[04] EL(A)NG

65 3 0
                                    

Udara yang menusuk tulang mengiringi mereka yang hadir di Lengser pada Sabtu malam ini. Deru motor yang saling bersautan terdengar sangat jelas di Jalan Lengser, tempat yang akan digunakan kedua rival untuk balapan. Banyak dari anak SMA Danabrata maupun SMA Gandapati hadir untuk mendukung atau hanya sekadar menonton jagoannya.

Sebelumnya Elang mengatakan tak ingin mengikuti balapan ini kepada kawan-kawannya. Selain karena tak seimbang dengan perlakuan yang Hayden dan teman-temannya lakukan beberapa hari yang lalu kepada dirinya, pasukan laki-laki itu pasti akan menyerang SMA Danabrata lagi pada akhirnya. Hayden tak hentinya mencari masalah dengan anak SMA Danabrata terutama Elang. Mungkin ia merasa dendamnya terhadap Elang masih belum terbalaskan.

“Mana temen lo yang namanya Elang itu? Gue mintanya Elang bukan lo,” ujar Hayden yang mulai membuka suara. Rayan yang menggantikan Elang sementara hanya menatap datar lawan bicaranya. Muak.

“Takut kali dia Den,” celetuk salah satu laki-laki di belakang Hayden.

“TAKUT?!” sergah laki-laki yang berada di belakang anak-anak SMA Danabrata yang sukses membuat seluruh mata mengarahkan pandangannya ke arah suara itu berasal. Terlihat Elang dengan hoodie hitam duduk diatas motor sportnya. “Ogah banget gue takut sama majikan lo.”

“Yan biar gue aja,” pinta Elang kepada Adrayan dan kemudian memajukan motornya agar berhadapan dengan Hayden.

“Ayo. Gak usah bacot lagi sekarang.” ajak Elang memasang helm fullface-nya.

“Fokus, Lang. Lo pasti bisa.” dukung Adrayan sembari menepuk pelan pundak laki-laki berjaket navy.

“Pasti bisa. Lawan orang kayak begitu mah positif menang!” sahut teman-temannya kompak yang ikut memberi semangat.

Masing-masing pendukung dari kedua sekolah itu tak hentinya memberikan semangat. Elang menganggap ini hanya pemanasan saja. Ia akan melakukan pembalasan yang lebih untuk membuat Hayden maupun antek-anteknya berpikir dua kali jika ingin cari masalah dengan anak SMA Danabrata-terlebih belakangan ini diketahui merekalah penyebab terbaringnya Rama di rumah sakit beberapa hari yang lalu.

“Gue udah pernah bilang kan ke lo kalau orang jahat pasti enggak akan pernah menang?” tanya Elang santai dan membuat Hayden mengepalkan telapak tangannya. Teman-temannya bersorak antusias dan memberi tepuk tangan atas kemenangan Elang.

Elang melirik sekilas tangan laki-laki di depannya. Tangan itu sudah terkepal kuat menahan amarah. Elang tau itu. “Mau pukul gue? Pukul aja nih. Sekalian ajak pasukan lo. Dari dulu enggak pernah berubah. Cupu.” ujar Elang disertai seringaiannya.

Rahang Hayden mengeras. Sudah cukup menjawab apa yang tengah laki-laki itu rasakan. Emosi dan pastinya malu. Tak mau merasakan malu yang lebih lagi, Hayden mengajak kawan-kawannya bergegas pergi meninggalkan Lengser.

“BANGSAT!”

• ° • ° •

Dengan kemeja yang sudah berantakan Elang nampak santai memainkan ponsel miliknya di kursi panjang depan kelas. Agatha yang berada tak jauh dari laki-laki itu tengah menyenderkan tubuhnya pada tembok bercat putih, menghela napas kasar melihat kelakuan manusia yang mungkin terobosan dari setan juga. Mengapa bisa-bisanya Agatha dipertemukan oleh manusia menyebalkan seperti Elang?

“Ngapain lo berdiri disitu terus? Ambeyen?” tanya Elang sedikit menoleh sebelum kembali fokus pada ponselnya.

“Bukan ambeyen doang, lo bolot juga ternyata.” tambah Elang asal.

“Enteng banget mulut lo kalo ngomong.” balas Agatha. Elang tak menjawabnya lagi. Mereka berdua kembali pada pikirannya masin-masing.

“Kenapa enggak terima sekelompok sama gue?”

EL(A)NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang