Ino menuntunku entah
kemana kami akan pergi.
.
.
.
.
.
"Ino kita mau kemana ? pulang aja yu , lalu keadaan yang lain
bagaimana?"akhir aku bertanya untuk memecah keheningan di antara aku dan Ino,namun ia hanya tersenyum dan menggeleng, sampai rambut panjangnya bergoyang-goyang, Ino terlihat lebih anggun jika diam begini, tapi aku lebih suka saat Ino terlihat ceria dan bawel dan juga seksi, hm..... seksi aku sebenarnya iri dengan dada Ino yang berisi, sedangkan aku, rata, seperti kata si pucat sialan satu itu, Tapi yang mendominasi pikiranku sekarang bukan tentang itu, aku bingung, sebenarnya Ino ini kenapasih, dan lagi kami akan kemana.
.
.
.
.
.
Kami terus berjalan, tidak tau akan kemana, ini sudah malam, tapi
sangat ramai, berbanding terbalik dengan keadaan dirumah sakit, banyak sekali orang-orang dengan pakaian lusuh menatap kami heran dan seakan-akan ingin mendekat, kenapa sih?dan aku sebenarnya ada di kota macam apa ini, sudah ku duga bahwa kota ini jauh dari rumahku, disini masih banyak sekali pohon-pohonan yang menghiasi pinggir-pinggir jalanan, dan tak jarang aku melihat sawah.
"Ino, kita sebenarnya mau kemana?kita sudah jauh sekali berjalan, apa tidak ada kendaraan yang bisa kita tumpangi untuk pulang?"
aku tak tau tempat apa yang aku dan Ino tuju, tapi aku tak tahan saat Ino terus diam saja seperti ini, memang saat dia bawel aku akan menutup kupingku, namun untuk sekarang aku jadi rindu salah satu sifatnya itu.
Aku juga mulai heran, karena tempat yang kami lewati lama-lama semakin gelap dan minim perumahan, sawah-sawah menghimpit jalan raya, lampu-lampupun mulai jarang terlihat, namun anehnya, semakin gelap semakin ramai aku melihat orang yang berlalu lalang. Lusuh lusuh pakaian mereka, seperti pakaian pengemis, dikemanakan budaya Jepang yang berpakaian Rapi.
.
.
.
.
.
Lama kami berada di tempat yang membuat setiap orang menahan nafas jika berada disana, akhirnya aku melihat sebuah tempat, satu-satunya bangunan disana, terletak beberapa meter di depan kami.
.
.
.
.
.
Kami sampai disebuah tempat yang ku lihat tadi, ku perhatikan dari luar, tempat itu tidak terlalu besar, namun cukup terang, dan sepertinya itu sebuah kafe, iya kafe, bukan kedai, ataupun kombini, yang lebih anehnya, hanya ada bangunan itu disekitar sini.Ino menarikku untuk masuk
kedalamnya, mataku menjelajah, dan menemukan 1 titik fokus di sana, ada laki-laki duduk sendirian, ia membelakangi kami, rambut hitam kelimis, kemeja putih yang ia tekuk sampai siku memperlihatkan tangannya yang pucat, ia mirip Sai, atau memang itu Sai, jika benar dia juga tampak baik-baik
saja dari sini, aku jadi sedikit lega.Ku edarkan pandangan ke
sekeliling, Kafe ini sepi sekali,hanya ada Aku, Ino, orang yang ku anggap Sai dan beberapa orang
yang berada di pojok kafe, berdiri menatap kami dengan
dingin, kenapa sih, oh iya mungkin itu para pelayan yang sedang ingin
mengusir kami karena kafe ingin tutup sedangkan kami malah datang dan laki-laki yang duduk disana seperti tidak mau melepas pantatnya dari kursi.''SAI. " ku panggil ia untuk memastikan, Laki-laki yang ku panggil Sai itu menengok, dan wajah pucatnya mengukir sebuah senyum, senyum seperti biasa, senyum palsu, sampai-sampai kedua bola mata onyx nya menyipit, atau memang dia itu sipit.
oh... dan lagi, dia lah orang ku sebut 'si pucat sialan'.
Sai berdiri dari bangku mendekat dan mengusap pangkal kepala merah muda ku, seperti biasa jika aku ingin pergi dan mengambek pada dirinya, lalu Sai menatap Ino yang berada di sampingku, ia menepuk bahu Ino lembut, lalu keduanya mengangguk. Mereka kenapa ya, ada beberapa sifat yang tidak seperti biasanya,aku tau Sai memang pendiam, namun biasanya kalau sudah bertemu Ino, ia akan memeluknya, maksudku Ino yang memeluk Sai dengan manja, bergelayut dan menyelinap diantara ketek Sai, namun ini tidak.
"Sai kau sehatkan?" Tanyaku, lalu ia hanya hanya mengganguk, setidaknya jawab kek 'iya' gitu, atau tidak 'hm...'.
Dasar pucat sialan.
.
.
.
.
.Sai berjalan terlebih dahulu ke arah pintu, sedangkan Ino menarik tanganku isyarat agar mengikutinya, mau tak mau aku harus ikut bersama mereka, tapi hei aku baru keluar dari rumah sakit, kenapa malah di ajak jalan jalan.
Atau mereka mau mengantarku pulang?
ah entahlah aku tak tau, ini sudah larut malam, dan tadi aku tidak melihat mobil Sai di parkiran.
"Kita akan kemana lagi?setidaknya biarkan aku istirahat lebih dulu."
namun mereka tak ada yang menanggapi kata-kataku. Shannaro.
.
.
.
.
.Saat Sai membuka pintu kafe,aku sangat kaget, kota yang ku lihat
berubah menjadi hutan.
Tadi tidak seperti ini, setidaknya tadi masih ada jalan raya, dan suasana berubah menjadi sangat gelap, mataku perlu penyesuaikan hingga akhirnya dapat melihat pohon-pohon besar serta semak-semak belukar yang mengelilingi kami, dan kafe yang kami pijak barusan, hilang begitu saja.aku tidak bisa menutupi kekagetanku, mata emerlandku terbuka lebar-lebar, Ino menepuk punggungku sampai aku tersentak kaget lalu mulai sadar.
Sai dan Ino mengajak ku untuk
berjalan di jalan setapak seperti jalan untuk para pendaki.'' HIHIHIHI''
Bersambung........
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMA✓
FanfictionSakura terbangun dari tidur panjangnya, dan yang ia berada di sebuah rumah sakit yang tak dikenal. Mereka satu-persatu muncul di hadapanku, ku rasa, banyak sekali perubahan di diri mereka, namun apakah mereka benar-benar berubah? Ini adalah cerita...