Stasiun kereta api Sukabumi pukul 05.30 pagi.
Suara riuh calon penumpang pagi itu kalah keras dengan dentang khas bel stasiun, tingtung... tingtung... tingtung... lalu speker toa mengumumkan jadwal keberangkatan kereta api. Beberapa pedagang hilir mudik berteriak lebih keras menawarkan dagangannya, membuat stasiun Sukabumi pagi ini begitu ramai.
"Roko...roko...roko," pedagang rokok menawarkan dagangannya. Disusul di belakangnya tukang bacang, "Bacang...bacang, kang bacang?" teriak penjual bacang. Bacang adalah sejenis makanan khas jawa barat, semacam lontong berisi daging ayam yang dibungkus dengan daun kelapa muda. Bentuknya segitiga bergantungan di tangan penjualnya.
"Moci...moci," tukang moci lewat. Moci sejenis makanan terbuat dari beras ketan sebesar kelereng yang didalamnya berisi kacang hijau, dengan bungkus anyaman bambu.
Disusul ibu-ibu dengan logat sunda berjalan sambil ngomel-ngomel karena anaknya yang dituntun menangis minta dibelikan mainan. Ibu dan anak itu melewati Bapak-bapak dengan seragam korpri sedang duduk menunggu, melewati ibu gemuk yang berdandan menor, melewati deretan keluarga dengan banyak keranjang bawaan, dan akhirnya berhenti di tukang balon.
Di sudut lain dekat pintu peron beberapa gadis berkumpul tertawa-tawa senang, karena hari ini adalah libur sekolah akhir tahun.
Ken masih duduk bersama mereka, menunggu kereta api menuju Bogor.
***
Sehari ini di stasiun Sukabumi ada tiga jadwal kereta api. Dimulai pada pukul lima pagi tadi, pukul enam sebentar lagi, dan pukul sepuluh nanti.
Khusus untuk kereta api pukul lima tadi bernama langsam, adalah kereta api petani yang artinya langsung sampai. Maksudnya kereta api itu disediakan untuk mengangkut bahan pokok petani berupa hasil buminya. Kalau disebut beserta hasil buminya tentu di dalam ada sayur mayur, seperti kangkung, bayam, daun singkong, kacang panjang, jagung dan pokoknya hasil bumi yang akan diangkut ke Bogor, dilanjutkan ke Jakarta.
Hasil bumi juga termasuk ayam kampung yang diikat berkelompok dan ayam aduan yang dibungkus dengan keranjang, dan kadang-kadang suka berkokok di dalam kereta api. Ada kambing juga di dalamnya. Namanya juga hasil bumi.
"Mbeeeekkkkk...." Suara kambing yang diikat di jendela gerbong tak berkaca.
Hasil bumi itu penuh di enam gerbong kereta api yang berangkat ke Bogor. Di tempatkan pinggir berjajar di dalam gerbong sebelah kiri, sementara sebelah kanan untuk lalu-lalang orang yang lewat.
Kereta api itu sama sekali tidak ada tempat duduknya, jadi los gerbong dengan lantai besi. Petaninya duduk selonjoran kaki dekat dengan barang hasil taninya sambil merokok dan merdeka.
Pada sudut gerbong dekat pintu, selalu ada penjual sarapan pagi. Di sana dijual kopi lengkap dengan gorengan, nasi rames, kueh basah dan lain-lain. Jadi kalau naik kereta api langsam, terutama anak sekolah dan pagawai kantoran yang dinasnya jauh, bisa duduk selonjoran dilantai sambil sarapan bareng dengan petani. Mereka biasa dengan kondisi itu dan menikmatinya, karena kalau sudah di dalam kereta suasananya persis seperti di pasar tradisional, mau beli apa saja tersedia, komplit. Lupa kalau kereta yang dinaiki itu adalah kereta angkutan pertanian. Tahu-tahu sudah sampai di Bogor. Enakkan?
Sebentar lagi pukul enam akan datang kereta penumpang masuk stasiun. Kereta ini lebih manusiawi. Di dalamnya disediakan banyak tempat duduk dari busa yang dilapisi karpet hijau. Walaupun disana-sini sobek, itu lebih baik ketimbang para petani yang merdeka duduk dilantai besi kereta langsam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Angin
General FictionKen menepati janji untuk menyusuri rel kereta api itu dengan berjalan kaki. Nazar yg dia lakukan itu adalah napak tilas masalalu. Dulu dengan kendaraan modif sepeda diatas rel kereta api, dia bertualang dengan 4 temannya. Masalalunya begitu indah wa...