Part 3 : The quest

1.1K 73 4
                                    

Maria

        Aku sedang bermain game pada iPad milik Anna. Sebelum akhirnya perhatianku beralih pada suara yang memekik dari kejauhan, memanggil para penghuni camp. Itu suara Chiron. "Maria ayo!", ajak Anna yang berlari keluar dari losmennya, aku mengangguk mengikuti Anna.

       Setelah berkumpul di lapangan battle, aku melihat Chiron, Percy, dan Grover berdiri di sebelahnya. Sesaat aku dan Anna saling bertukar pandangan.
"Warriors, aku punya pengumuman penting", ucap Chiron dengan suara seraknya. Aku melihat Thalia yang berjalan menghampiri keramaian dari dalam hutan.
"Seperti yang kalian tahu, Luke diperkirakan belum mati dalam keinginannya mengembalikan Kronos. Jadi, ada kemungkinan kalau dia masih hidup. Pengikutnya telah mengintai camp sejak 3 hari yang lalu, dan aku khawatir mereka telah merencanakan sesuatu", jelasnya. Anak-anak lain diam mendengarkan.
"As you know, Luke pernah meracuni pohon Thalia yang menjadi benteng camp ini. Jadi, bukannya tidak mungkin kalau dia bisa melakukannya lagi. Maka aku mengutus Percy dan teman-temannya untuk mencari Luke, dan menugaskan kalian untuk menjaga perkemahan di setiap sudutnya", ucap Chiron yang disambut anggukan dari anak-anak lain.
"Nah, Percy, siapa saja yang akan ikut denganmu?", tanya Chiron. Percy mengededarkan pandangan, "Umm, Grover, Tyson, Annabeth.... Maria and Thalia", jawab Percy, membuat mataku terbelalak, aku ?
"Apa tidak masalah membawa banyak orang ?", tanya Chiron, Percy menggeleng.
"Nope, aku kira aku akan butuh extra crew dalam tugas ini. Mengingat lawan kita akan berat", jawab Percy, membuat Chiron mengangguk. "Oke, dismiss!", ucap Chiron membubarkan perkumpulan. Lalu aku dan Annabeth mendekati Grover dan Percy.
"Are you serious about this quest ?", tanya Anna selepas pengumuman dibubarkan, Grover mengangguk dengan yakin. "Absolutely, me and Percy had thinking about it", ujar Grover, aku mengangguk. Mungkin ini kesempatanku untuk berbaikan dengan Thalia.
"Apa tidak masalah aku ikut kalian juga ?", tanya Tyson yang muncul dari belakangku.
"Tentu, kau sudah membantuku di tugas yang sebelumnya", jawab Percy sambil menepuk bahu Tyson yang terkekeh, "Ya, but remember, jangan membawa barang yang membuat suara berisik", tambah Anna, membuatku tertawa ringan.

"Does she have to go ?", tanya Thalia dengan raut wajah tidak suka. Aku menatapnya, ingin sekali diperlakukan sebagai adik oleh Thalia.
"Have to", jawab Percy, membuat Thalia mendengus dan berlalu melewati kami. Bergegas menuju Losmennya. "Okay guys, come on lets packing up!", seru Grover. Setelah itu kami kembali ke rumah masing-masing untuk bersiap.

***

      Hari sudah menjelang sore ketika aku selesai menyiapkan barang bawaanku. Aku membawa 3 potong kemeja dan 2 potong celana jeans dan yoga. Kenapa aku membawa celana yoga ? because it's simple for me to move fast.

      Aku memakai jaket berwarna abu-abu dan kaus putih dengan legging hitam. Aku ingin memakai sesuatu yang nyaman buatku. Sebelum berangkat, aku mengikat rambutku dengan ikatan buntut kuda, sepertinya aku tidak akan kepanasan.

      Annabeth sudah menungguku di depan rumah. Penampilannya sama sepertiku, sederhana, namun nyaman. "Ready ?", tanya Anna, aku mengangguk sambil tersenyum, "Ready", jawabku. Grover, Percy, dan Tyson datang dari arah berlawanan menghampiri kami. "Ready ?", tanya Grover disambut dengan anggukan aku dan Anna. Tunggu, mana Thalia ?

      Saat aku mendongak ke pepohonan, aku melihat Thalia yang bersiap melompat dari salah satu dahan. "Come on", ucapnya acuh tak acuh setelah melompat. Aku bertatapan pada Percy yang kemudian mengedikkan bahu. Kurasa ia tahu apa yang kupikirkan.

      Perjalanan dimulai. Kurasa tujuan pertama kita adalah Washington, tempat terakhir Percy, Anna, Tyson, dan Grover bertemu ayah Luke, Hermes. Hanya ayahnya yang tahu pasti apakah anaknya masih hidup atau tidak.

      Karena keterbatasan uang dan Drachma, kami memutuskan untuk naik angkutan umum saja. Camp tidak memiliki mobil van atau pickup untuk kami tumpangi.

      Kami sedang berjalan keluar dari hutan. Thalia dan Anna berbincang tentang hal-hal yang mereka sukai, kukira mereka memang teman dekat sejak lama. Aku juga sudah mendengar legenda kakakku yang melindungi Anna dan kawan-kawannya. Her life save three. Menyelamatkan tiga orang, kakakku memang hebat.
"Hei", sapa Tyson yang sudah berada di sebelahku. Aku tersenyum padanya.
"First quest huh ?", tanya Tyson, aku mengangguk.
"Yeah, I'm a little bit nervous", ucapku, Tyson terkekeh.
"Jangan khawatir, pencarian pertama akan sangat berkesan", ucapnya, aku terkekeh.
"Thank you", ucapku.
"For what ?",
"For calming me down", jawabku sambil menepuk bahunya.
"How could you, you know, feel comfortable with me ?", tanya Tyson tiba-tiba, membuatku sedikit membelalak, namun kemudian aku berdeham, "Ehm, well, aku menganggapmu teman. Kau tahu, tidak semua Cyclops itu jahat dan tidak semua Demigod itu baik. Bahkan manusia ada yang baik dan jahat. So, I think I don't need to judge. I just have to be carefull", jawabku. Tyson tertegun sejenak kemudian mengangguk, "Yup, you are different", ucapnya.

"Maksudmu ?",

"Ya. Caramu berpikir. Sangat berbeda dengan yang lain", aku terkekeh mendengarnya. Kuanggap iu sebagai pujian. "Ya, maybe because I was too often play with humans", balasku.

      Anna menoleh ke arahku dan Tyson, lalu bergegas mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah parfum berwarna hitam.
"Apply this. We are in the mortal world", ucapnya. Disambut dengan tangan Tyson yang mulai menyemprotkan parfum itu ke seluruh permukaan wajahnya.

      And, voila! Wajah Tyson menjadi normal. Mungkin ini bagaimana rupa Tyson jika ia memiliki wajah yang normal. Aku tercengang, "Wow, Tyson!", seruku, dan dia tersenyum.
"I know. Mist perfume", ucapnya sambil tersenyum menunjukkan parfumnya. Aku tertawa menatapnya. "Ayo, kita harus cepat", ajak Percy yang kemudian berlari ke jalan raya untuk menyetop bus.

***

DemigodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang