Katakan, di mana letak kesalahan bagi mereka yang bertahan dengan kesendirian?
Jauh dalam hati. Aku tahu ...
Aku adalah seorang penyendiri.--Aku telah berbaur dengan dunia
dan berusaha ramah. Tapi,
banyak orang yang aku temui
membuatku kecewa.
Jadi ...
Aku belajar untuk menikmati
diri sendiri, keluarga,
dan beberapa teman baik.Apa yang salah dengan kesendirian? Apakah menikmati hidupku sendiri dengan cara menyepi begitu mengganggu atau menyakiti? Jika tidak. Lalu mengapa begitu banyak di antara mereka yang merasa risih dengan apa yang aku lakukan.
"Jangan mengurung diri terus, nggak baik, Ka."
"Emang di mana sisi nggak baiknya? Bukankah aku nggak mengganggu orang lain?!"
"Ar, ini bukan perihal ada yang terganggu atau nggak. Tapi, menyendiri itu mengundang datangnya syetan. Maksiat begitu mudah terjadi ketika seseorang dalam kesendirian."
"Lho, bukannya kalau kita sedang di luar itu yang malah mudah bermaksiat, apalagi kalau kumpul-kumpul, pasti ada aja ngatain sesuatu!"
"Begini lho, Ar. Saat seseorang sedang sendiri, dirinya akan lebih sedikit beraktifitas, sehingga dirinya disibukkan dengan pikiran-pikiran yang aneh-aneh. Sedangkan ketika seseorang itu nggak lagi sendiri, mereka pasti akan disibukkan dengan orang-orang yang sedang berada di sekitarnya. Hingga dirinya nggak memiliki waktu dengan pemikiran-pemikiran yang aneh."
"Trus, kalau menyendiri dengan melakukan suatu kegiatan, gimana?"
"Mungkin itu bisa lebih baik, sih, mudah-mudahan! Sesungguhnya, Allah mengetahui segala sesuatu di muka bumi ini, baik itu yang tampak, maupun yang tersembunyi."
"Lo tau nggak kenapa gue lebih senang sendiri, D?"
"Emang, kenapa?"
"Gue berusaha menghindari dosa. Ya, beginilah cara gue terhindar dari dosa, setidaknya meminimalisir, sih."
"Memangnya kalau lo lagi di luar, lo bisa kena dosa apaan? Cukup banyak kegiatan yang bermanfaat yang bisa lo lakuin di luar sana."
"Lo, kan, tau sendiri kalau di luar itu bagaimana. Suka ngata-ngatain orang, lah, belum lagi orang-orang di sekitaran gue yang ... Ya, lo tau sendirilah gimana!"Doffa, saudara sepupuku yang biasa kupanggil dengan 'D' hanya bisa tersenyum kecil, tidak lagi banyak berargumen. Sebab dirinya cukup tahu bagaimana menyikapi sesuatu dalam syariat agama dan menanggapi sesuatu yang tidak begitu penting untuk dibahas, apalagi ditanggapi.
"Gue, mah, paling bacain buku-buku aja, D. Kalau capek baca buku, palingan gue mainin hp, gue rasa yang itu udah bisa lo tebak. Secara, mentions di sosmed gue lima menit sekali pasti nongol di resend updatenya. Hahaha ..."
"Gue udah jarang banget buka-buka sosmed. Kalau pun sedang gue buka, paling cuma baca-bacain postingan orang-orang, trus kalau ada yang gue rasa konyol, baru deh gue komentarin. Hehe ..."Pembicaraan kami tidak lagi berada dalam topik kesendirian, kini malah beranjak pada hal-hal lucu yang semasa pertama kali sosial media itu hadir, yang mana saat kali pertamanya kami hanya mengenal friendster, Mirc, dan mig33.
Inilah aku ...
Yang hanya bisa dibicarakan sana-sini
tanpa mengetahui sebenarnya diriku.
Tapi ketahuilah,
Aku adalah aku. Bukan dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Musafir
Non-Fiction"Kita adalah pendosa bukan? Ya ... Namun ada pendosa yang menjalani kehidupannya tanpa melibatkan dirinya dalam kemaksiatan. Dan ada pula yang merasa begitu menikmati kemaksiatan. Akankah cinta membawa pribadi seseorang keluar dari lembah kemaksiata...