Part 5 : Maria's drunk

942 68 0
                                    

Thalia

      Cafetaria ini sudah sepi sejak dua jam yang lalu kudatangi. Soda yang kupesan juga sudah habis 3 botol, untung bartender yang tampan itu mau menemaniku sampai larut. Walaupun dia tidak duduk bersama denganku. Dia tetap pada counternya sambil berbenah dan sesekali mengganti stasiun tv.

      Aku menghela napas. Memikirkan yang sejak tadi mengganggu pikiranku, Maria. Bagaimana bisa aku mempunyai adik ? lalu bagaimana dengan ramalan itu ? bukankah salah satu anak dari 3 dewa besar yang akan mengalahkan atau dikalahkan Kratos ? lalu kenapa sekarang ada 3 anak dewa besar ? Aku, Maria, dan Percy. Entah apakah ramalan itu keliru atau tidak.

     Bel kecil di pintu kafetaria berbunyi ketika seseorang yang membukanya. Aku menoleh untuk melihat siapa itu, ah, ternyata Maria.

     Maria berjalan mendekati counter dan meminta sesuatu pada si bartender, mataku sedikit membulat ketika melihatnya memesan segelas whiskey. My, does she just drink ?

     Aku memperhatikannya yang meminum gelas pertamanya sampai habis dalam sekali eguk. Lalu menuang whiskey segelas lagi. Dan kali ini ia meminumnya perlahan.
"Wow, is there something happened miss ?", tanya si bartender dan Maria mengangguk.
"Drink is not the way out". Ucap bartender. Maria menggeleng.
"I just want to lose my mind, tonight", balas Maria sambil tersenyum lemah. Aku memperhatikannya dari pojok ruangan. Tentu saja aku bisa mendengar apa yang dibicarakan mereka, ruangan ini sudah sepi.
"Well, how about my room tonight ?", tanya si bartender dengan wajah menggoda.
"No thank you", jawab Maria sambil menuang lagi whiskeynya. Tunggu ? dia sudah minum berapa gelas ?
"Oh, come on, you can't refuse", goda bartender sambil mengelus pipi Maria yang malah membuat Maria mencengkram tangan si bartender.
"Shit. Can you just shut up ?", geramnya. Kurasa genggaman tangan Maria sangat kuat hingga si bartender meringis, "Okay! Okay! No need to be mean", rengeknya. "You started it", gumam Maria yang kemudian kembali meminum whiskeynya. Entah mengapa aku masih mau di sini.

      Aku meminum soda ketigaku ketika kulihat Maria sudah tertunduk di counter. Anak ini mabuk. Maria kembali mendongak dan menuangkan whiskey, kemudian meminumnya sambil mengernyit. Anak ini sudah kebanyakan minum.

      Aku mendekatinya, lalu menjauhkan botol whiskey dan gelas darinya. Kemudian menarik tangan Maria.
"Come on, we have to leave", ucapku.
"Nnng ? who are you ?", tanya Maria yang telah mabuk.
"Your sister", jawabku.
"I have a sister ?", tanya Maria dengan wajahnya yang idiot sedang mabuk.
"Come on", geramku sambil menariknya hingga berdiri. Lalu membawanya berjalan menuju kamar.

      Di kamar, Percy sedang mmengeringkan rambut dengan handuknya, Grover dan Tyson masih menonton tv sementara Annabeth sedang menyikat gigi. Mereka berempat menatapku heran, terlebih ketika mereka melihat Maria di belakangku.
"What happen ?", tanya Percy. Maria memelukku dari belakang, "So glad I have a sister", ucapnya idiot. Ugh, napasnya bau alkohol.
"She's drunk", jawabku. Grover langsung menoleh ketika aku berkata begitu, "Drunk ?", tanyanya tidak percaya dan kusambut anggukan.
"Oh, who are you guys ?", tanya Maria mabuk. Tyson memperhatikan Maria.
"We are your new friends", jawab Tyson.
"Who I am ? a new student ?", cekikiknya. Oke, entah masalah apa yang ia hadapi sampai ia lupa seperti ini. "Someone please help her", ucapku. "Let me", ucap Percy yang kemudian menarik lengan Maria keluar ruangan. Grover dan Tyson kembali menonton tv sementara aku membuka jaketku, kemudian merebahkan diri di kasur. Kulihat Annabeth masih bergeming pada posisinya.

Persetan.

***

Percy

      Aku membawa Maria keluar kamar. Aku pernah melakukan ini pada ibu ketika ia mabuk. Mengajaknya keluar rumah, mencari udara segar, lalu membelikannya air limun dalam kaleng.
"Ini, minumlah", ucapku sambil menyodorkan limun yang kubeli dari vending machine.
"Apa ini ? air seni ?", cekikik Maria saat melihat warna kuning air limun. Aku tertawa.
"Bukan, itu air limun", lalu aku kembali tertawa, Maria idiot sekali jika sedang mabuk.
"Hmm, asam!", pekik Maria setelah menenggak limunnya.
"Hahaha, tentu", ucapku kemudian berdeham, "So, what happen to you Maria ?", tanyaku, penasaran tentang apa yang bisa membuatnya begini.
"Hmm ? ahh, hahahaha", kemudian Maria kembali cekikikan, "I'm falling in love with someone", jawabnya kemudian menenggak limunnya. I'm listening.
"But, he loves someone else", ucapnya sambil tersenyum getir, pipinya kemerahan karena mabuk. Namun hatiku terasa sakit melihat senyumnya yang sedang mabuk.
"And then, do I really have a sister?", tanya Maria sambil menatap wajahku dengan wajah mabuk, aku mengangguk, "Huh, I don't get it", ucap Maria yang kemudian menggelosor di atas lantai koridor hotel. Limunnya tumpah dan dibiarkan tumpah begitu saja.
"Am I dreaming Percy ?", tanya Maria. Now she remember my name. "I'm sorry, but you're not", jawabku. Maria memeluk lututnya dan memendam wajahnya, kemudian aku bisa mendengar isakan tangis darinya.

      Aku merunduk untuk membelai kepala Maria yang terus menangis. Bahunya berguncang, kurasa apa yang kulakukan tidaklah cukup.

       Aku merangkulkan kedua tanganku pada bahunya, berusaha memeluknya. Dan perlahan kepala Maria bersandar dalam dekapanku, tangisnya tidak berhenti. "Sssshhh", ucapku menenangkan. Maria menarik napas yang tersengal, kemudian melepaskan pelukanku dengan kasar, "Leave!", pekiknya sambil menutup wajah.

"Leave! Please, I don't want Annabeth see us", ucap Maria kelelahan. Sesaat kemudian Maria jatuh pingsan.

Maria, what happened to you ?

***

Annabeth

      Pintu kamar terbuka, lalu aku melihat Percy membopong tubuh Maria yang jatuh pingsan. Aku menatap cemburu padanya yang juga menatapku gundah. Ayolah, apa ciuman tadi tidak berarti apa-apa buatnya ? sejam yang lalu dia malah menawarkan diri untuk menolong gadis itu, yang benar saja.

Ya, kurasa aku cemburu.

      Percy merebahkan tubuh Maria di atas kasur. Lalu menarik selimut untuk menutupi separuh tubuhnya.
"What happen to her ?", tanya Percy pada Thalia yang kemudian dijawab dengan kedikan bahu, "Entah, aku melihatnya mabuk di kafe", jawab Thalia.
"Jadi kau melihatnya mabuk-mabukan ?", tanya Percy dengan nada emosi. Membuat Grover dan Tyson menoleh kepadanya. Thalia mendongak,
"Tentu saja. Lalu apa yang bisa kulakukan ? masih untung aku menyelamatkannya", ucap Thalia sambil kembali membaca majalah.
"Hah, kau gila", gumam Percy, Thalia tidak mempedulikannya.
"What's the big deal ? She just want to lose her mind because she can't handle it this time", ucapku, merasa kesal dengan tingkahnya yang begitu khawatir dengan Maria. Percy menatapku tajam, "Do you know what happened to her ?", tanya Percy, aku tertegun. Sejujurnya tidak, hanya saja itu adalah alasan kebanyakan orang yang mabuk.

       Percy pergi ke kamar mandi, sesaat kemudian aku mendengar air keran yang mengucur. Grover menatapku serius, "Ada sesuatu di antara kalian berdua ?", bisiknya, aku hanya meringis sambil merebahkan diri di kasur yang besar itu.

      Maria tidur di pinggir kiri kasur, Thalia di tengah, dan aku di pinggir kanannya. Kami bertiga disuruh tidur di kasur sedangkan Percy di sofa, Grover di kursi malas, lalu Tyson di atas karpet. Maria seperti orang mati yang tidak bersuara sejak Percy membawanya kemari. Hah, aku pun tidak percaya ini, aku bisa cemburu pada Percy.

***

DemigodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang