Berbagi Rahasia

1.1K 49 1
  • Didedikasikan kepada Prayogo Edogawa
                                    

        Theresa menarik lenganku dan membawanya ke suatu tempat. Karena hanya di tarik, aku tidak tahu mau di bawa kemana dan untuk apa. Entah kenapa, aku hanya menurut  mengikuti arah tarikan Theresa. Jangankan di sentuh, ngeliat gua aja langsung kabur.

          Beberapa saat kemudian, Theresa melepaskan genggaman tangannya. Kami sampai di taman belakang sekolah. Disini belum cukup banyak orang yang tahu tempat ini. Suasananya sangat sepi dan tenang. Udaranya sejuk dan banyak pohon rindang yang menutupi matahari pagi. Jantungku berdetak kencang karena menyadari di sini hanya ada aku dan Theresa.

          Dia duduk berselonjoran dan bersender di batang pohon yang cukup besar. Walaupun dia memakai celana panjang jeans, lekukan tubuhnya yang cukup cantik masih terlihat. Dia seperti menyatu dengan alam, sangat tenang.

          “Jangan tatap aku seperti itu, inilah baju yang paling rapih dan sopan pendapatku. Aku tidak terlalu pe-de untuk di pandangi orang tampan dan di idoalakan seluruh wanita.” Kata Theresa sambil menatap dalam mataku. Wajahnya hampir memerah karena mendapati mataku menelusuri tubuhnya dengan seenaknya. Itu membuat jantungku lebih berdetak kencang. Tapi dengan cepat aku mengendalikan tubuhku.

          “Ehem! Ada perlu apa menarikku kemari?” tanya ku dingin.

          “Pftt! Berkata tajam dengan wajah memerah. Lucu juga. Hahaha!” kata Theresa terbahak-bahak.

          “Cih!” ucapku menahan kesal.

          “Hahahaha... wajahmu itu.. hahaha!” Theresa tertawa sangat ceria.

          “Ada apa menarikku kemari?” kataku kesal. Tawanya berhenti, mimik wajahnya beruabah. Dia terdiam dan berfikir sejenak. Memilih kata-kata yang patut untuk di ucapkan. Lalu mata birunya menatap dalam mataku.

          “Jika Cindy, your first love, meminta maaf karena sudah memanfaatkanmu. Apa yang kamu inginkan? Menunduk sambil meminta maaf, atau hanya berjabat tangan dan hal biasa lainnya?” tanya Theresa hati-hati.

          “Hmm, dengan cara apapun tidak menjadi masalah sih. Asal tulus.” Kataku enteng.

          “Oh,”

        “Ah! Kok kamu tau? Bagaimana caranya? Itu adalah masalah pribadi lho!” kataku penasaran.

          “Ke dua teman perempuanmu adalah 3 serangkai jika di tambah denganku. Mereka sering meminta pendapat tentang hubunganmu. Saat itu, mereka tidak pernah menyebutkan namamu, hanya ‘Pangeran Selatan’. Ketika jati dirimu terungkap, aku tahu siapa orang yang di maksudkan mereka.” Cerita Theresa.

          “Lalu? Aku masih tidak paham di mana letak kesalahanku. Alasan untuk membenciku. Apa salahku?” pertanyaan yang selalu menghantui ku setiap hari. Sampai aku susah tidur karena gelisah.

          Mendengar pertanyaan seperti itu, mendadak tubuh Theresa menegang. Matanya membelalak dan seperti kehilangan kata-kata. Aku jadi merasa deja vu. Dia bersujud seperti pembunuh kelas atas yang meminta keringanan hukuman.

          “Hei! Kok elo sujud? Gua nanya elo ngapain sujud?” tanyaku panik melihat Theresa dalam posisi seperti ini. Buru-buru aku ikut jongkok dan membuat badannya tegak. Aku menatap wajahnya, air matanya turun.

          “Maaf, aku minta maaf. Walau aku tahu, aku tidak pantas mendapat maafmu, tapi aku minta maaf.” Kata Theresa sambil bercucuran air mata.

My Sweetest Experience LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang