Ini adalah hari yang baik. Jungkook berusaha menanamkan kalimat itu di dalam pikirannya. Segala traumanya, pemikiran yang berlebihan dan perasaannya. Dia berusaha mengenyahkan itu semua karena sejatinya sangat mengganggu dirinya bahkan untuk sekadar keluar dari kamar Taehyung.
Pria yang merangkap bosnya itu belum memberinya izin untuk kembali ke rumahnya. Yang omong-omong, terdapat kamera pengintai di beberapa sudut tak terkira dan pintu masuk depan yang sudah rusak total. Jelasnya, rumahnya belum dalam keadaan benar-benar aman dan mungkin sedang direnovasi di beberapa bagian.
Dan sejak pagi itu, Jungkook tidak melihat keberadaan Taehyung. Hanya ada seorang maid yang masuk ke kamarnya dan menaruh makanan. Maid itu pun seorang laki-laki—mungkin waspada jika Jungkook bisa trauma pada seorang perempuan.
Dan hari berganti malam kemudian kembali pada pagi hari. Lalu di sinilah Jungkook masih berada. Duduk di sofa kecil yang dia hadapkan ke arah jendela kamar yang tersambung dengan balkon di depan. Dia ingin ke balkon tersebut, namun jendela yang merangkap pintu itu dikunci rapat. Alhasil, dirinya hanya bisa duduk sambil menatap sendu ke arah luar dari balik kaca.
Suara ketukan pada pintu kamar ini langsung menyadarkan lamunan Jungkook yang sedang berkelana. Segera menoleh ke arah pintu, hingga ketukan terdengar lagi. Pintu dibuka olehnya, di sana ada seseorang yang membuatnya langsung tersenyum lega.
"Jimin Hyung!"
"Hai, Jungkookie. Kau baik-baik saja di sini?"
Tanpa banyak ragu, bertingkah seolah ini adalah kamarnya. Jungkook segera mengajak Jimin lebih masuk, mereka duduk di sofa yang memang berada di sudut kamar ini. Jimin tak bisa menyembunyikan ekspresi senangnya ketika melihat Jungkook yang begitu senang akan kedatangannya. Seolah tidak ada yang terjadi kemarin-kemarin.
"Aku sangat lega kau baik-baik saja sekarang. Maaf aku baru bisa menjengukmu."
"Apa maksudmu, Hyung? Aku tidak sakit!" elak Jungkook, tidak terima.
Mendengar itu membuat Jimin tertawa. Dia hanya mengangguk sebagai respons mengiyakan. Hening menemani mereka lalu, dan Jungkook yang kembali tenggelam dalam lamunannya. Hanya lamunan yang dapat dia lakukan semenjak terbangun di kamar ini.
"Kurasa, kau harus pindah rumah," saran Jimin tanpa dipinta.
Jungkook menoleh pada pemuda itu. Memandang heran.
"Pindah? Aku malas, Hyung."
"Tapi itu baik untukmu. Kau butuh suasana baru dan lingkungan yang lebih aman."
Jungkook terdiam mendengarnya. Haruskah dia berlaku demikian?
"Dia bisa tinggal di sini."
[]
Ini keputusan yang mendadak menurut Jungkook. Tapi dia sendiri bahkan tidak melayangkan protes secara terang-terangan. Bahkan, tidak ada niatan untuk menolahk setelah mendengarnya begitu saja,
Rumah ini rupanya luas di bagian halaman belakang. Jungkook tak menyangka bahwa bosnya memiliki sebuah taman kecil di bagian belakang rumah. Ada jalan setapak yang dibuat oleh batu berbentuk heksagon, jalan setapak itu menjalar ke mana-mana. Ada yang menuju sebuah kolam ikan, sebuah ayunan dan gazebo yang tidak begitu besar.
Dan di sinilah Jungkook berada. Dia atas ayunan yang terdapat dua ayunan kembar. Mendorong tanah dengan kakinya sehingga ayunan berayun pelan. Menikmati udara di sore hari yang terasa sangat segar di sini. Terlalu banyak tanaman hijau yang indah.
"Aku membawakannya untukmu."
Keberadaan Taehyung sangat tidak dia duga. Jungkook langsung menoleh agak ke belakang, pria itu membawa kandang, menaruhnya di atas rumput lalu membuka pintunya. Seekor kelinci keluar dengan matanya yang berwarna merah. Jungkook terkejut tidak percaya,
"Kau membawanya ke sini?!" pekiknya terkejut.
Kelinci itu terus melompat hingga mendekati kakinya. Tanpa takut, Jungkook membawa kelinci itu—Tokki namanya ke pangkuannya. Menurut dan segera meringkuk manis di atas pangkuan Jungkook yang hanya memakai celana pendek sepaha.
"Yang satu lagi tidak mau keluar."
"Dia memang pemalu."
Ayunan di sebelahnya kini terisi oleh Taehyung. Mereka menghadap jauh dari tembok yang sebagai pagar halaman belakang ini. Jungkook memainkan telinga Tokki yang sepertinya mengantuk.
"Rumahmu sudah aman sekarang, Jungkook."
Mendengar itu Jungkook mengangguk paham. Tapi pikirannya kembali ke saat itu—ketika Taehyung berkata bahwa dia bisa tinggal di sini. Debaran di jantungnya tiba-tiba terasa lebih kencang.
[]
Jungkook pikir dia akan lembur di rumahnya ketika kembali. Rupanya tidak. Keadaan rumahnya sudah seperti semula bahkan sedikit lebih baik dari sebelumnya. Semuanya kembali benar-benar normal namun, tetap saja suasana malam itu masih membekas di dalam benaknya. Melangkah menuju kamarnya, Jungkook menghela napas lega ketika semuanya kembali seperti semula. Meski tubuhnya merinding kecil akibat mengingat kejadian mengerikan malam itu.
"Kau yakin bisa tidur sendiri malam ini?"
Mendengar pertanyaan demikian membuat Jungkook mencebikkan mulutnya sebal. Menatap hyung kesayangannya dengan tidak terima.
"Aku bukan anak kecil lagi!"
Sementara Jimin terkekeh mendengarnya. "Maksudku, apa kau tidak akan merasa ketakutan lagi? Apa perlu aku menginap di sini?
"Atau malah... Taehyung yang harusnya menginap di sini?"
Jika tidak sepenuhnya sadar, Jungkook bisa melempar jam di nakas ke arah Jimin. Tapi yang dia lakukan malah hanya diam tidak bisa berkata-kata. Meski begitu, wajahnya terlihat memerah dan memanas. Segera Jungkook mengenyahkan pikiran-pikiran yang mulai hinggap.
"Kau sudah gila, Hyung," komen Jungkook dengan polos.
Sementara itu, Jimin tertawa puas sekali. Dia sedari tadi dapat melihat jelas perubahan ekspresi adik kesayangannya itu. Jeon Jungkook yang selama ini dia kenal tidak pernah jatuh cinta. Bahkan, tertarik pada seseorang pun tidak ada. Entah Jungkook yang pandai menyembunyikan atau memang tidak pernah tertarik pada dunia percintaan. Tapi kini, terlihat jelas bahwa pemuda bermarga Jeon itu mulai tertarik.
"Kenapa kau tidak mengiyakan tawaran bosmu?"
"Itu merepotkan sekaligus memalukan!"
"Tidak menurutku." Jimin bersandar pada pintu kamar Jungkook yang terbuka.
"Hyung."
"Apa?"
"Apa salah jika demikian?" Jungkook mulai memancing suasana yang serius.
Tatapannya kini berbeda begitu juga ekspresinya. Mulai berpikir lebih dalam, Jungkook tersenyum miris ketika mengingat di awal bahwa dia sangat tidak terima ketika tahu bahwa Jimin memiliki kekasih seorang lelaki. Lalu kini, dirinya mulai meragukan ketertarikannya terhadap lawan jenis. Dunia memang bisa selucu ini pikirnya. Entah ini sebuah karma atau karena pesona seorang Kim Taehyung, bosnya, terlalu kuat.
"Bosmu itu. Mungkin dia bisa dikatakan dewa. Entahlah, tapi bagiku siapa saja pasti menyukainya baik pria maupun wanita dan baik secara seksual maupun cinta. Jadi, kau tertarik padanya adalah hal yang wajar."
"Tapi aku bukan seorang homoseksual, Hyung."
Kali ini Jimin mengajak Jungkook untuk bertemu dalam tatapan yang dalam. Suasana di antara mereka tidaklah canggung apalagi mengintimidasi. Akan tetapi, tetap saja ada debaran tak nyaman di dada Jungkook ketika sadar bahwa Jimin menatapnya begitu intens.
"Kalau begitu, anggaplah kau hanya menyukainya. Kau menyukai pria tapi itu hanyalah Kim Taehyung."
"Huh?"
"Aku pulang dulu. Bye!"
Jungkook membiarkan Jimin pamit dan pergi. Pemuda itu pasti masih punya urusan dalam pekerjaannya. Kini tinggalah Jungkook sendiri, menghela napas kuat-kuat. Membaringkan tubuhnya di atas kasur nyamannya. Menatap langit-langit kamar dan pikirannya kembali menerawang entah ke mana. Terlalu banyak kejadian tak terduga yang sudah terjadi di dalam hidupnya. Lalu kini, Jungkook malah dihadapkan dengan kebimbangan dirinya terhadap perasaannya sendiri.
[]