Bulan yang Cemberut

78 11 3
                                    


"Brak!" Zainab secara tidak sengaja bertabrakan dengan seorang gadis cantik berambut panjang. Usianya sekitar sembilan belas tahun.

"Eh, maaf, maaf, Dek! Saya tidak sengaja!" Ujar Zainab.

"Makanya kalau jalan tu pakek mata, jangan pakek dengkul!" Sahut gadis itu.

"Eh, eh, eh, kamu yang salah kok nyalahin orang! Beruntung ya sahabatku itu baik hati, seharusnya kamu tuh yang minta maaf!" Teriak Salma tidak terima.

"Udah, Ama! Udah ya, ayo kita pergi!" Kata Zainab menenangkan Salma.

"Tunggu dulu! Aku mau nanya, kalian tahu aula tempat pengajiannya Ustadz Ali?" Tanya gadis itu dengan nada sombong, sambil mengunyah permen karet.

"Ngapain kamu sebut-sebut nama Abangku! Dan ngapain juga nanya sama kita! Tanya aja sama orang lain, dijamin satu kampung ini gak bakalan ada yang jawab pertanyaan cewek gak sopan kaya kamu!" Kata Salma penuh rasa kesal.

"Aku gak nanya sama kamu, ya! Aku nanya sama sahabat kamu itu!" Ujar gadis itu.

Kebetulan Zainab dan Salma sedang menuju aula tempat pengajian. Sehingga, Zainab mengajak gadis tersebut berjalan bersama menuju aula pengajian.
Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai ke tempat pengajian.

Pengajian ternyata telah dimulai beberapa menit yang lalu, Zainab dan Salma pun terlambat. Aula pun telah penuh dengan para jamaah, sehingga Zainab dan Salma terpaksa harus duduk di belakang.

"Ustadz Ali! Ustadz Ali! Hoy Mas Bro!" Teriak gadis tadi.

"Ssstt, diam! Kamu gak tahu apa kalau Abangku lagi ngisi pengajian!" Bisik Salma dengan sedikit membentak.

"Maaf Para Jamaah sekalian, karena ada sedikit gangguan. Dia adalah Gladis, kebetulan Jamaah baru di Majelis kita ini. Saya harap, Para Jamaah sekalian sedikit memakluminya, mau menerima dan membantunya untuk berhijrah!" Jelas Ali.

"Oooohhh begitu! Baik, Ustadz!" Kata Para Jamaah.

"Salma, tolong pinjamkan mukena untuk Gladis!" Perintah Ali.

"Biar saya saja, Ustadz! Kebetulan, tadi saya membawa jilbab cadangan di dalam tas!" Sahut Zainab.

"Terimakasih, Zainab!" Tambah Ali.

Sore itu, Gladis mengenakan gesper dan celana panjang longgar ala rapper. Meskipun begitu, namun setidaknya Gladis berpakaian tertutup. Dan dengan adanya jilbab tersebut, membuat Gladis telah sedikit menyempurnakan menutup auratnya. Hanya saja pakaiannya saja yang kurang tepat.

Setengah jam kemudian, pengajian rutinan tersebut telah selesai. Seperti biasa, seharusnya setelah semua jamaah telah meninggalkan aula, Ali berbincang dengan Zainab yang ditemani Salma, namun tetap dalam batas satir aula tersebut. Meskipun Ustadz Achnan telah mengizinkan Ali untuk berta'aruf dengan Zainab, akan tetapi Ali dan Zainab tetap menjaga jarak dan batasan agar tidak timbul fitnah. Karena, meski bagaimanapun mereka kan belum menikah dan masih sebatas ta'aruf.

Tapi, ternyata Gladis tidak ikut pulang seperti para jamaah lain. Ia kemudian tiba-tiba menerobos satir dan muncul di hadapan Ali. Padahal, saat itu Ali hendak duduk dekat dengan satir untuk berbicara kepada Zainab.

"Mas Bro! Keren banget di depan situ! Maaf ya gak ngasih tahu dulu kalau mau datang!" Ujar Gladis.

"Eh, iya tidak apa-apa! Semoga kamu istiqamah ya ikut pengajian saya! Dan semoga pada akhirnya, kamu bisa menutup aurat dengan sempurna seperti yang lainnya." Ucap Ali.

Gladis mengajak Ali berbincang cukup lama, sehingga Zainab pun mulai merasa lelah untuk menunggu dan beranjak pulang.
Ali kemudian memberi pengertian kepada Gladis agar segera pulang dan tidak tiba-tiba mengajaknya berbincang seperti itu. Karena, hal tersebut dapat menimbulkan fitnah.

Zainab (BLM Writing Marathon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang