

"Tidak. Berhentilah memojokkan Noel Diah."
Leony sedikit kesal dengan ulah sahabatnya.

"Noel, adalah prodak zaman yang terlahir kembali dengan jargon MORAL FORCE. Dan Noel, adalah potret utuh dari sebuah pembelaan terhadap ketidakadilan sistem di setiap lini kehidupan sosial. Dan satu lagi, Noel hanya ada satu di antara seribu generasi yang terlahir di zamannya."
Leony monolog bersama batinnya.

Ada senyum yang mekar di sela-sela titik-titik mutiara bening yang terus bergulir di wajah Leony. Dan jari-jari tangannya terus saja membelai wajah Noel dengan lembut. Ada keihlasan yang terpancar dari wajahnya yang sederhana dan tanpa polesan kosmetik.

Diam-diam, muncul rasa kagum dalam hati Diah. Ia kagum dengan keteguhan hati Leony. Leony samasekali tidak pernah goyah dalam memegang teguh keyakinan dan kepercayaannya pada Noel.

Sementara Leony tetap dalam suasana batin yang dipenuhi keharuan. Ia terus tersenyum dalam tangisan halusnya.

"Kamu telah mengukir sejarah Noel. Dan aku yakin, kamu masih akan terus mengukirkan karya-karya kamu."
Leony berucap setengah berbisik pada foto Noel.

"Leony. Jalan yuk. Berhenti dulu mengingat Noel."

"Kamu jalan saja Diah. Aku maunya hanya di sini. Istirahat."

"Iya deh, aku jalan jalau begitu. Tapi ingat, air mata dikurangi buat Noel. Yah!!! "
Diah pun berlalu meninggalkan Leony sambil tak lupa mengecup pipi sahabatnya itu.

"Kamu tidak akan pernah bisa menyelami aku dan Noel, Diah.
Leony berkata dalam hati.

Tangan Leony tak lepas dari smartphonnya. Ia tetap memandangi satu demi satu foto Noel.

"Jejak kamu teramat banyak Noel." Leony menarik nafas panjang.

"Dan kamu, juga telah menuliskan sebuah nama di memory pada otakku. Nama, yang membuat saraf-sarafku memohon keihlasan jiwa dan sukmaku."

"Noel. Jejak dan kisahmu akan terus hidup di sini. Dalam kesederhanaan hati seorang perempuan. Dan karya-karyamu akan terlukis indah lewat jari-jari tangan ramping seoranh perempuan sederhana. Akan tetapi kesederhanaan dirinya akan melukis jejakmu dalam bingkai yang tidak sederhana. Ia akan melukisnya dalam bingkai emas."


























JIWA YANG TERTUKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang