[02] EL(A)NG

151 29 55
                                    

Kelap-kelip lampu kendaraan maupun gedung-gedung tinggi di Ibu Kota mulai terlihat. Elang tengah berkumpul bersama para sohibnya di warung Bi Iyem yang sudah dianggap sebagai salah satu basecamp mereka-basecamp anak SMA Danabrata.

Lebih baik melewati hari-hari bersama para sahabatnya ketimbang berada di rumahnya yang mungkin bisa dikatakan sama sekali tak memberikan kehangatan sebuah keluarga.

“Lo nyetel musik apaan sih Jay? Dari tadi cuma tataw-tetew tataw-tetew doang yang gue denger.” protes Elang dengan kedua tangannya yang sibuk mengutak-atik rubik di pos depan warung Bi Iyem.

“Tau lo. Konsentrasi makan gue berkurang, ganti yang beneran dikit.” timpal Barnes yang tengah menyantap mie instan di samping Elang.

“Ah, lo berdua mah nggak gaul! Ini lagu kan lagi ngehits banget.” balas Jay sembari berjoget dengan telapak tangan yang dikepal dan ibu jari yang bergoyang-goyang.

“Jay ganti nggak?!” ancam Barnes karena Jay masih saja memutar lagu tadi.

“Iyee-iyee! Bawel banget lo kaya si Meta.” jawab Jay yang dengan terpaksa menuruti permintaan sahabatnya itu, meskipun dalam hatinya sudah mengumpat.

“LIHAT AKUUU, LERINNN~ YANG SUDAH BERJUANG MENUNGGUMU DATANGGG MENJEMPUTMU PULAANGG! INGAT SLALU LER-” belum sempat Jay meneruskan nyanyiannya, topi coklat Barnes sudah terlebih dahulu mengenai kepalanya dengan keras.l

“Apaan lagi sih?!” tanya Jay gemas. Pingin nabok.

“Gini nih, kalo orang ditolak gebetannya mentah-mentah.”

“Wahhh! Parah lo Nes. Sahabat apaan lo kaya begitu?” tanyanya dengan suara sedikit meninggi. “Sabar Jay sabar,” Elang menepuk-nepuk pundak Jay dengan tangan kanannya yang masih merangkul cowok slengean itu. “Tapi eumm..., emang bener sih omongan lo tadi. Fakta, Nes.” lanjut Elang sambil memasang tampang polos-ralat, sok polosnya.

“Bangsat lo, Lang!” ucap Jay yang langsung melepas rangkulan sahabatnya itu. Mereka semua kompak tertawa. Menyenangkan rasanya meledek Jay walau sebenarnya hanya sekedar candaan.

“Punya sahabat ko pada jahat-jahat amat ya Tuhan,” Jay dengan nada mendramatisir sambil mengelus dadanya.

“Kan lo yang ngajarin,” protes Barnes dengan memukul kembali kepala Jay dengan topinya. “Kapan kita bales kelakuan anak SMA Gandapati, Lang? Mereka kan yang bikin lo diskors.” ujar Barnes dengan ekspresi yang berubah serius.

Elang tampak memikirkan ucapan sepupunya itu. Ia memang sudah memikirkan akan membalas perbuatan anak SMA Gandapati, namun ia juga tak mau terlalu terburu-buru mengambil langkah. Bagi mereka, jika ada seseorang yang mengusiknya, berarti orang tersebut harus siap menanggung resikonya. Sesaat kemudian ponselnya berbunyi membuat Elang bergerak merogoh saku celana abu-abunya. Satu pesan masuk dari aplikasi LINE miliknya.

Hayden Laxitto
Hari Sabtu nanti, balapan motor sama gue di Engser, gimana? Kalo takut besok-besok ke sekolah pake rok.

“Kenapa lo? Buka hp langsung senyum-senyum gitu, udah punya doi nih sekarang?” ucap Barnes menyelidik ketika melihat perubahan wajah Elang. Cowok itu sontak menggeleng dan kemudian menunjukkan isi chat yang ada di ponsel berlogo apel tergigit miliknya.

“Kagak ada bosennya ape ye si Ngeden? Emangnya belum puas kita bikin bonyok plus malu waktu tawuran kemaren?”

“Hayden, Jay namanya. Kalo Ngeden itu kegiatan pas mau boker,” protes Elang dengan sedikit terkekeh.

“Orang kaya gitu mana pernah puas.” celetuk cowok dengan hoodie abu-abu yang baru saja datang sembari membawa segelas es jeruk, Adrayan.

EL(A)NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang