About Him? - [2]

44.2K 5.1K 153
                                        

Fyi, Ibuku adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara, Kakek orang Betawi asli sedangkan nenekku Jawa. Ayahku sendiri Jawa yang merantau ke Jakarta lalu ketemu Ibu. Jadi ceritanya Kakek mewarisi tapak tanah untuk masing-masing anaknya, lalu pada bangun rumah, sampai ke anak-anaknya juga bangun rumah di situ. Jadilah, dari ujung ke ujung itu saudaraku semua. So, untuk para karyawan lain mungkin weekend itu menjadi saat-saat yang dinantikan. Bisa bergadang malam minggu terus besoknya molor sampai siang. Tapi, bagiku, weekend itu momok menakutkan karena banyaknya acara keluarga, dan aku wajib setor muka! Kalau nggak mau di cap sombong sama keluarga.

Well, kalau setor muka tanpa omongan ini-itu sih aku fine-fine aja. Tapi, ini enggak! Mana keluargaku kalau nanya suka langsung nggak pake basa-basi. Sampai Aca yang nggak hapal do'a makan di TK-nya aja dikomentarin. Terus kemarin itu sewaktu aku nikah sama Mas Abram langsung banyak deh bermunculan hakim dan peramal dadakan.

Nyakitin? Udah biasa aku mah. EGP-Emang Gue Pikirin. Dan sejak diboyong ke rumah Mas Abram kupikir akan terselamatkan. Nyatanya enggak saudara-saudara! Keluarganya Mas Abram jauh lebih besar dan nyaris setiap minggu aku hadir di acara keluarganya. Malah ada yang sehari itu lebih dari sekali kunjungan.

Kayak hari ini. Aku yang masih muka bantal, akhirnya bisa molor sampai siang, dan dalam hati udah girang banget karena minggu cerah ini nggak akan ada acara ini-itu malah disuruh cepetan mandi. Mama mertuaku telepon ada arisan keluarga yang harus kami hadiri. Apa ini udah satu bulan ya? Kok aku nggak sadar, kayaknya baru kemarin itu kami hadirin arisan juga.

"Yang ini arisan keluarga Mama, yang kemarin keluarga Papa," jelas Mas Abram.

Hah... capeknya Mas!

Dan nggak enaknya itu, kalau dengan keluarga Mas Abram, udah pasti aku harus pura-pura senyum, sampe rasanya ini muka kram. Kalau sama keluargaku sih woles, pasang tatapan setajam silet udah biasa.

"Nah, kalau yang ini Tante Rima," jelas Mama mertuaku. Salaman lagi, cipika-cipiki lagi.

Setelah acara kenalannya selesai, yang jadi tujuanku ya udah pasti kudapan. Lumayan ngisi perutku yang cuma dibekali sepotong roti tadi. Tapi, baru aja hendak nyomot pastel di hadapanku, Mama mertuaku nyamperin lagi.

"Semalam kenapa nggak beli heels baru aja?"

Hah? Otakku berputar, mikir. "Oh.. itu, Mas Abram buru-buru Ma. Ada kerjaan lagi katanya."

Dahi Mama malah berkerut. "Yakin alasannya itu?"

"Iya. Memangnya kenapa Ma?"

Raut wajah Mama tampak berubah kesal. "Semalam itu Lilian juga hadir, bareng suaminya yang dulu selingkuhannya itu lho. Kan Mama kesel, harusnya Abram dateng bareng kamu biar dilihat kalau Abram udah move on!"

Heh? Seriously? Wah. Wah... awas aja kalau sampai benar, perlu di konfirmasi nih!

"Jadi, kamu udah paksa Abram periksa?"

Hah? "Periksa apa Ma?"

"Dulu itu Lilian sama Abram udah dua tahun nggak punya anak. Ini sekalinya Lilian nikah lagi, anaknya udah tiga. Mama itu takut lho, La, kalau si Lilian itu selingkuh karena Abram mandul."

Hii??? Mataku mengerjap horor. Eh, ngapain juga aku takut. Nggak punya anak dari Mas Abram juga nggak apa kan? Eh, tapi kira-kira kalau Mas Abram memang mandul dan nggak punya anak, hartanya bakal jatuh ke siapa? Aku ya? tiba-tiba aku pengin ketawa setan... haha.

"La, kalau kenyataannya anak Mama Mandul, kamu bakal nuntut cerai?"

Alisku naik-turun. Tersenyum canggung. "Eng---Enggak lah, Ma. Haha."

About Him? Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang