[03] EL(A)NG

71 9 2
                                    

Suasana yang sangat tenang membuat Elang terlelap dengan keadaannya yang masih memakai seragam sebelum akhirnya terbangun. Pandangannya beralih pada jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul delapan. Ia meregangkan badannya kemudian duduk di sisi kanan banker. Menatap sendu wanita paruh baya di depannya. Ia sangat merindukan Bundanya. Sosok yang selalu memberikan kehangatan serta kebahagiaan untuk dirinya dan juga Alesha.

“Apa sih, ko celana gue geter-geter?” tanyanya pada diri sendiri sembari merogoh saku celananya.

“Goblok, ternyata ada telepon,” lanjutnya dengan mencaci dirinya sendiri. Tangannya bergerak untuk mengusap layar ponselnya.

“Lo dimana? Masih di tempat Bunda lo?”

“Iya, kenapa?”

Dari semalem gue telponin tapi nggak lo angkat. Rama kecelakaan setelah dikeroyok.

"Terus sekarang keadaan Rama gimana?”

Udah mulai sadarkan diri. Lo nggak usah terlalu khawatir. Semalem gue sama yang lain juga udah jengukin Rama. Btw Bunda lo gimana keadaannya? Kalo masih belum stabil mending lo nggak usah masuk dulu,

“Tumben otak lo waras. Bunda gue udah tenang. Gue sekolah, tapi nanti siangan—”

Sebentar, maksudnya bunda lo u-udah gak ada?

“Jay gue minta tolong banget lemotnya jangan sekarang, bisa kan?”

Gimana sih maksudnya? Katanya...Bunda lo udah tenang.

“Lo pikir orang yang meninggal doang yang boleh dibilang tenang? Besok otak lo jual aja kalo begini mah,”

Sembarangan lo kalo ngomong. Otak gue mah

“Udeh ah. Besok-besok kalau mau ngomong kakinya dilurusin dulu biar otaknya nggak kejepit.” pungkas Elang dan langsung kembali ke ruangan. Tangannya tergerak untuk mengambil Hoodie coklat yang berada di atas sofa. Satu kecupan kecil diberikan pada dahi Bundanya. “Cepet sembuh ya, Bun. Elang pamit dulu,”

• ° • ° •

Matahari kian meninggi. Kemeja putih milik Elang sudah dilepaskan sejak cowok itu mulai berlari, menyisakan kaos putih polos yang terlihat pas ditubuhnya. Peluh yang membasahi wajah Elang membuat para siswi semakin enggan untuk melewatkannya.

Terpaksa Elang harus menjalankan hukuman ini lantaran pihak kesiswaan yang mengancamnya dengan hukuman yang lebih-membersihkan kamar mandi laki-laki selama sebulan, yang benar saja? Kalian semua pasti tahu bagaimana semerbaknya aroma di kamar mandi laki-laki.

“Semangat larinya, Elang!” teriak perempuan berseragam ketat dari pinggir lapangan dengan membawa sebotol air mineral dingin.

Elang tetap berlari tanpa menoleh ke arah suara berasal. Ia lebih memilih untuk meladeni ledekan dari sahabatnya yang sedang duduk di bangku panjang dekat lapangan ketimbang menanggapi perempuan seperti Laras. Bosan rasanya menasehati perempuan itu agar berhenti menyukai Elang karena semua itu hanya akan menyakiti hatinya sendiri.

“Mantep bener yeee Laras. Gue rasa dia pake kemeja putih waktu SD-nya deh.” ujar Jay yang tengah bersandar pada kursi panjang bersama dengan Barnes dan Rayan.

EL(A)NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang