[01] EL(A)NG

215 48 80
                                    

“THA! AGATHA!”

Suara cempreng milik Meta sukses membuat semua murid serta guru yang sedang berada di lapangan menoleh kearah Agatha yang baru saja datang. Jika posisi Agatha sedang berada di dekatnya, ia mungkin langsung menjitak Meta karena telah membuat dirinya ditatap banyak orang.

“HEI! KEMARI KAMU!” panggil Pak Hari.

Agatha mendengus kesal. Orang-orang yang tadi menatapnya pun masih setia melakukan hal itu. Agatha risih. Ia tidak suka ditatap oleh banyak orang.

“Ada apa, pak?”

“Mau kemana kamu? Mau kabur dari pelajaran saya?”

“Bapak suudzon aja sama saya. Tadi saya mau ke kelas terus langsung ganti baju biar bisa ikut pelajaran bapak yang ganteng jelita ini.” ujar Agatha.

“Mana ada ganteng jelita. Cepat ganti baju!”

“Santuy, pak. Lagi PMS ya?” tanya Agatha asal yang rupanya membuat beberapa murid yang mendengarnya menahan tawa. “Yaudah deh saya ke kelas dulu. Jangan lupa minum Kiranti ya, Pak!”

Agatha kembali ke lapangan dengan seragam olahraga yang sudah melekat ditubuhnya. Bukannya memperhatikan materi yang sedang dijelaskan, Agatha justru sedang asik berbicara dengan ketiga sahabatnya.

“Agatha! Kemari kamu!” panggil Pak Hari yang membuat Agatha sedikit terkejut.

“Kenapa lagi sih, Pak?” geram Agatha sembari berjalan menghampiri guru yang umurnya hampir berkepala lima.

“Masih nanya kenapa lagi! Kamu udah terlambat, bukannya perhatiin materi yang lagi dijelaskan malah asik-asikan ngobrol.”

“Saya lagi diwawancarain nih pak sama temen-temen saya. Katanya mereka, kenapa saya bisa terlambat, kenapa ban motor abang saya bisa bocor, terus terakhir kenapa Pak Hari bisa ganteng ya? Gitu pak.” Sontak kedua mata sahabatnya membulat saat mendengar kalimat yang dilontarkan dari mulut Agatha.

“Ngeles aja kamu kaya odong-odong pasar malem. Sebagai hukuman karena kamu udah terlambat tapi malah asik ngobrol pas saya kasih materi, kamu ambil dan bawa kemari bola basket yang ada di lapangan indoor.”

Agatha menatap malas kearah guru olahraganya yang entah punya dendam apa pada dirinya. Senang sekali membuatnya kesusahan sedangkan ketiga teman Agatha cekikikan menatap wajah cewek disebelah mereka.

Agatha masuk ke dalam lapangan indoor tanpa memperhatikan hal yang lain. Pandangannya lurus menatap yang ia cari.

“Ngapain lo?” tanya seseorang tiba-tiba yang membuat Agatha sedikit kaget dan membuat dirinya menghentikan aktivitas yang sedang memasukan bola basket ke dalam keranjangnya.

cowo yang tadi?

“Mata lo buta?”

Cowok itu hanya memberikan tatapan datar. Sesaat kemudian melanjutkan hisapannya pada sebatang rokok dan mengepulkan asapnya yang dalam sedetik langsung berbaur dengan partikel udara di lapangan tersebut .

Cowok itu membuang dan menginjak puntung rokoknya hingga baranya mati.

“Kalau gak bisa jangan dipaksain. Lo cewek, mana kuat bawa barang segini. Makin pendek yang ada.” ucapnya seraya berjalan mendekat kearah Agatha.

“Gue gak pendek, lo nya aja yang ketinggian.” jawab Agatha kesal. Tinggi Agatha memang hanya sejajar dengan pundak Elang. Ah, masa bodo dengan hal ini. Yang terpenting ia harus membawa bola basket tersebut ke lapangan outdoor sekarang.

“Lo kebawah duluan, ini biar gue yang bawa.” Elang sedikit melirik kearah bola basket.

“Lo kebawah duluan. Ngerti bahasa manusia kan?” ucapnya sekali lagi karena melihat Agatha yang malah menampilkan wajah bingungnya.

EL(A)NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang