10. Stay With Me

1.7K 335 17
                                    

Ada sebuah kafe tidak jauh dari perumahan Jungkook. Kedua pria itu tengah duduk berhadapan, pandangan mereka saling berbeda arah. Tengah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jimin bersyukur bahwa dia tidak sendirian. Setidaknya ada orang lain yang masih peduli pada adiknya itu.

"Mungkin aku harus menceritakannya padamu? Masalahnya, aku takut Jungkookie tidak terima dan dia malah membenciku," ucap Jimin, nadanya terdengar begitu frustasi.

Jika lusa Jungkook tidak memberi kabar. Dia akan menghubungi Nyonya Jeon. Ibu Jungkook harus ikut andil dalam situasi ini. Putranya baru saja terkena pelecehan seksual dan diancam begitu saja, kini mentalnya terganggu. Jimin tahu bahwa Jungkook sebenarnya adalah pemuda yang lembut, tak heran jika ini adalah kejadian yang sangat mengguncang jiwanya.

"Ada apa? Apa ini bersangkut denganku?"

Jimin mengangguk meski ragu. Meminum ice coffee-nya terlebih dahulu.

"Hari Minggu kemarin. Kami juga tidak tahu siapa wanita itu. Tapi dia datang dan melecehkan Jungkookie kemudian mengancamnya."

"Tunggu, seorang wanita? Kau tahu ciri-cirinya?" Taehyung menyela sesopan mungkin. Meminta Jimin untuk segera menjelaskan.

"Tidak. Aku lupa bertanya pada Jungkookie. Dia sudah sangat shock saat itu."

Taehyung mengepalkan tangannya erat. Berdecak rendah, memejamkan matanya, berusaha meredam emosinya yang bisa saja keluar di sini. Tidak boleh. Dia harus mengeluarkan pada tempatnya. Kembali menatap ke arah Jimin yang sama terlihat frustasi. Kini Taehyung sadar, mungkin Jimin adalah satu-satunya orang terdekat Jungkook yang sangat peduli pada pemuda itu.

"Terima kasih, Jimin. Kurasa aku bisa menyelesaikan kasus ini. Untuk urusan rumah Jungkook. Aku punya rencana."

Di luar dugaan. Pemuda bermarga Park itu setuju. Seolah membiarkan Taehyung membereskannya sendiri.

"Aku bukannya tidak peduli. Hanya saja, ini bukan ranahku lagi. Mungkin orang yang berhak ikut andil hanyalah orang di lingkungan kerjanya. Jika kau butuh bantuan, hubungi aku saja."

"Baik. Terima kasih sudah percaya."

"Ya, tentu."

[]

Ini mungkin cukup gila tapi sudahlah. Taehyung tidak mau ambil banyak cara lagi. Masalahnya ini sudah empat hari dan Jungkook sepertinya benar-benar tidak keluar dari kamar barang sejengkal pun. Beruntung pintu belakang sangatlah rapuh untuk didobrak belum lagi rumah minimalis ini tidak begitu memiliki banyak ruangan berpintu. Cukup pintu belakang didobrak lalu kini pintu kamar. Taehyung menatap pintu cokelat muda itu sejenak.

Jelas kamar itu dalam keadaan gelap. Mengeluarkan sebuah kunci dari saku celana kemudian memasukkannya ke dalam lubang pintu. Taehyung memang gila. Dan dia tak pernah menyangka bahwa ini akan berguna—dia membuat kunci duplikat kamar Jungkook. Tujuannya sempat buruk tapi kini rupanya bekerja dengan baik.

Pintu kamar itu dibuka dengan mulus. Keadaan gelap menyapa, gundukan di kasur adalah objek utama Taehyung saat ini. Tidak menyalakan lampu, memilih segera berjalan menuju kasur di dalam kamar ini.

Duduk di pinggiran kasur, sosok yang meringkuk itu membelakanginya. Sebelah tangan Taehyung meraih bagian pinggir selimut. Menariknya pelan. Kedua mata indah itu tertutup meski tampak membengkak dan terdapat kantong hitam di bawahnya. Mendesis melihatnya, Taehyung menyentuh pipi yang kini terlihat menirus itu. Mengusapnya lembut dengan jarinya.

Sampai kedua mata itu terbuka. Dalam suasana gelap dan remang seolah langsung mengenali.

"APA YANG KAU LAKUKAN? KUBILANG PERGI!"

Stereotyp: Wir leben in der Gesellschaft [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang