[]
Fakta mengejutkan selanjutnya datang di Minggu cerah yang nyatanya tidak diduga kedatangan atau pun suasananya. Tepatnya, ketika Jungkook menemukan pintu rumahnya yang tidak dikunci dan berikutnya suara wanita dan pria yang sedang berbicang terdengar dengan jelas. Sangat jelas.
"Kau bisa kemari kapan pun. Tidak usah sungkan."
"Ibu?"
Wanita yang memilih wajah mirip sekali dengan Jungkook itu akhirnya menoleh, senyumnya semakin mengembang manakala sudah kedatangan anaknya. Sementara yang pria, alias bos dari putranya cuman bisa tersenyum dengan tulus. Jungkook catat senyum itu, senyum yang jarang sekali dia lihat.
"Ibu sejak kapan di sini? Dan--"
"Jungkookie, Sayang. Apa begini caramu memperlakukan tamu? Ayo! Cepat masak yang enak dan kita makan sama-sama." Ibunya segera mendorong Jungkook ke arah dapur, meninggalkan bosnya di ruang tamu yang melambai santai ke arahnya.
Huh, sore yang benar-benar membuatnya bingung. Baru saja kembali dari belanja bulanannya, Jungkook nyaris mau marah karena persediaannya berkurang banyak. Padahal, dia sedang menghemat karena ingin membeli rumah pribadi. Belum lagi, dia harus memasak lebih dari porsinya sendiri. Merepotkan tapi bukan berarti dia menolak.
Makan malam itu nyatanya berjalan tidak seperti yang Jungkook bayangkan. Dia pikir akan ada kecanggungan, rupanya tidak. Malahan, dia yang merasa seolah dirinya adalah tamu di sini. Lihatlah bagaimana ibunya dan bosnya begitu akrab berbincang bahkan ketika makan sekaligus. Hanya melibatkan dirinya sesekali seperti soal masakan makan malamnya kali ini.
Ibunya memang wanita periang yang mudah berbaur, berpikiran terbuka dan selalu ingin bebas. Sementara bosnya? Ah, entahlah, Jungkook tidak tahu hanyak. Tapi sisi bosnya sekarang begiti terlihar hangat dan manja. Ya, persis anak lelaki yang rindu kembali bertemu dengan ibunya setelah sekian lama.
"Jungkookie, jangan melamun. Kau tidak lapar?"
"Ah, iya, Bu."
Makan malan itu di akhiri dengan mereka yang ditinggalkan berdua. Jungkook yang memaklumi bahwa ibunya lelah, sehingga menyegerakan waktu tidur. Beda halnya dengan bosnya sendiri, Jungkook tidak tahu mengapa bosnya masih betah di sini. Ketika ibunya sudah memikih terlelap sementata itu tidak ada lagi kegiatan yang mengasyikan.
"Kau tinggal di tempat yang baik dan bersih. Juga, masakanmu enak sekali."
"Terima kasih, Pak Bos."
Jungkook sedikit merona mendengarnya. Jarang-jarang ada yang memuji masakannya selain ibunya dan Jimin. Lalu kini bosnya, mereka saat ini hanya duduk di sofa berdepankan teve yang menyala. Menanyangkan acara serial drama yang tiap minggunya rutin diputar.
"Pak, sebenarnya ada perlu apa kemari?" tanya Jungkook, sejak sore dia selalu tidak punya celah untuk bertanya. Ibunya selalu memotong demi berbicara dengan bosnya.
"Hanya ingin mengunjungimu di hari Minggu. Aku sedang tidak ada kegiatan," jawab bosnya.
Lalu mereka kembali diam. Meski malam semakin datang tapi bosnya seolah tidak peduli. Dentingan jam tetap pada tempatnya, serial drama itu habis jam tayangnya. Menyisakan pembukaan acara selanjutnya.
"Kau, sungguhan belum punya kekasih?" Lagi, bosnya menanyakan pertanyaan yang pernah ditanyakan.
Kali ini Jungkook menggeleng dengan senyuman. Dia juga tidak tahu mengala harus tersenyum, mungkin bosnya bosan dan makanya kembali bertanya hal yang sama.
"Kau serius?"
"Ya. Apa aku terlihat seperti sedang punya kekasih, Pak?"
"Tidak tahu. Aku hanya takut mengganggu waktumu dengan kekasihmu."
Kali ini Jungkook membalas dengan seringai, tak menduga bosnya bisa berpikir demikian. Astaga, bosnya benar-benar perhatian seperti apa yang Jaebum katakan. Hanya saja, sifat dinginnya seringkali membuat orang salah paham.
"Kalau boleh tahu, apa saja yang Pak Bos bicarakan dengan ibuku?" Ini hanyalah pertanyaan iseng belaka. Jungkook hanya penasaran karena sepertinya mereka berdua sudah dekat sekali.
Bosnya menggeleng dengan senyum lebarnya. Senyum yang kalau diperhatikan berbentuk persegi, senyum yang unik nan memikat.
"Banyak hal, dan kau salah satunya."
[]
Pagi yang berisik itu diakhiri suara teriakan Jungkook karena dia marah saat jam tidurnya terganggu oleh suara pengeras suara yang rupanya dinyalakan oleh ibunya.
"Ibu! Aku sedang tidur!"
Ibunya hanya tertawa gemas mendengar omelan Jungkook yang lebih mendekati rengekan. Belum lagi ekspresi kesalnya ketika bangun tidur. Pengeras suara itu dimatikan bahkan dicabut dari kabelnya.
"Maafkan ibu. Kau tidak bekerja?"
Jam delapan pagi, masih ada dua jam sebelum berangkat. Jungkook segera bergegas mandi, ganti baju, dan memulai sarapan dengan masakan khas ibunya tersendiri. Kini ruang makan itu dihadiri suara orang makan lebih dari seorang seperti biasanya.
"Bosmu baik sekalu sepertinya. Dia pengusaha muda yang sukses, pantas saja dia bisa menerimamu."
Entah itu gurauan belaka atau malah sindiran, tapi Jungkook memilih tak peduli. Yang dikatakan pertama oleh ibunya memanglah benar.
"Kau tidak merasakan sesuatu, Sayang?"
"Merasakan apa?"
Ibunya menggeleng pelan. Tatapannya seperti tidak percaya dibarengi dengan senyum misteriusnya. Jungkook laksana terdiam, detik berikutnya merengek karena panik.
"Ayolah Ibu! Katakan, apa yang salah dariku?!"
Lagi, tawa ibunya malah makin terdengar. Menggeleng lagi dengan balasan erangan Jungkook yang sambil memeriksa penampilannya lagi. Apa tubuhnya bau? Apa pakaiannya salah? Atau ada sesuatu di wajahnya?
"Cepat atau lambat, kau pasti tahu."
"Tahu apa?"
"R-a-h-a-s-i-a."
"Ibuuu!"
[]
Sore yang menjelang malam, ketika para karyawan sudah ada yang bisa pulang. Lantai tertinggi itu mulai agak sepi dari tadi siang. Langkah-langkah bisa terdengar jelas terutama Jungkook yang melangkah menuju meja kerjanya. Setelah mencuci muka karena mulai merasakan kantuk menyerang.
Langkah kaki lain menghampiri setelah beberapa saat berlalu, sebuah bungkusan dengan merek tertentu diletakkan di atas mejanya. Jungkook mengangkat wajah, menemukan bosnya yang baru saja meletakkan sesuatu di atas mejanya.
"Untuk ibumu. Bilang padanya, bahwa aku senang bisa mengenalnya."
Jungkook mengerjap, sempat tak menduga dan percaya. Lagi-lagi rasa penasarannya muncul, mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya dan bosnya. Apa yang sudah mereka bicarakan? Mengapa dia tidak boleh tahu sama sekali? Baik ibunya maupun bosnya sama-sama tidak mau memberitahu.
"Terima kasih, Pak Bos. Tapi, untuk apa?" dengan ragu Jungkook menanyakan, padahal urusan ibunya adalah urusannya juga jika dalam situasi seperti sekarang.
Bosnya itu, malah tersenyum dengan sangat misterius. "Berikan saja padanya, tak pernah ada wanita sebaiknya."
"Ya?"
Tanpa membalas, tubuh bosnya berbalik. Kembali memasuki ruang kerjanya, meninggalkan Jungkook dengan tanda tanya besar yang bersarang di atas benaknya.
Rupanya, itu adalah sebuah parfum dengan mereka yang tidak Jungkook kenali. Aromanya sedap dan segar, ibunya bahkan sampai menjerit karena senangnya. Hingga mencubit kedua pipinya dengan gemas seperti saat dirinya masih kecil.
Benar-benar aneh, apa yang terjadi antara bos dan ibunya?
"Ibu, kau menaksir bosku?"
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Stereotyp: Wir leben in der Gesellschaft [TAEKOOK]
Fanfictionwe live in society.