2. Latihan Berbaris Hansip

140 14 16
                                    


      BRAKK!! Gebrakan tangan mandor di atas meja.

"Panggil si pengki itu dua-duanya cepat!" katanya, marah.

Aris, komandan satpam yang tadinya hanya ngobrol iseng ke mandornya tentang kejadian mengejar dua anak nakal yang masuk wilayah terlarang, menjadi kena damprat.

"Kamu kemana aja SETANN!" bentak mandor Udel ketika dua satpam kayu yang disebut Pengki, Elis dan Musa menghadap.

Kedua satpam itu hanya menunduk, tak berani menatap mata mandor Udel yang menyala. Mata itu melotot hingga setengah lengkungan biji matanya keluar, cocok dengan mukanya yang bundar berwarna coklat tua.

BRAKK!! "HAI!!" bentak mandor Udel lagi.

Kedua satpam itu kaget, sehingga ketika ditanya otaknya kacau.

"Kemana saja KAMU!?" Bentaknya lagi.

Sepi, masih tak ada reaksi.

"JAWAB!!"

"Sa...Sa... Saya sedang ma...ma....makan Bang."

"Makan apa heh!? MAKAN APA!? Makan tetelan sapi!?" Kata mandor Udel sengit dibarengi menggabrak meja lagi, BRAKK!!

"Iya Bang!!" spontan ke luar dari mulut orang kaget, lalu Elis dan Musa cepat sadar memegang mulutnya masing-masing, sialan jadi salah nyebut, batin mereka.

"Pantas! Pantas! GIGI KAMU OMPONG!!" Bentak Mandor Udel, kepada Musa yang dua giginya didepan memang ompong, sehingga bibirnya sering tanpa sadar lebih ke dalam dan nampak melebar.

"Kamu kalau makan itu nasi atau tahu yang empuk. Makan jadi lebih cepat, TAU GAK!? Ini, sudah tua, yang kamu makan tetelan sapi! Pantas kamu ompong dan LELET!"

Musa dan Elis memejamkan mata ketika kata LELET terlontar keras.

"Saya tidak mau tau, sekarang juga kamu harus cari anak itu!! Kerena dia sudah berani masuk daerah terlarang, CEPAT! Kalau gak ketemu kamu saya PECAT!" Ancam mandor Udel.

Suasana seketika hening.

Di luar kantor dua satpam itu berjalan lesu, otaknya masih belum pulih segar. Aris sang komandan, si biang kerok buat kedua satpam apes itu, datang menghampiri.

"Kanapa...Kenapa...Kenapa?" Gayanya kayak jagoan sambil tolak pinggang.

"Kita dipecat kalau gak dapet anak nakal itu," kata Musa yang bicaranya sedikit cadel karena ompong.

"Kan, kamu makan tetelan sapi, masa nyari anak itu gak ketemu?" Kata Aris, yang rupanya dia tadi nguping di jendela kantor.

"Carilah sampai ketemu!" lanjut komandannya.

"Anak itu datang dari mana ya, ndan?" tanya Elis.

"Mana saya tau, yang lebih tau kan mestinya kamu," jawab komandan satpam, enteng.

"Kamu cari saja ke mana arah dia lari tadi," saran Aris.

Elis dan Musa berpandangan, betul juga, pikir mereka.

***

Di rel kereta api yang menyisakan warna putih cahaya matahari akibat asap jerami yang dibakar petani, Elis dan Musa sedang berjalan malas. Terlihat dari caranya berpakaian serba kedodoran: Baju jatah satpam yang seharusnya di masukkan kedalam celana, separuhnya sudah melambai keluar celana. Topi pet yang seharusnya lurus dengan hidung, sekarang terlihat lurus dengan telinga. Tongkat satpam alias pentungan yang mestinya tergantung disamping pinggang, sekarang terselip di belakang pinggang, seperti naruh keris.

Komandan AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang