3. Girl

2.4K 485 13
                                    

[]

Genap sebulan dirinya bekerja di bawah naungan perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Dan sudah sebulan ini Jungkook mulai merasakan penyesuaian pada dirinya sendiri. Entah dengan lingkungan kerjanya, orang-orang di sana maupun bosnya sendiri. Padahal, sebelumnya dirinya adalah seorang pemalu tingkat tinggi. Sulit memulai percakapan atau sekadar bertegur sapa kepada yang lain.

Tapi kini, entah karena lingkungan kerjanya yang cocok untuknya atau malah memang omongan bosnya kala itu. Sudah seperti sugesti, dan pada akhirnya Jungkook menyadari bahwa penyesuaian tidak bergantung pada waktu lama dia bekerja. Dia sadar itu dengan separuh penyesalan dari masa lalu.

Akhir-akhir ini, satu kantor selalu heboh tiap kali seorang wanita cantik datang. Tubuhnya seksi, lekukan tubuhnya selalu terlihat jelas dari balik bajunya yang pas di tubuhnya. Wanita itu berambut pirang dengan wajah asli Asia. Matanya cokelat tua dengan senyum merekah merah dari polesan lipstik di bibir tipisnya. Seluruh karyawan hanya bisa bertegur dengan sopan, memberi sapaan hormat yang hanya dibalas berupa senyuman sehangat matahari musim semi.

"Sudah dua minggu ini. Wanita itu selalu datang dan masuk ke ruangan Pak Bos. Tidak pernah ada yang tahu siapa dan namanya. Yang jelas, dia pasti memiliki hubungan dengan bos kita."

Pernyataan Hoshi laksana membuat Jungkook mengangguk. Tidak tahu menahu juga karena bosnya selalu menyuruhnya keluar jika wanita itu datang. Menyuruhnya meninggalkan mereka berdua tanpa membiarkan pertanyaan penasarannya terjawab begitu saja. Semuanya tertutup, seolah ada pintu besar yang menutupi.

"Tapi, apa kalian pernah terpikirkan? Bisa saja wanita itu adalah istri Pak Bos?" Jaehyun salah satu karyawan lain yang sudah turut bergabung mulai membuat teman sekantornya turut berpikir kritis.

Ketiga lelaki di sana segera terdiam. Ada yang mengangguk-ngangguk karena mulai merasa setuju dengan omongan salah satu teman mereka barusan.

"Benar juga, atau paling tidak kekasih Pak Bos, bukan?"

"Kalau bukan?" itu adalah pernyataan Jungkook setelah larut dalam obrolan mereka di jam makan siang yang lengang.

Ketiga teman sekantornya segera melihatnya dengan tatapan bertanya. Jaebum yang mengerti situasi laksana berdeham pelan.

"Mungkin saja. Kau kan orang yang paling dekat dengannya di kantor ini. Apa dia tidak pernah cerita atau bertanya sesuatu?"

Jungkook mengangkat kedua bahu tak acuh. Tidak tahu menahu urusan kehidupan bosnya. Tapi kalau diberi kesempatan untuk tahu pun, dia malah merasa sungkan. Untuk apa? Kehidupannya sendiri saja kadang kala membuat pusing. Jangan menambah beban kepada diri sendiri.

"Atau jangan-jangan wanita itu adalah wanita simpanannya?" Bersama pemikiran ajaibnya, Hoshi mencoba menarik topik lagi, dihadiahi sorakan ngawur dari teman-teman sekantornya.

Wanita simpanan? Jika iya, apa peduli Jungkook?

[]

Ruangan itu melepas aura canggungnya begitu saja. Sehabis beberapa menit lalu wanita bertubuh seksi langganan masuk sini pergi, entah ada angin apa maka Jungkook dipanggil untuk menghadap bosnya. Lalu kini dia hanya duduk diam di kursi sofa yang menghadap ke meja bosnya. Sementara bosnya sendiri sedang membelakanginya, menatap pemandangan dari lantai dua puluh enam melalui jendela besar yang anti pecah.

"Kau bebas Sabtu ini?"

Hm, pertanyaan yang menarik. Jungkook segera menjawab bersama anggukannya. Meski dia tahu kalau bosnya tidak melihat anggukannya. Itu hanyalak gerakan refleks belaka. Kursi beroda itu lantas berbalik, menampilkan sosok penting--orang nomor satu di gedung dan perusahaan ini.

"Kau bisa ke rumahku, Sabtu sore?"

[]

Rumah yang sudah mirip mansion, air mancur yang luas dan halaman depan yang nyaris-nyaris mirip taman kota. Bukan begitulah definisi rumah milik bosnya. Sore itu, ketika jingga masih malu-malu di atas sana, Jungkook menapakkan kakinya di atas tanah. Tepatnya di jalanan aspal hitam dengan rerumputan di pinggirannya. Dia tepat berada di sebuah perumahan, namun bukan perumahan elit yang sempat terpikirkan olehnya.

Hanya sebuah rumah kecil, yang biasa ditinggali oleh pasutri baru atau seorang saja. Rumah minimalis berwarna abu-abu, berpagar hitam dengan mobil Hyundai di garasi minimalisnya juga. Sekejap, Jungkook sudah duduk di atas sofa santai berwarna hijau rumput.

Rumah yang nyaman, tidak banyak barang dan bersih. Tipe rumah idaman Jungkook sekali, belum lagi aroma sitrus menguar dengan santainya. Memberikan sensasi sejuk dan tenang di dalam ruangan ini.

Tidak ada obrolan, tidak ada tatapan maupun suara. Jungkook menghela napas tanpa suara, dua jam menunggu dan yang punya rumah tidak muncul kembali. Nyaris-nyaris dirinya tertidur tapi tiba-tiba ada langkah kaki yang mendekat.

Bosnya sore ini menggunakan kaus hitam pendek, celana selutut yang tampak santai dan gaya. Duduk tepat di sebelahnya hanya berjarak dua jengkal. Jarak mereka membuat aroma tubuh bosnya dapat terhirup oleh hidung milik Jungkook saat itu juga. Bau yang tidak jauh berbeda dengan bau rumah ini, hanya saja ini lebih hangat dan candu. Candu? Sejak kapan Jungkook peduli amat dengan aroma tubuh seseorang?

Aroma bosnya seukuran pria dewasa. Sementara dirinya selama ini merasa kurang nyaman dengan parfum kepriaan. Terlalu menyengat dan membuatnya pusing, belum lagi yang berkadar alkohol. Ugh, membayangkannya saja telah membuat Jungkook pusing sendiri.

"Kau tinggal sendiri?" adalah pertanyaan yang terlontar setelah dua jam lebih keheningan membunuh mereka.

"Iya, Bos."

"Tidak bersama kekasih, eh?"

Bosnya baru menoleh setelah bertanya demikian. Lantas wajah mereka bertemu, Jungkook tersenyum canggung sambil menggeleng pelan. Kekasih? Menyukai seseorang saja rasanya sulit sekali. Selalu ada hal-hal yang membuat dirinya mengurungkan diri untuk berani menyukai seseorang.

"Kupikir kau sudah punya kekasih. Baguslah."

"Memangnya, kenapa, Pak Bos?"

Suara batuk kecil terdengar nyaring di antara mereka. Jungkook mengernyit tak paham ketika bosnya malah duduk tegap dengan wajahnya yang berpaling darinya. Tidak sadar atas apa yang sebenar-benarnya terjadi.

"Jungkook, karena kau adalah sekretaris pribadiku. Apa aku bisa menyimpan rahasia padamu?"

Ini seperti akan menjadi obrolan serius. Jungkook menelan ludah gugup, mengangguk meski dia sendiri tak yakin bisa menerima rahasia yang akan diberikan.

"Apa yang orang-orang di kantor pikirkan tentang wanita itu?"

Mulanya ragu, tapi Jungkook tetap menjawabnya. Berusaha menjaga gaya bahasanya, dia tidak mau bosnya tersinggung dan menyalahkan karyawan. Itu bukan salah mereka dan juga bukan salah bosnya.

"Mereka bisa berpikir begitu karena tidak ada yang tahu seluk-beluk keluargaku. Jadi, apa alasanmu tidak sependapat dengan mereka?"

"Alasannya sama, Pak Bos." Jungkook tersenyum menjawabnya, jujur dia juga merasa tak ada hak berkomentar atau berpendapat pada kehidupan orang lain.

Meski, dia belum benar-benar sadar bahwa ada alasan lain yang mungkin. Tepatnya dia hanya menolak argumen itu, tidak mau menerima karena kenyataan yang dia hadapi berbeda di pikiran orang-orang.

....

Stereotyp: Wir leben in der Gesellschaft [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang