Desa Maseng, Bogor, 54 km dari stasiun Sukabumi.
Pukul 20.00
Dalam perjalanan nazar menyusuri rel kereta api, Ken sampai di desa Maseng. Kota Bogor sebentar lagi akan sampai. Tapi untuk ke stasiun kereta api di Bogor cukup memakan waktu lama, lebih kurang 4 jam lagi perjalanan. Sementara badan Ken rasanya lelah sekali, dia perlu istirahat. Kebetulan sesuai dengan rencananya, dia akan beristirahat di rumah Pakde Mustari, malam ini.
Setelah belok ke kanan dan berjalan seratus meter dari stasiun kereta api Maseng, Ken sampai di sebuah rumah yang cat-nya berwarna putih. Dari lampu neon yang menerangi teras rumahnya, tipe rumah tersebut bergaya minimalis. Ini pertama kalinya Ken datang kerumah baru. Rumah ini milik Pakde Mustari yang beberapa tahun lalu pindah dari desa Cigombong. Padahal Ken lebih kental dengan rumah di Cigombong bersama teman-temannya dulu.
Ken berdiri termanggu di pintu pagar. Semoga beliau dan keluarga masih sehat, harapan Ken.
Sebelum pintu diketuk, Ken mendengar suara seorang lelaki yang melantunkan ayat suci Alquran dengan interval cepat. Ken kenal dengan suara itu, suara Pakde Mustari.
Ketika mendengar pintu depan diketuk, dibarengi salam "Assalammualaikum. . ." pakde Mus menghentikan ngajinya sekaligus menjawab, "Wa'alaikumsalam."
sambil bergegas ke pintu depan.
Setelah pintu dibuka keduanya diam terpaku.
"Pakde Mustari. . . ? Masih ingat Pak dengan saya?" kata Ken tersenyum, melihat Pakde sudah nampak semakin tua, tapi gayanya masih tak banyak berubah, Kemeja kotak-kotak lengan panjang yang digulung hingga siku, dan rambut gondrong.
"Saya Ken Pakde, Kenbudi, temannya Sena. Inget waktu ke Ciwidey?" lanjut Ken dengan kalimat memberondong, khawatir Pakde lupa.
Pakde lama diam di pintu, sambil mikir.
Ayo pakde ingat, ingat, ingat, Ken terus berharap dalam hati.
"Oooooooh Ken!" kata Pakde, sambil memandang sosok muda kurus rambut gondrong bertopi rimba, berkacamata minus, berdiri didepannya dengan membawa rangsel.
Yes! Dia ingat aku, AlhamduliLah, Ken bershukur.
"Ken yang mana ya?" kata Pakde lagi.
Astaghfirulloh al adzimm..., kirain tadi itu inget, batin Ken, mulai kebingungan mencari sesuatu yang barangkali bisa menambah daya ingat Pakde Mus. Ken lalu membukaTopi lakennya, menyisir rambutnya dengan lima jari tangan, menaikan kacamatanya dan yang terakhir tersenyum semanis mungkin.
Tiba-tiba Bude Mus muncul di belakang Pakde dan langsung menyapa Ken.
"Masuk saja Ken...Jangan dianggap Pakdemu itu, dia cuma bercanda," kata Bude. Pakde lalu tertawa dan merangkul Ken.
"Senyumanmu manis sekali," canda Pakde.
"Kirain sudah gak kenal dengan saya Bude." Ken lalu bersalaman dan mencium tangannya, Bude Mustari senyum.
"Apa kabar Ken?"
"Baik Pakde."
"Kamu tambah ganteng saja."
"Ach...Pakde bisa saja," Ken hidungnya kembang kempis, lalu menyisir rambutnya dengan jari tangan kanan dan menaikkan kacamatanya lagi sambil meghirup udara lebih kuat, shuttttt!
"Bagaimana ini bisa seperti ini?" Tanya Pakde Mus yang nampaknya senang bertemu dengan Ken. Sementara Bude masih dengan keramah-tamahannya mendengar.
"Ceritanya panjang Pakde," jawab Ken.
"Nanti saja ceritanya Pak. Biar Ken mandi dulu, sholat, makan," kata Bude.
![](https://img.wattpad.com/cover/157839963-288-k580237.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Angin
General FictionKen menepati janji untuk menyusuri rel kereta api itu dengan berjalan kaki. Nazar yg dia lakukan itu adalah napak tilas masalalu. Dulu dengan kendaraan modif sepeda diatas rel kereta api, dia bertualang dengan 4 temannya. Masalalunya begitu indah wa...