[07] EL(A)NG

23 0 0
                                    

Udara segar menemani hari yang cerah ini. Setelah perdebatan panjang antara Agatha dan Elang, akhirnya mereka pun duduk bersebelahan. Semua ini terjadi karena Agatha kesiangan sebab tadi malam ia turnament game serta Elang yang terlambat karena harus menemui Bundanya terlebih dahulu.

“Mimpi apa sih gue semalem?!” rutuk Agatha kesal dalam hati.

Agatha menyandarkan kepalanya pada jendela kaca bis. Tangan perempuan itu bergerak menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Memutar lagu-lagu favoritnya dengan volume yang cukup kencang sehingga Elang dapat mendengar sayup-sayup lagu tersebut.

“Pantesan bolot,” celetuk Elang dengan suara pelan.

Tak betah hanya berdiam diri, Elang memutuskan untuk menghampiri teman-temannya yang berada di kursi belakang. Elang meminta salah satu temannya untuk menggantikan tempat dudukbya agar Pak Reno tak curiga. Hanya karena sikap menjengkelkan Pak Reno menyebabkan tempat yang sudah Elang pesan kepada teman-temannya terpaksa diisi oleh murid yang lainnya. Saat hendak menukar tempat duduk sebelum bis itu berangkat, Pak Reno melarangnya dan berakhir dengan ceramahan panjang.

“Lihat aku, sayang~ Yang sudah berjuang menunggumu datang~”

“Biasanya liriknya lo ganti deh. Coba nyanyi pake versi lo dong Jay. Mumpung ada orangnya tuh,” ledek Barnes dengan sengaja seraya melirik ke kursi dimana Lerina berada.

“Udah gak waras kali lo. Nanti yang ada dia makin ngejauhin gue,” jawab Jay jujur. Lerina memang perempuan yang Jay suka sejak dimulainya masa putih abu-abu ini. Sifatnya yang pendiam membuat Jay makin sulit untuk menaklukan hati perempuan itu.

“Kalo dia ngehindarin lo, berarti lo jelek.” balas Barnes asal.

“Tega banget lo ya, Nes. Mematahkan kepercayaan diriku yang telah dibangun sekitar 50 tahun yang lalu,” jawab Jay dengan menjitak dahi Barnes, “Gue tuh sebenernya nggak jelek.”

“Tapi cuma kurang ganteng aja,” ujar Elang melanjutkan ucapan sahabatnya seraya berjalan menghampiri kursi belakang—tempat para sahabatnya duduk. Jay memukul lengan Elang dengan topi milik Barnes. Elang tertawa melihat ekspresi wajah Jay yang kesal.

Suasana di kursi belakang sangat ramai. Mereka membuat suasana bis itu menghangat karena kebersamaan. Tidurnya Pak Reno membuat Elang pindah tempat duduk dengan leluasa. Sayangnya Rayan tak bisa mengikuti kegiatan kali ini, ia harus mengurus perusahaan milik Papanya yang nantinya akan ia pimpin setelah lulus bersekolah.

• ° • ° •

Di perkemahan para murid ditugaskan untuk mendirikan tenda mereka masing-masing. Seiring dengan hari yang sudah gelap, perasaan khawatir mulai menyelimuti teman-teman Agatha karena perempuan itu belum juga kembali dari toilet terdekat. Mereka juga belum melaporkan hal ini kepada guru pembimbing karena mereka pikir Agatha akan segera kembali.

“Agatha kesasar atau gimana ya? Dari tadi ko gak balik-balik,” tanya Meta sembari menaikkan resleting jaketnya.

“Coba gue telepon dulu,” ujar Lerina yang langsung merogoh saku celananya. Dering suara telepon itu berada di dekat mereka. Indhira sedikit berlari menuju tendanya, memastikan bahwa itu adalah benar suara ponsel Agatha.

“Nggak bawa handphone ternyata,” ujar Indhira setelah kembali ke depan tendanya.

“Mohon perhatiannya, ya! Selamat malam teman-teman dan bapak, ibu guru tercinta! Agenda kita malam ini adalah membuat musikalisasi puisi. Teman-teman kalian sudah kumpul semuanya?” ujar Daniel; ketua osis SMA Danabrata dengan toa di tangannya.

“Kak, maaf, teman saya yang bernama Agatha belum juga kembali dari kamar mandi dari satu jam yang lalu.” lapor Indhira membuat para murid yang tadinya sangat riuh mendadak terdiam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EL(A)NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang