Part-2

163 5 0
                                    


SEBUAH SPONTANITAS
1-8-2018

Dini hari menjelang pukul tiga. Leony tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia meraih smarfhonnya yang tergeletak di samping bantal tidurnya. Niatnya ingin menelpon Noel. Tapi niat itu lalu diurungkan,  Leony khawatir akan mengganggu Noel yang sedang terlelap dalam tidurnya.

"Hm,  ada apa dengan kamu Noel. Kenapa tiba-tiba saja kamu hadir dalam mimpi aku."
Ada rasa yang tiba-tiba menjalar di seluruh tubuh Leony.

"Ah tidak. Itu tidak mungkin. Itu hanya sebuah mimpi yang tidak punya arti." Leony mencoba melawan suara batinnya.

Leony kembali memicingkan mata untuk melanjutkan tidur hingga pagi. Tapi tidak bisa. Ia hanya bisa tergolek diam hingga kokok ayam berbunyi, memaksanya bangkit dan siap-siap berangkat kerja.

Noel adalah pribadi yang apik dalam mengelola rasa dan nalarnya.
Bukan tanpa spontanitas, akan tetapi tetap dalam koridor yang terkontrol.
Noel memang kadang terjebak dalam situasi yang ekstrim,  tapi bukan Noel namanya jika ia tidak bisa menyiasati kondisinya dengan sebuah improfisasi yang manis.

"Ah Noel. Kenapa aku harus ingat kamu lagi.  Mengapa spontanitas kamu kembali mengalirkan rasa yang tidak semestinya." Desah Leony.

Tidak mau terjebak dalam polemik batin yang berkepanjangan, Leony kemudian menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja kerjanya lalu berlari ke parkiran. Dan hanya dalam hitungan detik,  ia telah memacu kendaraannya melesat jauh.
Tujuannya hanya satu,  ingin membuang  rasa yang tidak pantas hadir dalam jiwanya.

"Leony,  berhenti." Diah, sahabatnya tiba-tiba menelpon dan meminta Leony berhenti. Diah tahu persis karakter Leony jika sedang kalut. Leony sangat butuh di dampingi. Jika tidak,  maka Leony bisa memcelakai dirinya sendiri.

"Aku gak apa-apa kok, Diah." Tangkis Leony.
"Gak Leony. Berhenti kataku." Diah memaksa Leony berhenti.
"Duh Diah,  aku kan sudah bilang aku gak apa-apa. Gak ada yang perlu kamu khawatirkan. Aku baik-baik saja kok."
"Berhenti, atau aku menelpon polisi untuk mengejar kamu." Diah kembali mengancam Leony.
"Baik,  aku berhenti." Akhirnya Leony berhenti dan mengarahkan mobilnya ke bahu jalan.

Diah datang dan langsung membuka pintu mobil Leony.
"Cepat pindah dan biar aku yang menyetir." Leony diam dan mau menuruti apa kata Diah.
"Leony,  tak baik menyimpan masalah sendiri. Bicaralah. Aku kan sahabat kamu."
Mendengar ucapan Diah,  Leony hanya tersenyum.

"Diah,  kan aku sudah bilang ke kamu,  kalau aku gak ada masalah. Benar."
"Tapi aku tadi melihat kamu menangis sambil berlari keluar Leony."  Protes Diah.
"Ih,  perhatian amat kamu hari ini. Normal kamu Diah?!" Leony nampak menutupi lara hatinya dengan bercanda.

Diah paham benar jika Leony tak mudah mengungkap kepedihan jiwanya. Ia tidak akan pernah mengeluh seberat apapun beban yang dipikulnya. Dan Diah sahabatnya,  tidak akan pernah bisa memaksanya.

Senyum Leony yang tetap mengembang semakin membuat Diah tidak tega melihatnya.
"Leony, coba tatap diri kamu. Sadar nggak kamu apa yang terjadi dengan fisik kamu. Badan nyusut begini kok dianggap nggak ada masalah." Tiba-tiba Diah bersuara keras pada Leony.
Namun Leony sekali lagi hanya menaggapi perkataan sahabatnya dengan sebuah senyuman.

Saat ini Leony hanya menyimpan satu hal di kepalanya. Yaitu Noel. Yah,  Noel.
Gaya dan spontanitas seorang Noel telah mengisi sel-sel saraf di otaknya lalu memgirim stimulus ke seluruh nadinya untuk memberi respon.

Noel adalah pribadi dengan tabir yang tak dapat terkuak kecuali dengan sebuah kesabaran tingkat dewa. Sebuah kesabaran yang tanpa batas.

Dan Leony telah menulis di simpul sarafnya bahwa, "gaya dan spontanitas soerang Noel adalah juga kesabaran yang harus ia bangun tanpa batas."














JIWA YANG TERTUKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang