HUKUM SELFIE & UPDATE STATUS
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya.
(HR. Thabrani)
Ketahuilah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha MERAHASIAKAN DIRI bukan menonjolkan diri.
Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang TIDAK MENONJOLKAN DIRI.
(HR. Muslim).
▪ Selfie
Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan hadits di atas.
Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub, riya.. Bahkan ada yang sampai takabbur.
Ketahuilah,
- Bila kita berfoto selfie lalu takjub dengan hasil foto itu, bahkan mencari-cari pose terbaik dengan foto itu, lalu mengagumi hasilnya, mengagumi diri sendiri, maka khawatirlah itu termasuk UJUB.
- Bila kita berfoto selfie lalu mengunggah di media sosial, lalu berharap di-komen, di-like, di-view, di-love atau apalah, bahkan kita merasa senang ketika mendapatkan apresiasi, maka khawatirlah kita masuk dalam perangkap RIYA.
- Bila kita berfoto selfie, lalu dengannya kita membanding-bandingkan dengan orang lain, merasa lebih baik dari yang lain karenanya, merasa lebih hebat karenanya, jatuhlah kita pada hal buruk yaitu TAKABBUR.
Ingatlah pada masa lalu, kita masih merasakan dimana memfoto diri sendiri adalah AIB, sesuatu yang aneh, tidak biasa, dan cenderung GILA, narsis di masa itu bukanlah suatu kebiasaan yang benar.
Namun zaman sekarang terbalik, wanita Muslimah tanpa ada malu memasang fotonya di media sosial, satu foto 9 frame, dengan pose wajah yang -innalillahi- segala macam, saat malu sudah ditinggal, dimana lagi kemuliaan wanita?
• Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa malu merupakan bagian dan cabang dari KEIMANAN.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Iman memiliki 70 atau 60 cabang lebih.
Yang tertinggi adalah ucapan LÂ ILÂHA ILLALLÂH dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
Dan rasa malu itu salah satu cabang dari keimanan.
(HR. Muslim)
• Sifat malu merupakan sifat yang terpuji yang mendatangkan banyak kebaikan dan dapat membentengi seseorang terjerumus dalam perilaku buruk.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
KAMU SEDANG MEMBACA
Pejuang Hijrah
SpiritualUntaian kata-kata dan kalimat, untuk memotivasi para pejuang hijrah (InsyaaAllah). Dari berbagai sumber yang ditemukan lewat sosial media. Hanya ingin memotivasi para pehijrah yang berjuang dalam tahap istiqomah dalam mengejar surga dan pemiliknya.