two

16 2 0
                                    

Jessica berjalan lesu kearah mobilnya. Dia sangat kecewa, Bintang tidak mau memberitahu id line nya. Padahal Jessica sudah menjatuhkan harga dirinya dan merengek pada pria itu. Jessica masuk kedalam pintu mobilnya yang sedari tadi sudah dibuka oleh sopirnya.
____

Abel dan Langit berada dalam satu mobil. Sedari tadi Abel hanya diam mengheningkan cipta. Dia hanya sangat terpukul dengan nasib sepedanya, dia memikirkan nasibnya juga. Bagaimana dia akan pergi bekerja atau ke sekolah? Kalau naik kendaraan umum pasti akan membutuhkan biaya yang kalau di kurs kan satu bulan pasti gajinya tidak cukup. Bisa-bisa dia tidak makan.

"Gue Langit" Langit merentangkan tangan kirinya untuk memulai perkenalan. Tangan kanannya masih memegang kemudi.

Abel mendongakkan wajahnya dan tersenyum tipis. "Gue Abel" Abel membalas uluran tangan Langit.

Langit kembali memegang kemudi dengan kedua tangannya. "Lo mau gue antar kemana? Kebengkel tengok sepeda Lo atau ke rumah Lo?" Tanya Langit, pandangannya masih fokus pada jalanan yang sedikit ramai.

"Eeemmm ke bengkel aja deh kak. Sapa tau sepeda gue udah sembuh" Abel benar-benar berharap mas bengkel bisa membuat sepedanya utuh kembali.

"Ok" Langit mengarahkan laju mobilnya ke arah bengkel Boy.

____

"Loren, kamu dengerin aku ngomong nggak sih dari tadi?" Semesta menepikan mobilnya. Dia bermaksud meminta penjelasan pada sikap Loren yang mengacuhkannya selama perjalanan. Bahkan Loren tidak menanggapi beberapa topik yang Semesta bahas.

"Sorry gue pakai headset heheh" jawab Loren cengengesan sambil melepas kedua ujung headset yang sedari tadi menyumbat telinganya.

"Asatagaaaaaaaa!!!" Teriak Semesta frustasi melihat kelakuan tunangannya itu. Detik kemudian dia melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah Loren.

____

"Jadi gimana? Bisa nggak nih sepeda Lo buat utuh? Gue bayar semau Lo deh" tanya Langit pada Boy yang memakai seragam montir dihiasi noda hitam di bajunya. Di dahi dan pipinya juga.

"Tenang aja Bro serahin sama Abang Boy. Gue bisa pastiin sepeda ini bakal jadi lebih sexy dari sebelumnya" ucap Boy dengan senyuman lebar, saat mengatakan sexy tangannya bergemulai membentuk angka delapan.

"Ok gue percaya ke ahlian Lo!" Langit menepuk bahu Boy dan pergi menghampiri Abel yang duduk di sebuah kursi. Pandangannya kosong menatap ke jalan raya yang sedang ramai.

"Hey" Langit menepuk pelan bahu Abel.

"Eh kaget" Abel yang terkejut reflek mengelus dadanya.

"Lo ngelamun apa? Sepeda? Tenang aja sepeda Lo bakal balik kok" Langit mendudukkan pantatnya di dekat Abel. Dia menatap wajah Abel yang sepertinya tidak asing. Tapi dimana dia pernah bertemu Abel yaa??

"Makasih kak. Gue lega banget. Kalau sampai sepeda gue gak balik. Gatau deh gue harus gimana lagi" Abel berbicara dengan suara lirih. Pandangannya masih fokis melihat lalu lintas ibu kota yang akrab dengan kemacetannya.

"Sama-sama. Lo mau gue anterin pulang?"

"Sekarang jam berapa kak?"

Langit melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Jam setengah lima sore".

"Asatagaaaaaaaa!!!" Abel menepuk jidatnya. "Kak anterin gue pulang" Abel reflek menggandeng tangan Langit dan sedikit menariknya ke arah mobil sedan yang terparkir di tepi jalan.

Langit mengikuti pasrah.

Abel membuka pintu mobil Langit dan langsung masuk.

"Kak, agak cepet yaa"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tiga Pangeran Dan Tiga Tuan PuteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang