15. Bang Udel girang

52 8 4
                                    

        Elis duduk sendiri di pos jaga. Temannya Musa sedang patroli menyusuri pinggiran sungai Ciwidey. Sistem jaga dengan patroli bergantian memang sudah biasa dilakukan.

Pos itu sebetulnya adalah pos favorit. Semua anggota satpam ketika akan masuk kerja, selalu berebut ingin lebih dahulu menempatinya. Di lingkungan satpam pos itu dijuluki pos monyet, karena memiliki ketinggian khusus. Dirancang tinggi seperti itu maksudnya agar satpam yang jaga di sana lebih leluasa memantau areal lahan di sekitarnya, termasuk sungai Ciwidey yang mengalir di sebelah kanannya.

Pos monyet memiliki tinggi lima meter dari tanah. Kaki-kakinya terbuat dari kayu gelondongan cemara yang kuat, susunannya dibuat saling silang, seperti membuat menara besi pemancar radio. Di atasnya digunakan sebagai ruangan pos, dinding ruangan pos masih menggunakan kayu cemara yang disusun rapat setinggi pinggang. Atapnya menggunakan campuran seng dan anyaman daun ilalang, sehingga kalau berada di dalamnya terasa sejuk walau panas di luar menyengat. Tapi walaupun tinggi, pos itu hampir sejajar dengan pepohonan yang ada di dekatnya, sehingga pandangan kedepan tetap saja tidak leluasa.

Pos itu seperti kandang penakaran monyet.

Itulah pos favorit idaman satpam jaga. Di sanalah Elis sedang melamun sendiri, sementara radio tua mendendangkan lagu dangdut, diselingi jeda iklan merk sabun colek.

Buat Elis duduk sendiri di pos monyet adalah neraka yang membuat gelisah hati. Karena duduk jaga di tempat itu pengorbanannya adalah Maya anaknya, Elis tahu itu sebagai bahasa tidak langsung mandor Udel untuk merayu dirinya.

Elis dalam diam sedang bicara dengan hatinya.

Ya, cobalah dibayangkan, kemarin pos monyet ini telah disusupi orang asing. Seharusnya saya dengan Musa sudah dipecat, itu peraturannya. Tapi sekarang saya dan Musa malah sepertinya dimaafkan dan terus duduk menempati pos monyet idaman ini. Kalau gak ada maksud tertentu tidak mungkin.

Itulah Maya anak saya yang harus dikorbankan, kalau ditolak saya akan kehilangan pekerjaan, karena masih banyak tanggung jawab yang harus dipikul dan asap dapur harus terus ngebul.

Saya yakin Maya akan menolak keras. Karena ini namanya dijodohkan dan pemaksaan.

Yang ke dua, Maya gak suka dengan orang macam si Udel itu. Bandot!

Yang ke tiga, ibunya juga melarang keras.

Yang ke empat, dia sudah punya pacar mahasiswa.

Uh...Ini sudah jelas akan sia-sia, Elis terus melamun sambil melipat jarinya yang baru saja dipakai menghitung masalah.

Elis lalu memandang lebih jauh keluar, bingung harus mulai dari mana. Si Udel itu, kemarin sudah bicara walaupun agak bercanda.

"Lis gimana tuh Bini kamu, masa dengan bos besar dia masih nolak juga?" ucapannya disambut tawa teman-temannya Elis.

"Iya Lis...Lumayan kan kamu, kebagian juga."

"Betul Lis!"

"Kasih sajalah Lis."

"Yang punya hak itu Ibunya, bukan saya," jawab Elis, kepada suara teman-temannya itu.

"Loh tapi kamukan Bapaknya?" jawab omongan yang ngawur itu.

Elis terus melamun, masih memandang jauh.

"Jadi kapan kamu mau membujuk istri kamu?" Tanya mandor Udel kepada Elis, suatu hari.

Elis tak berani menatap sang mandor.

Komandan AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang